Balada Guru STM Bagian 1
Pagi itu Senin 14 Juni 2021 aku masih berada di depan laptop untuk mengecek rapor kelas 8 yang akan segera dibagikan kepada para siswa. Sambil membuka aplikasi e-rapor, aku membuka aplikasi facebook. Ada sebuah pesan masuk dari salah satu mantan muridku saat masih menjadi guru SMK. Setelah berusaha mengingat-ingat ternyata pesan itu dari murid yang telah lulus delapan tahun lalu bernama Deni. Entah apa yang membuat Deni tiba-tiba mengirim pesan menanyakan kabarku sebagai wali kelasnya selama tiga tahun. Dengan singkat kujawab baik dan bertanya balik tentang kabarnya. Tampak bersemangat dia menceritakan kondisinya sekarang yang sudah sangat jauh berbeda dengan masa-masa STM (sebutan untuk SMK yang mayoritas muridnya laki-laki).
Saya sekarang berada di Barcelona loh Bu, alhamdulillah dari pekerjaan saya yang sekarang bisa membangun rumah di Banyubiru dan membantu orang tua. Seperti itulah narasi singkatnya kehidupannya yang sekarang. Sebagai guru sekaligus wali kelas aku pun sangat bahagia mendengar kisah sukses anak didik. Sukses seorang Deni bukanlah proses yang mudah.
Ingatanku kembali pada delapan tahun lalu sekitar bulan Maret. Seorang guru STM apalagi sekolah swasta itu harus punya mental sekuat baja menghadapi kasus dan tingkah polah anak didiknya. Seperti pagi itu, kepalaku tiba-tiba pusing mendapati laporan bahwa Deni sudah tidak masuk selama tiga hari tanpa keterangan. Ada yang aneh karena biasanya dia selalu tertib dan rajin masuk sekolah. Tak ada informasi apa pun yang didapat dari teman-temannya. Hanya Edi yang mengatakan kalau Deni itu selalu berangkat karena rumah mereka terhitung cukup dekat.
Ku coba menghubungi orang tuanya, jawabannya pun sama kalau setiap hari Deni selalu berangkat dan pulang seperti biasa. Tak puas dengan jawaban dari orang tua Deni yang justru kaget jika anaknya tidak berangkat selama tiga hari. Sekarang aku hubungi nomor handphone Deni, tetapi nomor sudah tidak aktif. Akhirnya nomor Deni yang baru bisa dihubungi setelah bertanya ke beberapa siswa yang cukup berteman dekat dengannya. Masih dengan suara yang kubuat lembut untuk memintanya datang ke sekolah besok pagi, mengingat sekarang sudah waktunya jam pulang sekolah. Dia memberi syarat mau berangkat sekolah menemuiku tetapi jangan melibatkan orang tuanya. Setelah bernegosiasi, akhirnya ia berjanji besok mau berangkat sekolah.
Keesokan harinya terlihat dengan kondisi yang tidak baik berjalan menemuiku di ruang guru. "Pagi Bu, saya mau bicara dengan njenengan tapi di ruang BK nggih Bu" ucapnya sambil menunduk. Dalam batinku berpikir pasti anak ini sedang ada masalah. Setelah duduk dan hanya berdua di ruang BK yang tertutup itu masih hening. Ku perhatikan ekspresinya yang sedang bingung. Lalu dia tiba-tiba bicara dengan suara bergetar "Bu, saya mau keluar saja dari sekolah dan tidak usah ikut ujian nasional".
Agak kaget tetapi aku masih mencoba tenang dan menjawab "berikan alasan kenapa kamu mau keluar padahal bulan depan ujian nasional!" Dia tampak bingung. "Saya patah hati Bu, saya itu sudah dekat dengan seorang cewek dari SMA X selama tiga bulan Bu. Setiap hari saya antar dan jemput setiap sekolah. Kita juga sering jalan-jalan, eh kok pas saya tembak ditolak katanya mau fokus ujian padahal faktanya dia jalan dengan cowok lain Bu" jawabnya sambil berkaca-kaca.
Setelah remaja 18 tahun itu menyelesaikan cerita sedihnya itu lalu aku bertanya padanya "Kalau kamu berhenti sekolah dan tidak ikut ujian, siapa yang rugi, lalu ingat ya Den bumi ini tidak akan berhenti berputar hanya karena masalah cintamu ini". Dia semakin menunduk. Coba ingat jerih payah orang tuamu mencari uang untuk biaya sekolahmu. Apakah kamu akan menyerah pada cita-citamu yang katanya dulu mau keliling dunia.
Untuk berbicara dengan pria menjelang dewasa itu sebagai guru kita harus bersabar dan memberikan tanggapan yang logis kritis yang bisa dicerna oleh anak seusianya. Setelah hampir satu jam aku mengajaknya bicara, akhirnya mata hatinya terbuka bahwa dia masih mau memperjuangkan masa depannya dengan tetap sekolah dan mengikuti ujian nasioanal. "Semangat ya, kamu pasti bisa lulus dan sukses" itulah pesanku sebelum dia berjalan keluar dari ruang BK.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Bu guru Laili memang hebat. Memberi semangat kepada siswanya. Cerita keren. Salam sukses.
keren ceritanya
Keren bun ceritanya. Pasti bahagia menyaksikan anak didik kita sukses.