DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
PEMULIHAN PASCA BENCANA GEMPA BUMI DI LOMBOK UTARA
PADA TAHUN 2018
Heru Kusuma Bakti1, Achmad Nurmandi2
1 ,2Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Jalan Brawijaya, Geblagan, Tamantirto, Kec. Kasihan, Bantul, DIY, 55183, Indonesia
e-mail:
[email protected]
Diterima: 21 Februari 2020, Direvisi: 04 April 2020, Disetujui: 22 Juni 2020
Abstrak
Guncangan gempa bumi berkekuatan 7.0 SR yang terjadi di Provinsi NTB khususnya
Lombok Utara pada tahun 2018 yang lalu telah berdampak kepada kondisi berbagai aspek
kehidupan masyarakat dan pemerintah di Kabupaten Lombok Utara, untuk itu tentu
pemerintah daerah punya tanggung jawab yang lebih besar untuk melakukan pemulihan
pasca terjadinya bencana hal tersebut juga tertuang dalam Undang-undang No 24 Tahun
2007, penelitian ini bertujuan untuk melihat upaya pemulihan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah melalui proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Penelitian ini bersifat
deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan di olah dengan aplikasi
Nvivo 12 Plus. Hasil menunjukan bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah
adalah dengan melakukan Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang telah ditetapkan melalui 5
aspek utama yaitu Sektor Sosial, Ekonomi, Infrastruktur, Pemukiman serta Lintas Sektor.
Akan tetapi dalam proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah banyak menimbulkan persoalan di masyarakat khususnya di Sektor Pemukiman,
rumitnya proses birokrasi menimbulkan lambatnya pemulihan sektor pemukiman, ketidak
puasan masyarakat dalam pendataan kategori rusak ringan, sedang maupun rusak berat
yang dilakukan oleh pemerintah daerah serta kurangnya keterlibatan masyarakat dalam
proses pemulihan juga merupakan permasalahan yang terjadi pada proses Rehabilitasi dan
Rekonstruksi.
Kata kunci: Bencana, Gempa Bumi, Pemulihan Bencana, rehabilitasi dan rekonstruksi
Abstract
Shock earthquake with a magnitude of 7.0 that occurred in NTB Province, especially North
Lombok in 2018, has had an impact on the conditions of various aspects of community and
government life in North Lombok. Therefore, local governments have a greater
responsibility to carry out recovery after the occurrence disaster, this study aims to look at
the recovery efforts undertaken by the local government through the Rehabilitation and
Reconstruction process. This research is descriptive in nature using a qualitative research
method and treated with the application of Nvivo 12 Plus. The results show that the efforts
made by the local government are to carry out the Rehabilitation and Reconstruction that
have been determined through 5 main aspects namely the Social, Economic, Infrastructure,
Settlement and Cross-Sector . However, in the process of Rehabilitation and
Reconstruction carried out by the Regional Government, many problems in the
community, especially in the Settlement Sector, the complexity of the bureaucratic process
caused slow recovery of the residential sector, community dissatisfaction in the data
collection categories of minor, moderate and severe damage carried out by the local
government as well the lack of community involvement in the recovery process is also a
problem in the Rehabilitation and Reconstruction process.
Keywords: Disasters, Earthquakes, Disaster Recovery, rehabilitation and reconstruction
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 137
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
PENDAHULUAN
Secara
geografis,
Indonesia
termasuk sebagai wilayah yang rawan
terhadap berbagai kejadian bencana alam,
yang dapat menimbulkan ancaman bagi
masyarakat Indonesia yg disebabkan oleh
baik faktor alam dan faktor manusia
(perbuatan manusia). Salah satu bencana
yang sering terjadi di Indonesia adalah
Gempa Bumi seperti yang terjadi di
Lombok Nusa Tenggara Barat pada tahun
2018 yang lalu. Bencana yang terjadi di
Indonesia khususnya Lombok telah
menimbulkan
keperihatinan
semua
lapisan
Masyarakat
terkhususnya
pemerintah yang mempunyai peran
penting dalam pencegahan ataupun
penanganan setelah terjadinya bencana.
Sejak satu tahun berlalu gempa
berkekuatan 7.0 SR yang melanda Nusa
Tenggara Barat khususnya di Kabupaaten
Lombok Utara pada tanggal 5 Juli 2018
masih menyisakan duka mendalam bagi
masyarakat Lombok Utara, sebagian
masyarakat masih tinggal di rumah
sementara karena masih trauma dan
sampai saat ini gempa kecil pun masih
sering terjadi. Kepulauan Nusa Tenggara
Barat khususnya Lombok secara tektonik
memang kawasan seismik aktif. Lombok
menjadi wilayah yang rawan terhadap
potensi diguncang bencana Gempa Bumi
karena
Lombok
terletak
diantara
pembangkit gempa dari selatan dan utara.
Sebelah selatan terdapat zona subduksi
lempeng Indo-Australia yang menunjam
kebawah Pulau Lombok, dari sebelah
utara terdapat struktur geologi Sesar Naik
Flores, yang jalurnya memanjang dari laut
Bali ke timur hingga Flores, dari pada
ituPulau Lombok memang rawan gempa
jalur Sesar naik Flores(Tim Seismologi
Teknik BMKG, 2018). Sejalan dengan
Lewerissa dalam Wekke menjelaskan
bahwa Gempa bumi yang menghantam
Pulau Lombok disebabkan oleh lempeng
tektonik Australia yang bergerak ke barat
laut sampai ke utara (Wekke et al., 2019).
Semua Desa di Kabupaten Lombok
Utara termasuk dalam kategori memiliki
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
ancaman tinggi terhadap gempa bumi. Hal
ini juga didukung oleh kondisi struktur
geologi Pulau Lombok. Daerah Kabupaten
Lombok Utara, meskipun tidak berada
langsung di zona tumbukan lempeng besar
seperti di Lombok bagian Selatan, tapi
tumbukan pada lempeng besar tersebut
juga akan bisa memicu getaran pada
daerah Back Arc (Busur Belakang) dimana
lokasi Kabupaten Lombok Utara menurut
tatanan tektoniknya. Berikut data sebaran
gempa Lombok pada Juli 2018 lalu.
Gambar 1. Peta Sebaran Pusat Gempa
Lombok pada Bulan Juli sampai dengan
13 September 2018
Dampak dari gempa di Lombok
Utara menyebabkan sebanyak 537 jiwa
meninggal dunia, 101.735 jiwa mengungsi,
hampir 76 ribu bangunan rumah
mengalami rusak berat, rusak sedang
maupun rusak ringan, selain itu, berbagai
fasilitas ekonomi (pasar, pertokoan,
perhotelan dan akomodasi lainnya),
fasilitas umum dan sosial, kantor
pemerintahan, sarana dan prasarana
transportasi, komunikasi, air bersih serta
layanan publik lainnya terganggu.
