BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Jamur tiram putih merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang bernilai ekonomi tinggi yang mudah dijumpai di alam baik di sekitar kebun maupun dalam hutan terutama di musim hujan. Jamur ini biasa hidup pada kayu-kayu yang sudah lapuk ataupun pada tempat-tempat yang lembab yang kurang mendapat cahaya matahari. Untuk kegiatan budidaya jamur, penulis memilih jenis jamur tiram karena banyak diminati oleh masyarakat. Selain kelezatannya, jamur tiram juga bermanfaat bagi kesehatan. Jamur tiram memiliki ciri-ciri umum seperti, tubuh buah berwarna putih hingga Krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran, jamur tiram bisa dijumpai hampir sepanjang tahun di hutan, pegunungan dan daerah yang sejuk.
Jamur memiliki kandungan protein sebesar 15-20% dari berat keringnya. Memiliki daya cerna yang tinggi mencapai 34-89%. Sifat nutrisi kelengkapan asam amino yang terdapat pada jamur lebih menentukan mutu gizinya. Kandungan lemak cukup rendah antara 1,08-9,4% dari berat kering terdiri dari asam lemak bebas mono ditrigliserida, sterol dan phoshpolipida.
Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu. Oleh karena itu dalam membudidayakan jamur tiram harus memperhatikan kondisi dan habitat alamnya. Media yang digunakan dalam pembudidayaan jamur tiram ini yaitu berupa serbuk kayu gergajian yang merupakan limbah dari pengrajin kayu. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam budidaya jamur tiram adalah masalah higenis, aplikasi bibit unggul, teknologi produksi bibit (kultur murni, bibit induk, bibit sebar), teknologi produksi media tumbuh/substrat dan pemeliharaan serta cara panen jamur tiram. Pada budidaya jamur tiram suhu udara memegang peranan yang penting untuk mendapatkan pertumbuhan badan buah yang optimal (Oktavia,2009).
Proyek Usaha Mandiri atau lebih dikenal dengan PUM merupakan mata kuliah wajib bagi Mahasiswa Semester V Program Studi Manajemen Sumber Daya Hutan, Jurusan Kehutanan, Politeknik Pertanian Negeri Kupang. Dalam pelaksanaan PUM, mahasiswa diwajibkan melakukan usaha di bidang kehutanan yang bersifat mandiri seperti usaha pembibitan, budidaya madu, budidaya jamur, pembuatan kerajinan-kerajinan dari kayu dan masih banyak usaha lainnya. Untuk kegiatan PUM ini, penulis memilih untuk melakukan Budidaya Jamur Tiram Putih karena mempunyai banyak khasiat, manfaat dan mengandung nilai gizi yang tinggi serta memiliki rasa yang enak. Khasiat, manfaat, dan kandungan gizi yang tinggi membuat Jamur Tiram Putih ini banyak dicari oleh masyarakat, akibatnya nilai jualnya menjadi tinggi.
1.2 TUJUAN
Mengetahui cara Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Mampu menganalisis kelayakan usaha Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
1.3 MANFAAT
Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan informasi tentang teknik budidaya dan analisis usaha Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Melatih mahasiswa untuk berwirausaha
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dan Morfologi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Klasifikasi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) menurut Djarijah (2001) adalah sebagai berikut;
Super kingdom : Eukaryota
Kingdom : Myceteae (fungi)
Divisio : Amastigomycota
Sub division : Basidiomycotae
Klas : Basidiomycetes
Ordo : Agaricales
Familia : Agariceae
Genus : Pleurotus
Spesies : Pleurotus ostreatus (Djarijah, 2001)
Cahyana et al. (1999) menyatakan bahwa Jamur tiram putih tumbuh membentuk rumpun dalam sàtu media. Setiap rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak. Daya simpannya lebih lama dibandingkan dengan jamur tiram kuning, meskipun tudungnya lebih tipis dibandingkan dengan jamur tiram coklat dan jamur tiram kuning.
