Nama / NIM : Wilis Edward Kolong / 652012012
Olvi Lakahina / 652012017
Kelompok : I B(jam 14.00-18.00)
Tanggal Praktikum : Rabu ,24 September 2014
Judul Acara : Penentuan Koefisien Distribusi Ekstraksi Pelarut
TUJUAN :
Menentukan koefisien distribusi.
Membandingkan koefisien distribusi dari ekstraksi pelarut bertingkat.
Membandingkan koefisien distribusi dari ekstraksi pelarut dengan variasi konsentrasi.
PENDAHULUAN
Pemindahan suatu bahan dalam suatu campuran(solvent) ke pelarut organic disebut ekstraksi. Ekstraksi adalah suatu metode umum yang digunakan untuk mengambil produk dari bahan alami seperti jaringan tumbuhan, hewan, mikroorganisme, dan sebagainya. Diantara metode pemisahan, ekstraksi pelarut disebut juga ekstraksi air merupakan metode yang paling baik dan popular. Hal ini dikarenakan pemisahan ini dapat dilakukan dengan baik dalam tingkat makro atau mikro. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, memperkaya, pemisahan, serta analisa pada semua skala kerja. Untuk melakukan ekstraksi perlu diketahui prinsip dasar mengenai ekstraksi pelarut(solvent extraction). Ekstraksi pelarut mencakup distribusi dari suatu bahan terlarut(solute) diantar dua fase cair yang tidak dapat bercampur. Teknik ini sangat berguna untuk pemisahan bahan-bahan organic maupun anorganik secara sangat cepat dan murni.
Pada pemisahan yang ideal secara ekstraksi pelarut, semua bahan yang diinginkan akan larut dalam satu pelarut, dan semua bahan yang tidak diinginkan akan larut dalam pelarut yang lain. Satu kali pemindahan tidak akan mengakibatkan terjadinya pemisahan yang benar-benar murni. Solute akan terdistribusi diantara dua fase(setelah pengocokan dan massa diantara dua fase berpisah). Jika suatu bahan A organic/non polar terlarut dalam pelarut 1(misalnya air) kemudian ditambahkan pelarut organic yang lain misalnya eter(pelarut 2) dan kedua pelarut dikocok bersama maka bahan A sebagian akan berpindah ke pelarut 2. Jika kedua pelarut itu dipisahkan kembali menjadi 2 lapisan maka akan diperoleh suatu nilai rasio konsentrasi bahan terlarut dalam masing-masing pelarut. Perbandingan konsentrasi dari solute dalam dua fase akan menjadi konstan :
, dimana : KD =keofiseian distribusi
[S]1 = fase pertama(missal pelarut organic)
[S]2 = fase kedua(missal air)
Partisi adalah koefisien distribusi tidak bergantung pada konsentrasi total zat terlarut pada kedua fase tersebut. Jika koefisien distribusi besar, solute cenderung terdistribusi pada pelarut secara kuantitas. Walaupun kadang-kadang senyawa yang terlarut dapat larut ke 2 macam pelarut yang digunakan, tetapi umumnya kelarutan pelarut organic lebih besar dari pada kelarutannya dalam air. Sehingga senyawa yang terlarut dalam air dapat berpindah ke pelarut lainnya.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Corong pisah
Labu ukur
Beaker glass
Erlenmeyer
Buret
Statif + klem
Pipet ukur
Pipet
Na2S2O3 0,0025 M
I2 0,001 M
Amilum 1%
Diklorometan
Akuades
Cara kerja
Pembuatan larutan
Larutan Na2S2O3 0,0025 M
Dihitung massa dari Na2S2O3 0,0025 M
Ditimbang 0,6205 gram Na2S2O3 dan dilarutkan kedalam akuades 1000 ml dan dihomogenkan.
Larutan I2
Dihitung massa dari I2 0,001 M
Dihitung massa KI
I2 ; KI = 1;4 , massa KI =
Ditimbang KI sebesar 0,5076 gram dan dilarutkan dalam sedikit akuades
Ditimbang 0,1269 gram I2 dan dilarutkan dalam akuades kemudian ditambahkan larutan KI
Kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 500 ml dan ditambahkan akuades sampai garis tera dan dihomogenkan.
Larutan amilum 1%
Ditimbang 1 gram kanji dan dilarutkan dalam akuades 100ml sambil dipanaskan hingga larutan menjadi trasparan.
Ekstraksi Pelarut
Disiapkan alat dan bahan
Diambil 40 ml larutan I2 0,001 M dan dimasukkan kedalam corong pisah
Ditambahkan 40 ml diklorometan, dihomogenkan dan diamkan selama 10 menit.