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 138
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
Tabel 1. Rekapitulasi Penilaian Kerusakan dan Kerugian
No
1
2
3
4
5
Nilai Kerusakan
(Rp)
Sektor
Pemukiman
Infrastruktur
Sosial
Ekonomi
Lintas Sektor
TOTAL
3,505,485,200,000
303,676,794,062
1,160,633,995,036
274,310,973,839
235,104,235,250
5,479,211,198,187
Nilai Kerugian
(Rp)
3,731,409,800,000
15,943,406,000
169,893,013,566
428,718,820,000
166,009,017,698
4,511,974,057,264
Total Kerusakan
dan Kerugian
(Rp)
7,236,895,000,000
319,620,200,062
1,330,527,008,602
703,029,793,839
401,113,252,948
9,991,185,255,451
Sumber: Dokumen Rencana Aksi Rehab Rekon Pasca Gempa Lombok Utara 2018
Dari tabel di atas angka kerusakan
dan kerugian yang di alami oleh
pemerintah daerah mencapai 10 Triliun,
sebagai Kabupaten baru pemerintah
daerah tentunya membutuhkan dukungan
dari semua pihak, dan dari tabel tersebut
sektor pemukiman menjadi kerugian
terbesar bagi pemerintah daerah. Dengan
angka
kebutuhan
Rehabilitasi
dan
Rekonstruksi mencapai 6 Triliun, dengan
komposisi rencana pendanaan dari APBN
sebesar 51,04,51% yang terdiri dari DSP
BNPB, Anggaran Kementerian/Lembaga
dan Usulan Hibah RR. Dana berasal dari
sumber lainnya yaitu dana masyarakat dan
dunia usaha sebesar 21,11%, berasal APBD
Kabupaten Lombok Utara sebesar 3,44%
dan dari APBD Provinsi NTB sebesar
0,35%. Dalam Undang-undang No. 24
Tahun 2007 tentang penangulangan
bencana juga telah mengamanatkan
pemerintah baik itu pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah sebagai
penyelenggara utama yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan kegiatan
pemulihan pasca bencana (Daswati et al.,
2019). Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2008 juga menyebutkan bahwa
penanggung
jawab
dalam
penyelenggaraan
penanggulangan
bencana adalah Pemerintah Pusat dan
Daerah sebab Pemerintah memiliki
wewenang
untuk
melaksanakan
Penanggulangan bencana mulai dari
prabencana, saat tanggap darurat, hingga
pascabencana. Dalam penanggulangan
pasca bencana yang disebutkan pada pasal
1 ayat 10 bahwa pemerintah memiliki
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
tanggung jawab untuk melakukan
rehabilitasi dan rekonstruksi berupa
perbaikan dan pemulihan dari berbagai
aspek yang terdampak. Dengan demikian
baik Pemerintah Pusat dan Daerah
mempunyai tanggung jawab yang lebih
besar terhadap pemulihan pasca bencana.
Pemulihan pasca bencana menjadi
suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan
dengan manajemen kebencanaan yang ada
di Indonesia. Manajemen bencana gempa
bumi terdiri dari dua kegiatan (1) Pra
bencana dan (2) Pasca bencana. Kegiatan
pasca bencana, mencakup, antara lain,
respons bencana / tanggap darurat, serta
pemulihan bencana. Kegiatan pra bencana
meliputi
kesiapsiagaan,
pendidikan
kesadaran risiko, pelatihan, perencanaan
tata ruang, dan desain struktur tahan
bencana (Kholil et al., 2019).
(Army, 2015) berpendapat proses
pemulihan telah menjadi salah satu
langkah
penting
yang
harus
diimplementasikan setelah bencana terjadi
senada dengan (Ziqiang Han, 2017)
pemulihan
bencana
dapat
dikonseptualisasikan
sebagai
proses
diferensial memulihkan, membangun
kembali,
dan membentuk kembali
lingkungan fisik, sosial ekonomi dan alam
melalui perencanaan dan tindakan pasca
terjadinya bencana, pemulihan bencana
bisa menjadi peluang untuk pemerintah
dalam membangun daerah agar lebih baik
dan dapat bertahan pada resiko bencana
yang lebih besar pada waktu mendatang.
Proses pemulihan tersebut disebut sebagai
fase Rehabilitasi dan Rekonstruksi
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 139
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
Fase rehabilitasi dan rekonstruksi
biasanya
merupakan
perbaikan
infrastruktur
dan
fasilitas
untuk
memulihkan fungsi sosial dan ekonomi
daerah yang terkena bencana sedangkan
fase rekonstruksi muncul sebagai restorasi
jangka panjang yang tidak hanya
mencakup perbaikan fisik masyarakat
yang terkena dampak tetapi juga
kebangkitan mata pencaharian, ekonomi,
industri, budaya, tradisi, dan lingkungan
(Ong, Jamero 2016). Proses pemulihan
pasca bencana tentu membutuhkan waktu
beberapa minggu hingga lebih dari satu
tahun, tergantung pada tingkat kerusakan
dan infrastruktur yang akan diperbaiki.
Phillips dalam (Sagala & Lutfiana, 2015)
mengatakan pada fase pemulihan pasca
bencana pembangunan kembali dari
berbagai aspek lebih menitikberatkan pada
pembangunan jangka panjang, pemulihan
pasca bencana melputi beberaapa aspek
yang menjadi fokus pemerintah yaitu
Sektor Perumahan, Ekonomi, Lingkungan
Infrastruktur, Sosial Psikologis dan
Pelayanan Publik. (Horney et al., 2018)
berpendapat pemulihan bencana yang
baik harus mendukung peningkatan
dalam perencanaan mitigasi, kesiapan, dan
pengembangan yang akan berkontribusi
pada peningkatan ketahanan bencana di
masa depan. Untuk itu pemerintah tidak
hanya memberikan pelayanan kepada
masyarakat akan tetapi mempersiapkan
resioko bencana yang akan datang dengan
melihat perencanaan mitigasi, kesiapan
dan sebagainya, apalagi Lombok masih
mempunyai resiko bencana Gempa besar
yang akan datang. United Nations
Development Programme (UNDP) pada
artikelnya juga menjelaskan bahwa proses
pemulihan pasca terjadinya bencana
mencakup 4 bidang yang harus terpenuhi
dengan berfokus pada : (1) Pemulihan
sektor ekonomi, (2) Sektor pelayanan
publik seperti pendidikan, kesehatandan
serta pelayanan publik lainnya (3)
Perumahan yang terdampak bencana, (4)
Sektor infrastruktur (UNDP, 2015).