Tjitrosoepomo (2001), menyatakan bahwa jamur tiram (Pleurotus ostreatus) memiliki tudung berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung dan berwarna putih hingga krem, memiliki tangkai yang tumbuh menyamping, bentuknya seperti tiram (ostreatus), permukaannya hampir licin, diameter 5-20 cm. Tepi tudung mulus sedikit berlekuk. Pada waktu muda, tubuh buah diselubungi oleh velum universal. Jiak tubuh membesar, tinggallah selaput pada pangkal tangkai tubuh buah sebagai bursa. Dari tepi tubuh buah ke tangkai terdapat pula selaput yang menutupi sisi bawah tubuh buah dinamakan velum partiale. Jika tubuh buah membesar, maka selaput ini akan robek dan merupakan suatu cicncin (annulus) pada bagian atas tubuh buah. Himenofora pada sisi bawah tubuh buah, membentuk papan-papan atau lamella yang tersusun radial, dapat juga himenofora membuat tonjolan berupa buluh-buluh. Himenium meliputi sisi bawah tubuh buah tadi dan mula-mula terletak di bawah velum partiale. Letak himenium yang demikian itu disebut angiokarp.
Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dapat tumbuh dan berkembang dalam media yang terbuat dari serbuk gergaji. Pertumbuhannya sangat di pengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitar yang merupakan factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Faktor-faktor tersebut antara lain adalah nutrisi, tingkat keasaman media dan kadar air, serta lingkungan tumbuh.
Nutrisi
Jamur tiram memerlukan nutrisi yang relatif mudah diserap, media tumbuh yang kaya vitamin,mineral untuk memenuhi aktivitas metabolisme selnya. Suplemennya juga relatif murah dan mudah disediakan sendiri oleh pembudidaya jamur. Sejauh ini pemanfaatan limbah pertanian yang potensial layak sebagai media untuk budidaya jamur pangan semakin terbatas karena teknologi pemanfaatan sudah semakin berkembang maju. Untuk itu, perlu dicari limbah pertanian potensial yang dapat digunakan sebagai alternatif media tumbuh (Sutarman, 2012).
Serbuk kayu merupakan limbah produsen atau perusahaan penggergajian kayu yang jumlahnya cukup melimpah serta penggunaannya masih sangat kurang optimal. Untuk mengurangi tingkat pencemaran yang tinggi serbuk kayu dapat dimanfaatkan agar mempunyai nilai ekonomis, yakni menjadikannya sebagai media tanam bagi tumbuhan jamur (Muchroji & Cahyana, 2010).
Bekatul atau dedak padi merupakan hasil sisa penggilingan padi. Digunakan sebagai bahan tambahan media tanam yang berfungsi sebagai nutrisi dan sumber karbohidrat, karbon dan nitrogen. Bekatul juga kaya akan vitamin B kompleks, merupakan bagian yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan miselium jamur serta berfungsi juga sebagai pemicu pertumbuhan tubuh buah (Soenanto, 2000).Pada budidaya jamur, kapur juga diperlukan karena berfungsi sebagai pengatur pH (keasaman) media tanam dan sebagai sumber kalsium (Ca) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur. Kapur yang digunakan sebagai bahan campuran media adalah kapur pertanian yaitu kalsiumkarbonat (CaCO3) atau kapur bangunan (Sunarmi&Saparinto, 2010).
Tingkat Keasaman Media dan Kadar Air
Tingkat keasaman media juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur tiram. Apabila pH terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menggangu pertumbuhan jamur tiram atau bahkan akan tumbuh jamur lain. Karena pada saat pertumbuhan misellia menghendaki keasaman media mendekati netral sampai netral (Maulana, 2011).
Selain kadar pH, kadar air media harus diatur hingga 50-60% dengan menambahkan air bersih. Air perlu ditambahkan sebagai bahan pengencer agar misellia jamur dapat menyerap makanan dari media/substrat dengan baik. Jika air yang ditambahkan kurang, maka penyerapan makanan oleh jamur menjadi kurang optimal sehingga jamur menjadi kurus, bahkan dapat mengakibatan jamur mati. Apabila air yang ditambahkan terlalu banyak maka akan mengakibatkan busuk akar (Cahyana. dkk., 1999).