Dipisahkan lapisan atas(larutan A) dan bawah (larutan B) lalu dimasukkan kedalam 2 erlenmeyer yang berbeda.
Ditambahkan 2 tetes indicator amilum 1% dan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,0025 M.
Dicatat volume titrasi dan hitung nilai KD
Diulangi langkah nomor 2)-6) untuk ekstraksi berikut, sbb;
2 x 20 ml diklorometan
4 x 10 ml diklorometan
Untuk larutan I2 dengan konsentrasi 0,0005 M dan larutan Na2S2O3 0,0005 M dilakukan oleh kelomok lain(kelompok 2)
Ditukar data kelompok 1 dengan data kelompok 2 untuk perbandingan konsentrasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil praktikum
Ekstraksi pelarut
Tabel 1. Standarisasi Na2S2O3
A
I2 0,001 M
(10 ml)
Na2S2O3 0,0025 M
V titrasi (ml)
B
I2 0,0005 M
(10 ml)
Na2S2O3 0,0005 M
V titrasi (ml)
I
7,0
I
15,3
II
6,9
II
15,4
III
6,9
III
15,5
Rata-rata
6,93
Rata-rata
15,4
Perhitungan standarisasi Na2S2O3 :
Reaksi: 2 S2O32- + I2 S4O62- + 2 I-
2. n [I-] = n [Na2S2O3]
2 (10ml . 0,001 M) = 6,93 ml [Na2S2O3]
[Na2S2O3]= 0,0029 M
2. n [I-] = n [Na2S2O3]
2 (10ml . 0,0005 M) = 15,4ml [Na2S2O3]
[Na2S2O3]= 0,0006 M
Tabel 2. Hasil pengamatan (kel 1)pada I2 0,001 M dan Na2S2O3 0,0025 M
Ektraksi
V ekstrak (ml)
∑ V ekstrak (ml)
V titrasi (ml)
∑ V titrasi (ml)
I Diklormetan
40
40
24,2
24,2
Akuades
40
40
1,1
1,1
II Diklormetan 1
20
40
25,4
26,9
Diklormetan 2
20
1,5
Akuades
40
40
0
0
III Diklormetan 1
10
40
22,0
27,2
Diklormetan 2
10
4,6
Diklormetan 3
10
0,6
Diklormetan 4
10
0
Akuades
40
40
0
0
Tabel 3. Hasil pengamatan(kel 2) pada I2 0,0005 M dan Na2S2O3 0,0005 M
Ektraksi
V ekstrak (ml)
∑ V ekstrak (ml)
V titrasi (ml)
∑ V titrasi (ml)
I Diklormetan
40
40
62,5
62,5
Akuades
40
40
1,0
1,0
II Diklormetan 1
20
40
62,3
65,9
Diklormetan 2
20
3,6
Akuades
40
40
2,4
2,4
III Diklormetan 1
10
40
53,6
74,6
Diklormetan 2
10
9,3
Diklormetan 3
10
9,2
Diklormetan 4
10
2,5
Akuades
40
40
3,0
3,0
Tabel 4. Koefisien Distribusi dengan I2 0,001 M dan Na2S2O3 0,0029 M.
Pelarut (40 ml)
V titrasi (ml)
[S] (M)
I Diklormetan
24,2
8,7.10-4
21,75
22,00
Akuades
1,1
4,0.10-5
II Diklormetan
26,9
9,75.10-4
Akuades
0
0
III Diklormetan
27,2
9,86.10-4
Akuades
0
0
Contoh perhitungan:
I – Diklormetan S1
I – Akuades S2
2.n I- = n Na2S2O3
2 ([I2].40 ml) = 0,0029 M. 24,2 ml
[I2] = 8,7.10-4 M
2.n I- = n Na2S2O3
2 ([I2].40 ml) = 0,0029 M. 1,1 ml
[I2] = 4,0.10-5 M
Tabel 5. Koefisien Distribusi dengan I2 0,0005 M dan Na2S2O3 0,0006 M.
Pelarut (40 ml)
V titrasi (ml)
[S] (M)
I Diklormetan
62,5
4,69.10-4
58,63
62,5
Akuades
1.0
8,0.10-6
II Diklormetan
65,9
4,94.10-4
27,44
27,46
Akuades
2,4
1,8.10-5
III Diklormetan
74,6
5,60.10-4
24,35
24,87
Akuades
3,0
2,3.10-5
Contoh perhitungan:
I – Diklormetan S1
II – Akuades S2
2.n I- = n Na2S2O3
2 ([I2].40 ml) = 0,0006 M . 62,5 ml
[I2] = 4,69.10-4 M
2.n I- = n Na2S2O3
2 ([I2].40 ml) = 0,0006 M. 1,0 ml
[I2] = 8,0.10-6 M
Pembahasan/Analisis
Prinsip dasar percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut I2 ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu akuades dan diklorometan, dimana menurut hukum distribusi Nerst, jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu ketetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut adalah tetapan distribusi atau koefisien distribusi (KD).