Sampai pada saat ini kegiatan pemulihan
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
pasca bencana masih dilakukan oleh
pemerintah Lombok Utara dan tentu tidak
cukup sampai 1 atau 2 tahun kedepan
untuk
mengembalikan
fungsi
penghidupan masyarakat seperti sebelum
terjadinya bencana dan dari pada itu
penulis akan membahas tentang upaya
pemulihan
yang
dilakukan
oleh
pemerintah Lombok Utara pasca bencana
gempa bumi yang terjadi di NTB pada
tahun lalu khususnya di Lombok Utara di
berbagai sektor seperti Pemukiman,
Infrastruktur, Ekonomi, Sosial, dan Lintas
Sektor.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengkaji tentang
pemulihan pasca gempa yang terjadi di
Nusa Tenggara Barat khususnya di
Lombok Utara pada tahun 2018 yang lalu,
penelitian ini menggunakan pendekatan
metode deskriftif kualitatif, data primer
yang digunakan oleh peneliti ialah
dokumen perencanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi yang telah di tetapkan oleh
pemerintah daerah dan data sekunder di
ambil dari berita online terkait rehabilitasi
dan rekonstruksi pasca gempa Lombok
Utara yang bisa di pertanggung jawabkan
tingkat keakuratannya, dan data tersebut
di olah dengan menggunakan aplikasi
Nvivo 12 Plus setalah di lakukan
pengcodingan langkah yang dilakukan
selanjutnya adalah dengan menggunakan
crostab untuk melihat upaya-upaya yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
proses rehabilitasi dan rekonstruksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemulihan Pasca Bencana Gempa Bumi
Lombok Utara Tahun 2018
Pada bab ini peneliti akan
menyajikan hasil serta pembahasan terkait
pemulihan pasca bencana dalam hal ini
proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang
telah di olah dari aplikasi Nvivo 12 Plus,
hasil menunjukkan bahwa dalam proses
pemulihan rehabilitasi dan rekonstruksi
yang dilakukan oleh pemerintah Lombok
Utara ditatapkan melalui Sektor Sosial,
Ekonomi, Pemukiman, Infrastruktur serta
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 140
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
Lintas Sektor dan di berbagai sektor
tersebut telah di tetapkan melalui sub
bidang masing-masing yang telah di
rencanakan melalui proses penilaian
kerusakan dan kerugian, atau penilaian
dan
perhitungan
pascabencana
(JITUPASNA)
yang menghasilkan
estimasi kerusakan dan kerugian yang
dihitung untuk 5 (lima) sektor utama
tersebut.
Gambar 2. Pemerintah Daerah dalam
Pemulihan berbagai Sektor
Meskipun
saat
ini
sektor
pemukiman dan sosial menjadi prioritas
utama dalam pemulihan pasca bencana
tetapi dari grafik di atas menjelaskan
bahwa sektor ekonomi lebih dominan
dikarenakan dalam pengolahan data di
Nvivo lebih banyak berbicara terkait
dengan program yang di upayakan
pemerintah bersama lembaga pemerintah
lain dan swasta untuk memperbaiki
kondisi ekonomi masyarakat terdampak,
sebab sektor ekonomi merupakan bidang
yang terpenting untuk penghidupan
masyarakat yang akan datang. Menurut
(Hadi, 2019) dari pengalaman pemulihan
ekonomi pascabencana sebelumnya dari
beberapa bencana lain yang telah
dilakukan, khususnya setelah gempa
Yogyakarta dan letusan Gunung Merapi,
bahwa proses dan tahapan pemulihan
ekonomi membutuhkan waktu yang relatif
lebih
lama
dibandingkan
dengan
pemulihan bidang lain, sehingga target
pemulihan yang tidak hanya pulih ke
kondisi awal dapat tercapai, tetapi lebih
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
diarahkan
untuk
mencapai
tujuan
pembangunannya dan meningkatnya
kondisi ekonomi masyarakat lokal dan
daerah yang lebih baik, lebih aman dan
lebih berkelanjutan dalam jangka panjang
untuk itu pemerintah Lombok utara harus
memulihkan sektor ekonomi berbasis
ketahanan untk keberlanjutan masyarakat.
Pada pemulihan pasca bencana Lombok
pemerintah telah menetapkan rencana aksi
dalam
proses
Rehabilitasi
dan
Rekonstruksi yang meliputi Sektor
Pemukiman,
Sosial,
Infrastruktur,
Ekonomi, serta Lintas Sektor sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan
oleh baik BNPB maupun pemerintah
pusat, dibeberapa daerah juga telah
dilakukan hal serupa untuk melakukan
rencana aksi dalam proses rehabilitasi dan
rekonstruksi. (Coffey, 2017) pada kasus
pasca bencana letusan gunung Merapi dan
Sinabung
pemerintah
juga
telah
menetapkan untuk melakukan proses
Rehabilitasi dan Rekonstruksi melalui
berbagai sektor di antaranya Sektor
Pemukiman,
Sosial,
Infrastruktur,
Ekonomi, serta Lintas Sektor. Pada kasus
pasca bencana letusan merapi pemulihan
awal yang dilakukan oleh pemerintah
setempat meliputi memulihkan fungsi dan
layanan dasar pemerintah, infrastruktur,
serta kehidupan sosial, ekonomi, dan
budaya
masyarakat
dengan
cara
memulihkan lembaga-lembaga sosial
masyarakat yang terkena dampak yang
vital untuk proses pemulihan (rehabilitasi
dan
rekonstruksi)
jangka
panjang.
Memberikan stimulus untuk pemulihan
mata
pencaharian
ekonomi
dan
pendapatan. Tak hanya itu penelitian
(Kurnia, 2017) tentang pelaksanaan
kebijakan rehab rekon perumahan pasca
gempa 30 september 2009 di Sumatra Barat
pemerintah menetapkan rencana aksi
pemulihan pasca bencana meliputi pada
kegiatan 4 sektor yaitu: Sektor Perumahan,
Infrastruktur,
gedung
pemerintahan,
Sosial, Ekonomi produktif. Berikut peneliti
akan menjelaskan hasil temuan dari
masing-masing sektor.
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 141
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
Pemulihan Sektor sosial
Sektor sosial merupakan sektor
yang terkena dampak terbesar setelah
pemukiman,
kebutuhan
pemulihan
terbesar pada sektor sosial terdapat pada
sarana keagamaan 67,32%, Pendidikan
sebesar 19,42%, Fasilitas kesehatan 11,71%
dan sarana seni budaya sebesar 1,56%.
Kerusakan pada sektor sosial di bidang
pendidikan telah menyebabkan siswa
tidak dapat bersekolah untuk beberapa
minggu yang diakibatkan gedung sekolah
hancur pasca gempa, Pelayanan kesehatan
yang menurun, dan masyarakat tidak
dapat melakukan ibadah di tempat-tempat
ibadah. , Pemulihan di sektor sosial
dilakukan di beberapa sub-sektor di
bidang pendidikan, kesehatan, agama dan
budaya.
Gambar 3. Pemulihan Sektor Sosial
Dari figure hasil Nvivo 12 di atas
pemulihan sektor sosial dilakukan melalui
sub bidang bidang pendidikan dan
kesehatan, pada bidang pendidikan
hampir seluruh fasilitas pendidikan di
Lombok Utara hancur mulai dari SD, SMP
dan SMA serta setingkat lainnya,
akibatnya banyak siswa yang tidak bisa
belajar disekolahnya masing-masing,
mereka menggunakan tenda-tenda darurat
untuk mengikuti proses belajar mengajar.
Upaya pemulihan awal yang dilakukan
oleh pemerintah adalah membuat tendatenda darurat atau sekolah sementara
untuk proses belajar menajar. Pemerintah
juga melibatkan lembaga atau arganisasi
lain dalam merekonstruksi gedung
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
sekolah, pemerintah pusat melalui
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
menyiapkan dana bantuan pendidikan Rp
229 miliar untuk mendukung pemulihan
sarana pendukung kegiatan belajar dan
mengajar pascagempa Lombok khusunya
di Lombok Utara sebelumnya pemerintah
telah menyediakan tenda darurat untk
belajar mengajar di sekolah, sampai saat ini
Dinas Dikpora Lombok Utara mengklaim
pembangunan gedung sekolah mencapai
70 % dan sisanya masih dalam tahap
pengerjaan, untuk mengurangi resiko
bencana kedepannya pemerintah daerah
haruslah mendesain rekonstruksi gedung
sekolah berbasis tahan terhadap gempa.