Lingkungan Tumbuh
Intensitas cahaya
Jamur tiram dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai macam kayu di sembarang tempat. Tetapi, jamur tiram tumbuh optimal pada kayu lapuk yang tersebar di dataran rendah sampai lereng pegunungan atau kawasan yang memiliki ketinggian antara 600 m-800 m diatas permukaan laut. Kondisi lingkungan optimum untuk pertumbuhan jamur tiram adalah tempat-tempat yang teduh dan tidak terkena pancaran (penetrasi) sinar matahari secara langsung dengan sirkulasi udara lancar dan angin sepoi-sepoi basah (Djarijah dan Abbas, 2001).
Suhu
Pada budididaya jamur tiram, suhu udara memegang peranan penting untuk mendapatkan badan buah yang optimal. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan jamur tiram dibedakan dalam dua fase yaitu fase inkubasi yang memerlukan suhu udara berkisar antara 22–28oC dengan kelembaban 60–70% dan fase pembentukan badan buah, memerlukan suhu udara antara 16–22oC (Cahyana. dkk., 1999). Secara alami jamur tiram banyak ditemukan tumbuh di batang-batang kayu lunak yang telah lapuk seperti pohon karet, damar, kapuk atau sengon yang tergeletak di lokasi yang sangat lembab dan terlindung dari cahaya matahari. Pada fase pembentukan miselium, jamur tiram membutuhkan suhu 22 - 28º C dan kelembaban 60% - 80%. Pada fase pembentukan tubuh buah memerlukan suhu 16 - 22º C dan kelembaban 80% - 90% dengan kadar oksigen 10%. (Parjimo dan Agus, 2007)
Manfaat dan Kandungan Gizi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Jamur tiram adalah jenis jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi lebih tinggi dibandingkan jenis jamur kayu lainnya. Dalam 100 gram jamur tiram kering mengandung protein (10,5 30,4%), lemak (1,7-2,2%), karbohidrat (56,6%), thiamin (0,20 mg), dan riboflavin (4,7-4,9 mg) niasin (77,2 mg) dan kalsium (314,0 mg). Kandungan nutrisi jamur tiram lebih tinggi dibanding dengan jamur lainnya. Jamur tiram mengandung 18 macam asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dan tidak mengandung kolesterol (Djarijah dan Abbas, 2001).
Jamur tiram merupakan sumber protein nabati yang rendah kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman bagi mereka yang rentan terhadap serangan jantung. Hal tersebut dikarenakan keunggulan yang spesifik dari jamur tiram bila dibandingkan tanaman lain maupun hewan adalah kemampuannya dalam mengubah cellulose/lignin menjadi polisakarida dan protein yang bebas kolesterol sehingga baik untuk menghindari kadar kolesterol yang tinggi dalam darah dan itu dapat mengurangi serangan darah tinggi (stroke) yang dapat muncul sewaktu-waktu. Kandungan asam folatnya (vitamin B-komplek) yang tinggi dapat menyembuhkan anemia dan sebagai obat anti tumor, mencegah dan menanggulangi kekurangan gizi dan sebagai obat kekurangan zat besi, serta baik juga dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui (Siswono, 2003).
Menurut Soenanto (2000) khasiat jamur tiram (putih) sebagai obat diantaranya sebagai berikut :
Untuk mencegah beberapa macam penyakit, seperti anemia, memperbaiki gangguan pencernaan, mencegah kanker, tumor, hipertensi, dan menurunkan kadar kolesterol serta kencing manis
Jamur tiram berkhasiat menjaga vitalitas laki-laki maupun perempuan dan membantu mengatasi kasus kekurangan gizi.