Dalam percobaan penentuan koefisien distribusi ekstraksi pelarut dilakukan melalui zat terlarut iodine dalam pelarut diklorometan dan akuades. Pada percobaan, larutan I2 direaksikan dengan KI karena kelarutan I2 dalam akudes yang sukar larut maka penambahan KI berfungsi sebagai penyedia ion iodide, yang kemudian bereaksi dengan I2 membentuk ion triiodida. Larutan I2 kemudian dimasukkan kedalam corong pisah dengan penambahan diklorometan agar terjadi pemisahan. Campuran kemudian dikocok agar mempercepat proses distribusi I2 dalam diklorometan. Setelah pengecokon larutan kemudian didiamkan selama kurang lebih 10 menit agar terbentuk 2 lapisan dimana lapisan atas merupakan larutan iodine dalam akudes dan lapisan bawah adalah larutan iodine dalam diklorometan. Larutan iodine berada diatas karena massa jenis dari akudes lebih ringan dari pada massa jenis diklorometan yaitu massa jenis air 1 gr/ml dan massa jenis diklorometan 1,326 gr/ml. Lapisan yang terbentuk kemudian dipisahkan dan diberi indicator amilum yang berfungsi sebagai pembatas(perubahan warna) dan kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat hingga larutan menjadi bening. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
KI(aq) →K+(aq) + I-(aq)
I-(aq) + I2(aq) → I3-(aq)
Pada lapisan atas (air)
I3-(aq) + 2S2O32-(aq) → 3I-(aq) + S4O62-(aq)
Pada lapisan bawah (CHCl3)
I2(aq) + 2S2O32-(aq) → 2I-(aq) + S4O62-(aq)
Pada percobaan dilakukan 3 perlakuan yaitu ekstraksi pertama(2x titrasi), perbandingan volume I2 dan volume diklorometan adalah 40:40. Ekstraksi kedua(3x titrasi), I2 : diklorometan 40 ml : 40ml(20:20), dan ekstraksi ketiga(5x titrasi) I2 : diklorometan 40ml : 40ml(10:10:10:10). Dan berdasarkan hasil percobaan didapat molaritas yang sebenarnya dari Na2S2O3 adalah 0,0029 M. Nilai Koefisien Distribusi(KD) yang diperoleh tiap ekstraksi berturut-turut adalah 21,75, dan . Nilai koefisien distribusi yang besar ini(lebih besar dari 1), menunjukkan bahwa solute I2 sudah terekstrak dengan baik atau dengan kata lain solute I2 banyak terdistribusi didalam pelarut diklorometan dibandingkan dengan pelarut akuades. Ekstraksi yang paling efektif adalah ekstraksi III karena ekstraksi dilakukan secara bertahap yaitu 4 kali pemisahan(tahap), dimana pada pemisahan(tahap) yang ke 3 ternyata masih ada iodine yang tersisa sehingga perlu diekstrak lagi. Dan setelah diekstrak lagi, pada pemisahan(tahap) ke 4 iodin sudah habis terekstrak. Sedangkan pada ekstraksi I dan II iodine belum terekstrak dengan sempurna karena pada ekstraksi I hanya dilakukan 1 kali pemisahan dan pada estraksi II hanya dilakukan 2 kali pemisahan(tahap).
Bila dibandingkan dengan kelompok yang melakukan ekstraksi dengan konsentrasi yang berbeda diperoleh molaritas Na2S2O3 yang sebenarnya adalah 0,0006M. Nilai koefisien distribusi yang diperoleh adalah berturut-turut 58,63 , 27,44 dan 24,35. Perbedaan konsentrasi menyebabkan volume Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk titrasi lebih banyak sehingga berpengaruh pada nilai koefisien distribusi.
KESIMPULAN
Koefisien distribusi yang diperoleh pada ekstaksi I, ekstraksi II dan ekstraksi III berturut-turut adalah 21,75 , , dan .
Koefisien distribusi pada ekstraksi II(2 tahap) dan III(4 tahap) lebih besar dibanding ekstaksi I karena pada ekstraksi II dan III iodine terekstrak dengan sempurna.