Di bidang Kesehatan hampir
seluruh puskesmas dan pustu hancur
akibat dari bencana Gempa Bumi, tentu
masyarakat membutuhkan pelayanan
kesehatan yang baik pasca terjadinya
bencana , pemulihan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah pada awal masa
pemulihan adalah pendirian puskesmas
darurat atau sementara untuk memberikan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat
yang terdampak bencana, saat ini
pemerintah telah mulai membangun
puskesmas melalui kementerian kesehatan
pemerintah memberi bantuan dana
kepada pemerintah daerah, pembangunan
yang di prioritaskan pertama adalah RSUD
Lombok Utara dikarenakan bangunan
yang sudah tak layak pakai akibat bencana
gempa, pemerintah juga mendapat
dukungan dari berbagai pihak non
pemerintah atau lembaga swasta dalam
pembangunan fasilitas kesehatan seperti
pustu, tidak hanya dari pembangunan fisik
saja akan tetapi memberikan pelayanan
trauma healing kepada masyarakat
terutama kepada anak-anak dengan tujuan
memulihkan kondisi psikologis atau
trauma pasca terjadinya bencana gempa
bumi. Pada aspek keagamaan juga dampak
kerusakan yang tidak akibat dari bencana
gempa bumi, untuk membangun kembali
fasilitas ibadah masyarakat pemerintah
bekerjasama dengan berbagai lembaga non
pemerintah untuk membangun fasilitas
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 142
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
ibadah baik semi permanan ataupun
permanen. Pemerintah telah membangun
gedung sekolah dengan skema tahan
terhadap gempa, membangun sekolah
yang tahan terhadap gempa dapat
dianggap sebagai langkah pertama untuk
membuat
sekolah
tangguh
dalam
menghadaapi gempa yang akan datang
(Baytiyeh, 2019). Belajar dari gempa di cina
Sebelum membangun gedung dilakukan
survei geologis terlebih dahulu untuk
mengidentifikasi topografi, geologi, dan
kemudian membangun bangunan di
daerah di mana bangunan tahan gempa
serta diusahakan untuk menghindari
lokasi bangunan yang aseismik. Perlu
dicatat bahwa dalam hal apa pun, sekolah
tidak boleh dibangun di atas patahan aktif,
tanah longsor, atau pencairan tanah, yang
berada di area tahan gempa. Ini akan
mencegah gedung sekolah dari kerusakan
parah akibat gempa bumi (Duan et al.,
2018).
Begitupun
dengan
gedung
pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit
dan Puskesmas pemerintah harusnya
melakukan kajian mendalam terlebih
dahulu, mengambil kebijakan yang tepat
adalah salah satu dari keberhasilan
pemulihan pasca bencana. Peneliti
berpendapat bahwa untuk pemulihan
pasca gempa yang terjadi perlu adanya
ketahanan
berbasis
masyarakat
dikarenakan seperti yang sudah di katakan
NTB khususnya Lombok mempunyai
resiko gempa yang besar di masa yang
akan datang untuk perlunya membangun
kesadaran
masyarakat
untuk
bisa
berdampingan dengan bencana yang akan
datang, pemerintah harus memberi
edukasi kepada masyarakat bagaimana
memberi ketahanan terhadap bahaya
bencana.
Pemulihan Sektor Ekonomi
Perekonomian di Lombok Utara
pasca gempa bumi merupakan sektor yang
mengalami kerugian cukup signifikan,
rusaknya aset dari para pelaku usaha dan
UMKM, para petani mengalami kerugian
pada saat panen serta banyaknya fasilitas
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
sarana dan prasarana dari pariwisata yang
rusak
dll
menyebabkan
terjadinya
pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil
bagi pemerintah dan masyarakat. Upaya
pemulihan
yang
dilakukan
oleh
pemerintah di bidang Sektor Ekonomi
meliputi berbagai sub bidang di antaranya
UMKM, pertanian dan perkebunan,
perikanan dan peternakan, perdagangan,
serta pariwisata seperti yang terlihat pada
Gambar berikut.
Gambar 4. Pemulihan Sektor Ekonomi
Pada pemulihan tahap awal
pembangunan pasar menjadi prioritas
pemerintah dalam mengembalikan kondisi
ekonomi masyarakat agar perekonomian
masyarakat bisa berjalan dengan baik.
Dibidang UMKM yang dilakukan oleh
pemerintah daerah adalah memberikan
santunan kepada pelaku usaha kecil
melalui kementerian, sebanyak 148 orang
pedagang usaha kecil yang tersebar di
beberapa kecamatan yang ada di lombok
utara menerima masing-masing Rp 2 Juta
untuk membantu pemulihan kondisi
usaha ekonomi. Pada bidang UMKM
pemerintah lebih banyak memberikan
pendampingan kepada pelaku usaha
dalam hal ini pemerintah bekerjasama
dengan pihak non pemerintah untuk
memberi pelatihan kepada pelaku usaha
UMKM
untk
mengelola
serta
meningkatkan
nilai
jual
atau
meningkatkan produktifitas dari usaha
yang dimiliki dengan mengelola sumber
daya alam lokal, tidak pemerintah daerah
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 143
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
juga berupaya menciptakan Wira Usaha
Baru (WUB) bagi masyarakat dengan
memberikan peralatan penunjang untuk
produksi, dalam melakukan kegiatan
tersebut pemerintah perlu dukungan dari
semua pihak pemangku kepentingan baik
di Provinsi, Pusat dan Organisasi Swasta,
pada bidang pertanian upaya yang di
lakukan
oleh
pemerintah
dalam
membantu petani pasca pemulihan
bencana
dengan
melakukan
pendistribusian bantuan pupuk, bibit
tanaman, alat pertanian dan perkebunan
melalui koperasi maupun unit usaha tani,
pengadaan pelatihan manajemen lahan
untuk meningkatkan kapasitas sumber
daya petani dalam mengolah lahan agar
semakin efektif serta pelatihan dan
pendampingan
usaha
pertanian
berkelanjutan dengan bekerjasama dengan
Koperasi, BUMDES, BUMD, Pemerintah
dan
Swasta
untuk
meningkatkan
produktifitas hasil pertanian dan bernilai
jual karena menurut (Abraham, 2018)
kejadian gempa di Lombok Utara
berdasarkan waktu dan data kerugian
yang dilaporkan, terjadi pada saat panen,
ini yang menyebabkan pada akhirnya hasil
dari panan tersebut mengalami kerugian
serta penurunan kualitas dan tentu para
petani akan lebih fokus untuk bisa
membangun kembali rumah mereka yang
rusak.