Media Tumbuh Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Dalam budidaya jamur tiram putih, komposisi media sangat perlu diperhatikan dengan baik. Komposisi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan jamur. Media yang biasa digunakan adalah kayu atau serbuk kayu yang mengandung karbohidrat, serat lignin yang dapat membantu pertumbuhan serta zat ekstraktif (zat pengawet alami) yang menghambat pertumbuhan. Oleh karena itu, serbuk kayu yang digunakan sebagai media diusahakan berasal dari kayu yang tidak banyak mengandung zat pengawet tersebut, seperti kayu albasia atau sengon, randu dan meranti. Menurut penelitian Lestari (2005), penggunaan media tanam serbuk gergaji kayu sengon yang dikomposkan selama 20 hari memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih jika dibandingkan dengan serbuk gergaji kayu jati atau randu. Bahan ini biasanya didapatkan dari pabrik penggergajian kayu yang tidak dipergunakan sehingga biaya produksi lebih murah. Dalam pemilihan media serbuk kayu ini harus memperhatikan tingkat kekeringan, kebersihannya, tidak ditumbuhi jamur atau kapang lain dan tidak busuk. Serbuk kayu yang baik adalah serbuk yang berasal dari kayu keras dan tidak banyak mengandung getah (Cahyana et al. , 1997).
Budidaya jamur biasanya menggunakan media serbuk gergaji. Selain serbuk gergaji ada beberapa media yang dapat digunakan untuk budidaya jamur tiram, antara lain substrat kayu, ampas tebu, atau sekam. Pembiakan jamur tiram biasanya menggunakan baglog, yang didalamnya sudah terdapat media dan nutrisi yang mendukung pertumbuhan jamur (Chazali & Putri, 2010).
Dedak padi (hu’ut dalam bahasa sunda) merupakan hasil sisa dari penumbukan atau penggilingan gabah padi. Dedak tersusun dari tiga bagian yang masing masing berbeda kandungan zatnya. Ketiga bagian tersebut adalah:
Kulit gabah yang banyak mengandung serat kasar dan mineral
Selaput perak yang kaya akan protein dan vitamin B1, juga lemak dan mineral.
Lembaga beras yang sebagian besar terdiri dari karbohidrat yang mudah dicerna.
Dedak mengandung beberapa nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangan jamur. Nutrisi yang dibutuhkan dalam bentuk unsur hara seperti nitrogen, fosfor, belerang, karbon serta beberapa unsur yang lain terdapat pada serbuk gergaji dalam jumlah yang terbatas sehingga diperlukan penambahan nutrisi yang bisa didapatkan dari dedak. Dedak mengandung protein, celulosa, serat, nitrogen, lemak dan P2O5 (Genders, 1986).
Pemanfaatan jerami padi sebagai media pertumbuhan jamur tiram karena jerami mengandung banyak zat gula dan garam mineral (N,P,K, dan sebagainya). Saat jerami dalam proses fermentasi, maka terdapat karbohidrat dan mineral dalam jumlah besar. Selanjutnya, saat jerami terjadi pelapukan maka kandungan senyawa organiknya akan keluar dengan cepat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan jamur tiram (Sinaga, 2008).
Tongkol jagung dimanfaatkan sebagai media tanam pada jamur tiram, karena tongkol jagung memiliki komposisi yang sesuai bagi pertumbuhan jamur tiram yaitu : air 9,6%, hemiselulosa 36,0%, selulosa 41%, lignin 6,0%, pektin 3,0%, dan pati 0,014% (Lorenz & Kulp, 1991).
Kandungan pada jerami padi dan tongkol jagung berpotensi sebagai media tanam pada jamur tiram, karena jamur tiram merupakan jenis dari jamur kayu yang hidupnya bergantung pada media tanamnya. Sehingga media tanam pada jamur tiram harus memiliki nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangan jamur tersebut.
Media tanam yang digunakan harus bisa mendukung pertumbuhan jamur secara optimal. pH media harus sesuai dengan syarat tumbuh dari jamur, yang mana bisa diatur dengan penambahan kapur karbonat (CaCO3). Selain itu juga digunakan sebagai sumber kalsium (untuk memperkokoh media sehingga tidak mudah rusak, memiliki daya tahan lama dan masa produksi panjang) dan untuk meningkatkan mineral yang dibutuhkan bagi pertumbuhan. Nutrisi yang terkandung dalam media tanam harus mencukupi kebutuhan. Kebutuhan nutrisi bisa dipenuhi dengan penambahan dedak, tepung jagung atau tepung tongkol jagung pada media tanam. Dari segi ekonomis, tepung tongkol jagung memiliki harga yang lebih murah daripada tepung jagung. Berdasarkan penelitian Anggraeni (2007), limbah tongkol jagung dapat dimanfaatkan sebagai media pengganti tepung tongkol jagung pada budidaya jamur tiram putih dengan komposisi serbuk kayu : dedak : tepung tongkol jagung sebesar 20 : 4 : 2. Penambahan tepung tongkol jagung dengan volume 2 meningkatkan hasil panen 12% dibandingkan media tepung jagung.
Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) seperti halnya tanaman lain yang dibudidayakan, memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai agar dapat tumbuh optimal. Kondisi lingkungan tersebut antara lain suhu, derajat kemasaman, kelembaban ruangan, cahaya serta konsentrasi karbondioksida dan oksigen. Selain faktor tumbuh, faktor nutrisi juga diperlukan untuk pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).
Faktor Tumbuh
Suhu dan kelembaban udara
Pada umumnya jamur akan tumbuh pada kisaran temperature antara 22 - 28º untuk daerah Bandung, misal siang hari dalam ruangan, kisaran temperatur tersebut dapat dicapai, demikian juga untuk dataran rendah (misal: Jakarta), dengan temperatur di atas 28°C pada siang hari masih dapat tumbuh walaupun agak terhambat dan hasil terbatas (Suriawiria, 2000). Dikatakan lebih lanjut oleh Cahyana et al. (1999), suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan (pembentukan tubuh buah). Suhu inkubasi jamur tiram berkisarantara 22-28°C, sedang suhu untuk pertumbuhan berkisar antara 16-22°C.
Seperti halnya suhu, RH pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi dan pembentukan tubuh buah juga berbeda. Pada saat inkubasi kelembaban yang dibutuhkan 60-80 %, sedang untuk pembentukan tubuh buah 80-90 %. Lebih jauh Cahyana et al. (1999) menambahkan bahwa pengaturan suhu dan RH dalam ruangan dapat dilakukan dengan menyemprotkan air bersih kedalam ruangan. Namun, apabila suhu terlalu tinggi sedang RH terlalu rendah, maka primordia (bakal jamur) akan kering dan mati.
Cahaya
Pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram sangat peka terhadap cahaya, misal cahaya matahari secara langsung. Intensitas cahaya yang diperlukan pada saat pertumbuhan sekitar 10%. Cahaya merupakan factor yang sangat penting untuk pertumbuhan miselium, proses pembentukan dan pertumbuhan tubuh buah jamur. Cahaya yang sangat kuat dapat menghambat pertumbuhan bahkan dapat menghentikan pertumbuhan. Efek cahaya juga dapat merusak vitamin yang dibentuk oleh jamur. Pada fase pertumbuhan generatif, cahaya diperlukan untuk merangsang pembentukan calon tubuh buah, pembentukan tudung dan perkembangannya. Kekurangan cahaya akan menyebabkan pertumbuhan tangkai lebih panjang daripada ukuran normalnya dan pertumbuhan tudung kurang berkembang sehingga ukurannya lebih kecil dari normalnya.
CO2 dan O2
Miselium dari beberapa jenis Pleurotos tumbuh lebih cepat dengan peningkatan konsentrasi karbon dioksida sampai 22 % (Zadrazil, 1975 dalam Danusaputra, 2001). Namun pembentukan tubuh buah akan terhambat pada konsentrasi karbondioksida yang tinggi. Oksigen dibutuhkan untuk proses pembentukan dan pertumbuhan tubuh buah jamur. Jika kekurangan 02 atau terlalu banyak kadar karbondioksida di udara maka tangkai tubuh buah jamur akan tumbuh memanjang dan tudungnya menjadi kurang berkembang.