Semakin tinggi konsentrasi I2 dan Na2S2O3 maka koefisien distribusi semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
A, N.m., 2014. Penentuan Koefisien Distribusi. [Online] [Accessed 27 September 2014].
Anon., n.d. Penentuan Koefisien Distribusi. [Online] [Accessed 27 September 2014].
brown13zt, n.d. Koefisien Distribusi Iod. [Online] [Accessed 27 September 2014].
Chandra, A., n.d. Penentuan Tetapan Kesetimbangan Ion Triiodida. [Online] [Accessed 27 September 2014].
Rahmayanti, Y., 2011. Ekstraksi Pelarut. [Online] [Accessed 27 September 2014].
Sari, I., 2014. Penentuan Koefisien Distribusi. [Online] [Accessed 27 September 2014].
LAMPIRAN
Jawab Pertanyaan
Bandingkan volume titrasi diklormetan total I, II, III. Mana yang paling banyak? Mengapa?
Bandingkan volume titrasi diklormetan II tahap 1 dan 2, serta III tahap 1, 2, 3, dan 4. Apakah ada pola tertentu? Bagaimana anda menjelaskan fenomena ini?
Bandingkan volume titrasi sisa I2 (akuades) dari I, II, dan III!
Jawaban
1. berdasarkan hasil percobaan yang di dapatkan volume titrasi yang paling banyak adalah volume titrasi pada perlakuan yang ketiga dengan perbandingan antara ) I2 : diklorometan 40ml : 40ml(10:10:10:10) yang di ekstrak sebanyak 5x yaitu dengan hasil volume adalah 27,2 ml sedangkan pada perlakuan I dan II hasil volume total adalah 24,2 ml dan 26,2 ml. Hal ini dikarenakan pada perlakuan yang di lakukan pada I, II, dan III yaitu berbeda-beda dengan volume diklorometan yang sama untuk perlakuan I di ekstrak sebanyak 1x sedangkan perlakuan yang kedua sebanyak 2x sedangkan yang ke-III sebanyak 4x untuk perlakuan I karena di ekstrak sebanyak hanya 1x sehingga volume yang titrasi total lebih sedikit dibandngkan II dan III karena masih I2 yang tersisa sedangkan sedangkan pada perlakuan II dan III dengan perlakuan ekstrak yang berbeda yaitu 2x dan 4x sehingga volume yang di diekstrak juga semakin banyak dan I2 yang tersisa juga habis terekstrak.
2. -Berdasarkan hasil volume titrasi yang paling efisien adalah perlakuan yang ke III
pada volume pada ekstrak yang ketiga yaitu 30ml sebanyak 3x ekstraksi I2 yang oleh diklorometan terekstrak itu lebih banyak sehingga dengan volume 30ml I2 sudah habis terekstrak di bandingkan tahap I dan II untuk tahap I dengan 40ml 1x ekstrak I2 belum habis terekstrak dan tahap II membutuhkan dengan 2x ekstrak membutuhkan 40ml dikrolommetan.
- pola bisa dibuat dengan untuk hanya dengan 3x ekstrak yaitu dengan perbandingan I2 : diklorometan 40:40(20:10:10). Karena di lihat dari data hasil pengamatan dengan 30ml I2 pada perlakuan yang ke III I2 sudah habis terekstrak semua.
3.- hasil dari sisa I2 dari perlakuan I, II, dan III sisa I2 tidak habis tersektrak pada perlakuan yang ke I sedangkan pada perlakuan yang ke II dan III habis terekstrak dan volume habis terekstraknya I2 juga pada perlakuan ke II membutuhkan 40 ml diklorometan dengan 2x ekstraksi dengan perbandingan 40:40(20:20) I2 : diklorometan sedangkan pada perlakuan hanya membutuhkan 30ml diklorometan saja untuk terekstrak semua I2 dengan 3x ekstraksi dengan perbandingan 40:40(10:10:10:10) I2 : diklorometan hal ini di pengaruhi oleh volume ekstraksi masing- masing dan juga pengaruh pengocokan Tujuan pengocokan ini adalah terjadinya distribusi I2 ke dalam fase air dan fase organic, serta untuk memperluas permukaan untuk mempercepat proses distribusi. Selain itu, fungsi pengocokan juga adalah untuk mencapai kesetimbangan antara zat terdistribusi dalam air dan dalam diklorometan. Pengocokan dilakukan dengan kuat agar gugus polar dan non-polar dapat bereaksi.
LAPORAN RESMI
Praktikum Kimia Instrumen
Penentuan Koefisien Distribusi Ekstraksi Pelarut
Oleh:
Wilis Edward Kolong (652012012)
Olvi Lakahina (652012017)
Program Studi Kimia
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014