Pada
bidang
pariwisata
pemerintah memberikan bantuan atau
dana stimulan untuk perbaikan sarana
prasarana desa wisata serta untuk
peningkatan ekonomi pelaku usaha di
desa wisata selain itu melalui pemerintah
pusat pemerintah daerah terus melakukan
perbaikan pada fasilitas wisata yang ada di
Lombok Utara dikarenakan pemasukan
PAD Lombok Utara masuk melalui
pariwisata. Pada pemulihan sektor
ekonomi masyarakat di tuntut untuk
mengembangkan ekonomi berdasarkan
sumber daya potensial yang ada di sekitar,
serta pengembangan ekonomi kreatif yang
di dasarkan pada kearifan lokal dalam hal
ini pemerintah bersama pihak swasta
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
bersinergi dalam membantu masyarakat
untuk bangkit dari keterpurukan akibat
gempa. 60 % Pendapatan dari pemerintah
daerah berasal dari Pariwisata, meskipun
perbaikan sarana-prasarana pariwisata
sudah dilakukan akan tetapi itu tidak
cukup untuk menarik wisatawan datang
ke Lombok Utara perlu adanya langkah
strategis
dari
pemerintah
dalam
pemulihan pariwisata contoh konkrit yang
bisa dilakukan oleh pemerintah selain
melakukan perbaikan fisik adalah dengan
mengembalikan citra pariwisata Lombok
Utara, karena citra merupakan kesan atau
penilaian yang diberikan publik terhadap
objek pariwisata yang ada di Lombok
Utara pasca terjadinya gempa pada tahun
2018 pariwisata NTB khususnya Lombok
Utara mendapat citra yang negatif dari
berbagai wisatawan sehingga para
wisatawan berfikir kembali untuk datang
ke Lombok, tentu pemerintah harus
berupaya
sedemikian
rupa
untuk
mengembalikan citra pariwisata yang ada
d Lombok Utara. (Joakim & Wismer, 2015)
belajar dari pemulihan pasca gempa
yogyakarta pada tahun 2006 untuk
pemulihan sektor ekonomi masyarakat
bantul membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk bisa pulih kembali, upaya yang
dilakukan oleh pemerintah Bantul hampir
sama dengan apa yang dilakukan oleh
Pemerintah
Lombok
Utara
sepeti
memberikan pelatihan kepada pelaku
UMKM
dan
memberikan
bantuan
peralatan
untk
mendukung
usaha
masyarfakat akan tetapi pemerintah tidak
mendirikan lembaga keuangan mikro
untuk memberikan dukungan modal
pelaku usaha untuk baik pelaku usaha
UMKM yang sudah terbentuk maupun
akan di bentuk serta masyarakat diberi
dukungan pemasaran dan jaringan untuk
mempromosikan
penjualan
produk
mereka, inilah yang harus di upayakan
oleh pemerintah Lombok Utara dalam
membantu para pelaku usaha UMKM
sebab peralatan tanpa dukungan modal
tentu tidak akan berjalan secara maksimal.
Senada dengan (Dinda, 2018) dalam
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 144
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
penelitian tentang pemulihan pasca
bencana
Gunung
Sinabung
pada
pemulihan
ekonomi
pemerintah
memberikan kursus keterampilan kepada
masyarakat dan memberi modal untuk
usaha kecil dan menengah dan pemerintah
sendiri membuka lapangan pekerjaan
berbasis keterampilan ekonomi kreatif.
Sektor Pemukiman
Akibat dari bencana gempa yang
melanda Lombok pada tahun lalu sektor
perumah merupakan sektor yang sangat
besar dampaknya bagi masyarakat dan
pemerintah daerah, dari data yang ada
hampir 50 ribu unit rumah mengalami
kerusakan baik rusak berat, sedang
maupun
ringan,
pembangunan
pemukiman nantinya di kelola dengan
skema swakelola berbasis masyarakat
yangdirancang menggunakan strategi
pengorganisasian
masyarakat
serta
bertumpu pada inisiatif dan prakarsa
masyarakat dan tentu dengan tidak
meninggalkan kearifan lokal serta gotong
royong dalam membangun rumah
berbasis tahan gempa,ada beberapa
pilihan
yang
di
tawarkan
oleh
pemerintahan kepada masyarakat seperti
Risha (rumah instan sederhana sehat), Rika
(rumah instan kayu) dan Riko (rumah
instan konvensional). Untuk pemulihan
awal yang dilakukan oleh pemerintah
daerah bersama kementerian dan pihak
non pemerintah atau lembaga swasta
adalah membangun rumah sementara
kepada masyarakat yang terdampak
meskipun tidak semua mendapat bantuan
serta masyarakat juga lebih banyak
bergerak sendiri untuk membuat rumah
sementara
sebagai
tempat
tinggal.
Pemerintah
melalui
Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
menyediakan dana rekonstruksi sekitar
Rp50 juta per keluarga untuk mereka yang
menderita kerusakan perumahan berat 25
juta per keluarga untuk mereka yang
menderita kerusakan perumahan sedang
dan Rp10 juta per keluarga untuk mereka
yang menderita kerusakan perumahan
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
ringan. tapi pada sampai saat rekonstruksi
rumah masih menjadi permasalahan
pemeintah bersama masyarakat di daerah,
banyak masyarakat belum menerima
haknya untuk bantuan rekonstruksi rumah
tersebut, permasalahan terbesar pada
pembangunan RTG tersebut ada pada
proses birokrasi yang berbelit, mulai dari
persoalan penerima, pokmas, nama ganda
penerima, belum lagi persoalan fasilitator
yang kurang, bahan bangunan yang
langka SDM tukang yang minim dan
masih banyak lagi. Salah satu lembaga non
pemerintah yang membantu
daerah
dalam penanggulangan pasca bencana
adalah lembaga Aksi Cepat Tanggap
(ACT), bentuk kerjasama yang dilakukan
ditunjukkan dengan penyediaan poskoposko pengungsian serta membuat
pemukiman sementara untuk para korban
bencana tak hanya itu ACT juga
membangun WC Umum di beberapa
tempat khususnya tempat yang jauh dari
jangkauan, tak hanya ACT tetapi PMI juga
telah membangun fasilitas umum berupa
20 Toilet umum serta mushola. tapi yang
menjadi permasalahan sampai pada saat
ini adalah banyaknya masyarakat yang
masih mengeluh terhadap kualitas
perumahan yang di bangun sebab banyak
bangunan yang tidak sesuai dengan spek
yang di tawarkan karena pekerjaan
pemukiman ini melalui pihak ketiga dan
masih banyaknya masyarakat yang belum
mendapatkan dana stimulan untuk
pembangunan rumah. Dari data yang ada
jumlah total rumah rusak berat 44.014 yang
sudah jadi 100 persen baru sebanyak 6.863
dengan presentase 15.59 persen. Sementara
untuk rumah rusak sedang yang totalnya
1.758 unit yang sudah jadi 100 persen baru
101 unit atau 3.75 persen. Untuk rumah
rusak ringan dari total 4.081 yang sudah
jadi sebanyak 316 atau 7.74 persen
sedangkan dari perkiraan awal pemulihan
sektor permukiman dilaksanakan selama
dua tahun anggaran, yakni tahun
anggaran 2018-2019 dengan prioritas
pembangunan rumah dilaksanakan pada
tahun 2018 tetapi pada kenyataannya
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 145
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
masih jauh dari yang di rencanakan (Ong
et al., 2016) mengatakan Rekonstruksi
perumahan adalah salah satu kegiatan
terpenting pada proses rekonstruksi
pascabencana, tanpa membangun kembali
rumah, kemampuan rumah tangga untuk
melakukan
kegiatan
normal
akan
terhambat. Untuk pemukiman yang
berada di kawasan resiko rawan terhadap
bencana yaitu pada sesar aktif ditetapkan
kebijakan pemindahan atau relokasi ke
tempat yang aman sesuai dengan
rekomendasi Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)
melalui mekanisme relokasi komunal
maupun mandiri. Adapun rumah yang
berada pada zona aman dapat dilakukan
pembangunan kembali/perbaikan secara
in-situ (tapak semula) tetapi sampai pada
pemulihan saat ini relokasi warga tidak
dapat
dilakukan
karena
berbagai
pertimbangan akibatnya masyarakat tetap
membangun rumah di tempat semula.
Upaya
untuk
merehabilitasi
dan
rekonstruksi yang telah dilakukan
pemerintah pun telah dilaksakan hingga
saat ini, tetapi banyak yg menjadi
masalahan saat pembangunan rumah
warga dari awal pelaksanaan sampai pada
saaat ini, dari keadaan birokrasi yang
berbelit-belit sampai masih adanya
masyarakat yang belum mernerima dana
stimulan perbaikan rumah.
(Christ et al., 2017) Belajar dari
pengalaman erupsi merapi 2010 tentang
rekonstruksi
permukiman
berbasis
masyarakat di Kabupaten Cangkringan
pemerintah
menggunakan
sistem
Rekompak
yang
diadopsi
dari
keberhasilan pemulihan di Aceh dan
Bantul.
Sistem ini menempatkan
masyarakat sebagai aktor utama dalam
rekonstruksi permukiman. Setiap fase
dalam Rekonstruksi Permukiman Berbasis
Masyarakat di Kabupaten Cangkringan
seperti perencanaan, konstruksi, kontrol
dan evaluasi, melibatkan masyarakat,
Masyarakat mengambil peran penting
dalam proses rekonstruksi, hasil dari
program ini bagi masyarakat benar-benar
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
di rasakan dengan baik. berbeda dengan
yang
dilakukan
oleh
Pemerintah
Kabupaten Lombok Utara dalam rencana
aksi
rehabilitasi
dan
rekonstruksi
menekankan bahwa dalam pembangunan
kembali
rumah
warga
perlunya
keterlibatan masyarakat atau partisipasi
masyarakat dalam pembangunan rumah
akan
tetapi
pada
kenyataannya
keterlibatan
masyarakat
dalam
perencanaan sampai pada pelaksanaan
rekonstruksi
rumah
keterlibatan
partisipasi masyarakat masih kurang,
dibentuknya Kelompok Masyarakat atau
POKMAS memang dinilai baik untuk
membawa semangat gotong royong akan
tetapi tidak berjalan secara maksimal
karena sebagian besar masyarakat lebih
memilih untuk menggunakan pihak ketiga
dalam pembangunan rumah, dari segi
pengawasan pemerintah pun masih lemah
ini terlihat dari banyaknya rumah yang
tidak sesuai dengan spesifikasi rumah
tahan gempa, serta banyaknya aplikator
yang korupsi uang dana stimulan rumah.
Penelitian dari (Ophiyandri et al., 2013)
mengungkapkan keberhasilan Aceh, Nias
dan Yogyakarta dalam merekonstruksi
perumahan di dukung oleh beberapa
faktor
yaitu,
transparansi
dan
akuntabilitas,
strategi
/
kebijakan
rekonstruksi yang tepat, dan pemahaman
tentang metode berbasis masyarakat,
partisipasi dan kontrol masyarakat serta
koordinasi dan komunikasi yang baik.
Tanpa
adanya
transparansi
dari
pemerintah tentu masyarakat menaruh
ketidakpercayaan kepada pemerintah
serta akan berdampak kepada faktor
keberhasilan yang lainnya.
Pemerintah
seharusnya
melakukan
mengevaluasi dikarenakan banyaknya
permasalahan yang masih terjadi di
masyarakat
khususnya
rekonstruksi
rumah warga sebab rekonstruksi menjadi
suatu yang penting bagi kehidupan
masyarakat.
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 146
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
Sektor Infrastruktur
Sektor Infrastruktur merupakan
sektor penting untuk mendukung kegiatan
aktifitas sosial dan ekonomi masyarakat,
tanpa infrastruktur yang baik tentu
aktifitas sosial ekonomi masyarakat
menjadi terhambat.
Terjadinya bencana gempa yang
terjadi pada tahun 2018 di Lombok Utara
mengakibatkan
rusaknya
berbagai
infrastruktur yang ada dan aktifitas
masyarakat menjadi terganggu serta secara
tidak langsung berdampak terhadap
kondisi sosial dan ekonomi masyarakat
sekitar. Dari laporan yang ada angka
kerugian yang di timbulkan mencapai
Rp.303.676.794.062, pemulihan pada sektor
Infrastruktur dilakukan melalui sub
bidang di antaranya terdiri atas
pemenuhan
kebutuhan
sub
sektor
transportasi baik darat laut dan
sebagainya, energi, sumber daya air, pos
dan komunikasi serta sanitasi dan
kebutuhan air bersih.
Gambar 5. Pemulihan sektor infrastruktur
Dari figure diatas dapat dilihat bahwa
bidang air bersih menjadi suatu perhatian
serisu dari pemerintah dan non
pemerintah karena menjadi kebutuhan
hidup bagi masyarakat, pemenuhan air
bersih dan sanitasi pasca bencana
merupakan suatu hal yang paling
mendasar dan tentu menjadi priorotas
dalam pemulihan pasca bencana yang
terjadi di Lombok Utara terlihat dari
berbagai upaya yang telah dilakukan oleh
pemerintah daerah, pada saat gempa
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
terputusnya jaringan air bersih PDAM dan
sumur milik masyarakat yang tertutup
akibat reruntuhan gempa membuat para
warga kesulitan dalam mendapatkan air
bersih, tentu dalam perbaikan jaringan
PDAM tersebut membutuhkan waktu
yang
cukup
lama.
Pada
bidang
transportasi darat pemerintah melakukan
perbaikan
jalan
yang
mengalami
kerusakan berat guna memudahkan akses
baik untuk menyalurkan bantuan ataupun
untuk mendukung kegiatan ekonomi
masyarakat,
beberapa
jembatan
penghubung antar wilayah saat ini juga
telah selesai di rekonstruksi bersama
kementerian Pekerjaan Umum. Pada
bidang Sanitasi dan air bersih pemulihan
awal yang dilakukan oleh pemerintah
bersama lembaga terkait ataupun swasta
memberikan sumur bor kepada wilayah
yang terdampak terutama yang jauh dari
jangkauan air dan saat ini rekonstruksi
Sumber air telah selesai di kerjakan oleh
institusi terkait dalam hal ini PDAM.
Lintas Sektor
Dampak yang di timbulkan pasca
terjadinya gempa bumi pada lintas sektor
berupa kerusakan fisik dari kantor-kantor
pemerintaha yang ada di Lombok Utara
sehingga menyebabkan terganggunya
aktifitas pelayanan kepada masyarakat,
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
pasca bencana lintas sektor terdiri atas
pemenuhan
kebutuhan
sub
sektor
Pemerintahan,
keamanan
ketertiban,
Lingkungan Hidup, perbankan dan
pengurangan resiko bencana, dengan
perkiraan total kebutuhan sebesar Rp.
389,195,154,943 diperuntukan tersebesar
untuk sub sektor pemerintahan yaitu
58,58% mengingat hampir seluruh kantor
pemerintahan mengalami kerusakan berat
maupun sedang.
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 147
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
Gambar 6. Pemulihan Lintas Sektor
Meskipun dari hasil Nvivo 12
pengurangan resiko bencana mencapai 33
% tetapi prioritas awal yang dilakukan
oleh pemerintah adalah pada pemulihan
kembali fungsi pelayanan publik dan
sarana prasarana pemerintahan seperti
pembangunan tenda-tenda darurat atau
kantor sementara untuk kebutuhan
pelayanan
kepada
masyarakat.
Pembangunan kembali secara permanen
gedung-gedung pemerintahan yang rusak
tentu akan dilakukan secara bertahap
mengingat kebutuhan yang di butuhkan
oleh pemerintah daerah tidaklah sedikit,
seiring dengan menunggu komitmen
pemerintah pusat untuk memberikan
anggaran lebih kepada pemerintah
Lombok Utara. Pemerintah menginginkan
untuk pembangunan gedung kantor
bupati diharapkan Kemendagri bisa
membantu dalam hal pembiayaan. Pada
bidang pengurangan resiko bencana warga
yang berada di kawasan rawan bencana
tinggi, diupayakan untuk di lakukan
relokasi ke tempat yang aman sesuai
dengan rekomendasi PVMBG karena ada
beberapa wilayah berdasarkan hasil kajian
di rekomendasikan untk di relokasi sebab
ada sekitar 29 Dusun di dataran tinggi
dinilai harus direlokasi, pemerintah juga
tidak semudah itu untuk melakukan
relokasi, dan yang menjadi permasalahan
adalah banyak warga yang menolak di
relokasi karena beberapa pertimbangan
dan juga pemerintah memerlukan kajian
yang lebih luas terkait dengan pembiayaan
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
serta
penghidupan
masyaraka
kedepannya, upaya lain yang telah di
lakukan oleh pemerintah daerah dalam
rangka meningkatkan pemahaman serta
kesiapsiagaan
masyarakat
terhadap
resioko bencana yang akan datang yaitu
dengan memberikan sosialisasi dan
memberi pelatihan pengurangan resiko
bencana,
serta
pepemrintah
telah
membentuk desa siaga bencana di
beberapa desa, Pendidikan dan pelatihan
pengurangan risiko bencana juga telah
dilakukan guna menumbuhkan dan
menanamkan budaya keselamatan dan
kesiapsiagaan bagi masyarakat yang
berada di kawasan rawan bencana tinggi
selain itu pemerintah juga membentuk
sekolah siaga bencana untuk beberapa
sekolah di Lombok Utara, siswa di beri
pelatihan atau edukasi terkait dengan
mitigasi bencana tentu ini menjadi langkah
yang baik untuk pemerintah mengurangi
resiko bencana untuk yang akan datang.
Seperti yang di ketahui pemulihan Lintas
Sektor dilakukan melalui berbagai sub
bidang tetapi yang menjadi sorotan
penting dalam diskusi ini adalah
Pengurangan Resiko Bencana (PRB) yang
akan datang sebab potensi adanya bencana
di Lombok masih sangat besar untuk itu
sangat penting PRB menjadi prioritas
pemerintah daerah selain merekonstruksi
di bidang lain. Pemerintah daerah
mempunyai kapasitas atau peran penting
dalam pengurangan resiko bencana,
pengurangan risiko bencana menjadi suatu
kebutuhan yang harus direncanakan
secara
sistematis
oleh
pemangku
kepentingan dalam menghadapi resiko
bencana yang akan datang, pengurangan
resiko bencana berbasis masyarak bisa
menjadi jawaban dalam hal tersebut
pemerintah harus melibatkan masyarakat
serta
memberikan
pendidikan
kebencanaan kepada masyarakt, penelitian
dari (Pascapurnama et al., 2018) belajar
dari jepang negara yang rawan akan
adanya resiko bencana, pendidikan
bencana di Jepang telah diterapkan sejak
sedini mungkin kepada anak-anak sekolah
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 148
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
yang dinamakan Sekolah Siaga Bencana
(SSB) pemerintah Jepang menyadari
bahwa siswa adalah salah satu ujung
tombak dalam pencegahan dan tanggapan
bencana. Di sekolah, pendidikan bencana
diatur berdasarkan Undang-Undang yang
telah ditetapkan oleh pemerintah jepang
serta pendidikan kebencanaan telah masuk
ke kurikulum sekolah, misalnya, di tingkat
sekolah dasar, siswa diajarkan mengenali
jenis-jenis bencana, mengetahui peran
pekerja publik seperti petugas pemadam
kebakaran, dan mencegah cedera ketika
terjadi bencana. Di tingkat masyarakat
umum pemerintah harus melibatkan
dalam hal kesiapsiagaan, tanggap darurat,
dan pemulihan dari bencana alam. PRB
berbasis
masyarakat
memungkinkan
masyarakat untuk berpartisipasi secara
positif dan aktif dalam rencana PRB
sehingga mereka dapat diberdayakan dan
memiliki peningkatan kapasitas mereka
untuk mengurangi kerentanan mereka
terhadap bahaya alam. Di Indonesia,
kegiatan-kegiatan dalam PRB berbasis
masyarakat secara umum memang telah di
terapakan tetapi sangat sedikit pemerintah
yang paham akan konsep dari PRB
berbasis masyarakat tersebut atau tidak
berjalannya secara efektif. Pasca terjadinya
Gempa Bumi di Lombok Utara pemerintah
memang telah menerapkan dibeberapa
sekolah program Sekolah Siaga Bencana
(SSB) ini merupakan langkah baik yang
telah di lakukan oleh pemerintah yang
perlu mencadi evaluasi adalah tidak hanya
memberikan
sekedar
simulasi
kebencanaan
akan
tetapi
harus
dimasukkan
kedalam
kurikulum
pendidikan sekolah agar bisa bertahan
pada resiko bencana mendatang serta
agenda PRB harus masuk kedalam ke
dalam rencana pembangunan daerah,
pemerintah daerah harus mulai meninjau
dan mengevaluasi rencana tata ruang yang
ada untuk disinkronkan dengan rencana
dan program untuk mengurangi Risiko
Bencana. Dalam hal ini, BAPPEDA
memiliki posisi strategis sebagai perencana
PRB serta pemerintah daerah harus
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
membuat pemetaan resiko bencana agar
memudahkan dalam perencanaan PRB
tersebut.
KESIMPULAN
Dari
penelitian
yang
telah
dilakukan kesimpulan ialah pemerintah
lombok
utara
dalam
melakukan
pemulihan pasca bencana berfokus melalui
5 Sektor diantaranya Sektor Pemkiman,
Ekonomi, Infrastruktur, Sosial dan Lintas
Sektor dari berbagai sektor tersebut
memiliki sub bidang pemulihan, serta
pemulihan pasca bencana berpedoman
kepada Inpres Nomor 5 tahun 2018 tentang
percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
penanganan gempa Lombok yang telah di
buat oleh Presiden RI, penyusunan
rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pasca
terjadinya bencana didasarkan pada hasil
Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana (Jitu
Pasna) yang telah di susun bersama
lembaga pemerintah yang mempunyai
wewenang
dan
rencana
tersebut
dipadukan dengan kebijakan serta
kemampuan pembiayaan dari pemerintah
Pusat maupun Daerah, dunia usaha atau
sumber dana lainnya yang sah.Pemulihan
pasca gempa lombok juga telah melibatkan
berbagai lembaga kepentingan yang
terkait seperti kementerian dan lembaga
lain serta pihak non pemerintah atau
swasta telah banyak bersinergi dengan
pemerintah daera untuk membantu
meringankan beban masyarakat. Pada
awal masa pemulihan pasca bencana
pembangunan pemukiman masyarakat,
fasilitas fisik pendidikan sperti gedung
sekolah serta pemulihan sektor ekonomi
menjadi skala prioritas pemerintah daerah,
pemulihan sektor ekonomi telah dilakukan
dengan berbagai upaya pendampingan
serta pelatihan kepada masyarakat
khususnya pelaku UMKM akan tidak
cukup kuat untuk memberikan modal
ataupun keberlanjtan pemasaran yang
diberikan oleh pemerintah. Meskipun
pemulihan berjalan dengan baik sampai
pada saat ini tetapi ada sejumlah
permasalahan yang harus di jadikan bahan
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 149
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
evaluasi pemerintah daerah seperti
keterlambatan pembangunan Rumah
Tahan Gempa (RTG) bagi masyarakat yang
sampai pada saat ini juga masih banyak
yang belum menerima bantuan serta masih
adanya fasilitator yang bermasalah di
lapangan
sehingga
menyebabkan
terjadinya keterlambatan ini terlihat dari
jumlah rumah yang dibangun masih jauh
yang di harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham , Wiwaha, A. D. (2018). Strategi
Recovery
Sektor
Pertanian
Pascabencana Gempa Di Kabupaten
Lombok
Utara.
Journal
Dialog
Penanggulangan Bencana BNPB, 9(2),
102–115.
Army, B. T. H. E. (2015). Post-Disaster
Housing Reconstruction in Indonesia:
Review and Lessons from Aceh,
Yogyakarta, West Java and West
Sumatera Earthquakes. 8(1), 78–85.
https://doi.org/10.1007/978-4-43154255-1
Baytiyeh, H. (2019). Why School Resilience
Should Be Critical for the PostEarthquake Recovery of Communities
in Divided Societies. Education and
Urban
Society,
51(5),
693–711.
https://doi.org/10.1177/0013124517
747035
Christ, Samekto, D., & Nuh, M. (2017).
Journal of Public Administration Studies
Evaluation
of
community-based
settlement reconstruction program :
Case study in post-disaster recovery of
2010 Merapi volcano eruption in
Cangkringan district. 1(3), 64–70.
Coffey, M. (2017). The role of Post Disaster
Needs Assessments in adressing
vulnerability of Internally Displaced
Persons in the Post Disaster Recovery
Process.
Review,
85(6),
1–22.
https://doi.org/10.20955/r.85.67
Daswati, D., Samad, M. A., & Wekke, I. S.
(2019). Collaborative Governance Dalam
Pengelolaan Integrated Community
Shelter Pasca Bencana Di Kota Palu
Collaborative
Governance
in the
management of Integrated Community
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
Shelters post disaster ( ICS ) in the City of
Palu.
Dinda Kurnia Putri, Syafri Anwar, I. U.
(2018). Jurnal kapita selekta geografi.
1(November), 56–63.
Duan, Y., Bo, J., Li, X., & Su, Z. (2018).
Earthquake damage analysis of school
buildings
in
Jiuzhaigou.
IOP
Conference Series: Materials Science and
Engineering,
392(4).
https://doi.org/10.1088/1757899X/392/4/042016
Hadi, S. (2019). Learning from The Legacy
of
Post-Disaster
Recovery
in
Indonesia for The Acceleration of
Post-Disaster Recovery in Lombok.
Jurnal Perencanaan Pembangunan: The
Indonesian Journal of Development
Planning,
3(1),
14–31.
https://doi.org/10.36574/jpp.v3i1.56
Horney, J. A., Dwyer, C., Chirra, B.,
McCarthy, K., Shafer, J., & Smith, G.
(2018). Measuring Successful Disaster
Recovery. International Journal of Mass
Emergencies and Disasters, 36(1), 1–22.
https://www.researchgate.net/publi
cation/325155344
Joakim, E. P., & Wismer, S. K. (2015).
Livelihood recovery after disaster.
Development in Practice, 25(3), 401–418.
https://doi.org/10.1080/09614524.20
15.1020764
Kholil, Setyawan, A., Ariani, N., & Ramli,
S. (2019). Bencana Gempa Bumi Di
Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat (
Disaster Commuication in 4 . 0 Era :
Review Earthquake Disaster Mitigation
in Lombok West Nusa Tenggara ). 11(1),
0–3.
https://doi.org/10.9734/AJEE/2019
/v11i130128
Kurnia, M. L. (2017). Pelaksanaan
Kebijakan
Rehabilitasi
dan
Rekonstruksi
Perumahan
Pasca
Gempa 30 September 2009 di
Sumatera Barat. Pagaruyuang Law
Journal,
1(1),
76–91.
https://joernal.umsb.ac.id/index.php
/pagaruyuang/index
Ong, J. M., Jamero, M. L., Esteban, M.,
Honda, R., & Onuki, M. (2016).
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 150
DOI: 10.24114/jg.v12i02.16750
e-ISSN: 2549–7057 | p-ISSN: 2085–8167
Challenges
in
Build-Back-Better
Housing Reconstruction Programs for
Coastal Disaster Management: Case
of Tacloban City, Philippines. Coastal
Engineering
Journal,
58(1).
https://doi.org/10.1142/S057856341
6400106
Ophiyandri,
T.,
Amaratunga,
D.,
Pathirage, C., & Keraminiyage, K.
(2013). Critical success factors for
community-based
post-disaster
housing reconstruction projects in the
pre-construction stage in Indonesia.
International Journal of Disaster
Resilience in the Built Environment, 4(2),
236–249.
https://doi.org/10.1108/IJDRBE-032013-0005
Pascapurnama, D. N., Murakami, A.,
Chagan-Yasutan, H., Hattori, T.,
Sasaki, H., & Egawa, S. (2018).
Integrated health education in
disaster risk reduction: Lesson
learned from disease outbreak
following natural
disasters in
Indonesia. International Journal of
Disaster Risk Reduction, 29(July), 94–
102.
https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2017.
07.013
Jurnal Geografi Vol 12 No. 02 – 2020
Sagala, S. Am. R. P. B. G. B. J. B. 2009, &
Lutfiana, D. (2015). Manajemen
Rekonstruksi Pasca Bencana Gempa
Bumi Jawa Barat 2009. 1–13.
Tim Seismologi Teknik BMKG. (2018).
Ulasan Guncangan Tanah Akibat Gempa
Bumi Lombok Utara.
UNDP. (2015). Supporting Nepal in Building
Back Better: Livelihoods and Community
Infrastructure. May.
Wekke, I. S., Rajindra, R., Pushpalal, D.,
Samad, M. A., Yani, A., & Umam, R.
(2019). Educational Institution on
Responding Disasters in Palu of
Indonesia.
INA-Rxiv
Papers.
https://doi.org/10.31227/osf.io/drc
8q
Ziqiang Han. (2017). Recovering from
Catastrophic
Disaster
in
Asia.
https://doi.org/https://doi.org/10.
1108/S2040-726220160000018001
P e m u l i h a n P a s c a B e n c a n a| 151