Faktor Nutrisi
Sumber Karbon
Sumber karbon diperlukan untuk kebutuhan energi dan struktural sel jamur. Sumber karbon yang umum digunakan oleh jamur adalah karbohidrat (polisakarida, disakarida, monosakarida), asam organik, asam-asam amino, alkohol tertentu, komponen-komponen polisiklik dan produk natural seperti lignin. Dari semuanya yang terpenting adalah karbohidrat (Moore dan Landecker, 1996). Kelompok gula monosakarida merupakan kelompok gula yang paling sering digunakan dengan jumlah sekitar 2 %. Sedangkan disakarida dan polisakarida merupakan kelompok gula yang lebih kompleks dan paling banyak terdapat di alam.
Sumber Nitrogen
Nitrogen sangat diperlukan oleh jamur untuk sintesis protein, purin, pirimidin, dankhitin (polisakarida penyusun utama kebanyakan dinding sel). Nitrogen sangat berperan untuk sintesa asam amino yang selanjutnya akan dipakai untuk membangun cairan protoplasma (cairan inti). Selain itu, juga berperan sebagai komponen asam nukleat dan beberapa vitamin B, B2, dan lainnya). Sumber nitrogen dapat ditambahkan dalam bentuk amonium, nitrat, dan komponen-komponen nitrogen organik seperti pepton, urea, asam amino, protein atau peptida.
Vitamin
Vitamin adalah komponen organik yang berfungsi sebagai koenzim atau konstituen dari koenzim yang mengkatalis reaksi spesifik dan tidak digunakan sebagai sumber energi. Kebutuhan vitamin dipengaruhi oleh pH dan temperatur yang berkaitan dengan aktifitas enzim. Jamur membutuhkan dan mensintesis vitamin B yang larut air dan vitamin H (biotin). Vitamin yang disintesis oleh jamur antara lain tiamin (B), biotin (H), piridoksin (B6), asam nikotinat, asampantotenat, riboflavin (B2), inositol, dan asam para aminobenzoat.
Mineral
Kebutuhan mineral jamur pada umumnya sama dengan tumbuhan. Mineral makro antara lain sulfur, fosfor, kalium, magnesium, sedang mineral mikro meliputi seng, besi, mangan, tembaga, dan molybdenum (Griffin, 1994).
BAB III
METODE PELAKSANAAN
Waktu Dan Tempat
Kegiatan Proyek Usaha Mandiri Pembudidayaan Jamur Tiram dilaksanakan dari bulan Oktober 2018 sampai dengan bulan Februari 2019 di Laboratorium Silvikultur dan rumah jamur Jurusan Kehutanan.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan pembudidayaan jamur tiram antara lain;
Alat :
Sekop
Masker
Lampu spiritus
Spatula
Cincin
Karet gelang
Jarum inokulasi
Bahan :
Alcohol 70%
Bibit jamur
Kapur
Gula
Serbuk kayu
Tepung jagung
Kapas
Air
Bekatul
Prosedur Kerja
Mempersiapkan rumah jamur ( kegiatan membersihkan rumah jamur yang akan digunakan sebagai tempat pembudidayaan jamur)
Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pembudidayaan jamur seperti serbuk, bekatul, kapur, bibit jamur, baglog, kapas, cincin, dan lainnya)
Membuat media tanam dengan mencampur 357 kg serbuk kayu : 28 kg tepung jagung : 75 kg dedak padi : 5 kg kapur serta mengatur kadar air media dengan penyiraman air hingga kadar air 60%. Pencampuran media dilakukan pada tanggal 23 oktober 2018 dan 14 november 2018 (2 kali pengerjaan)
Melakukan proses pengomposan pada tanggal 24 oktober 2018 dan 15 november 2018
Pembuatan baglog/pengisian media dilakukan pada tanggal 25 – 26 oktober 2018 dan 16 november 2018
Melakukan sterilisasi baglog dengan menggunakan drum dengan cara dikukus selama 12 jam dengan suhu 95-100°C, kemudian didinginkan. Sterilisasi media dilakukan pada tanggal 26 - 29 oktober 2018 dan 17 – 23 november 2018
Melakukan pendinginan pada baglog
Melakukan inokulasi bibit secara aseptic dengan menggunakan bibit F2, yang dilakukan pada tanggal 30 oktober 2018 dan 24 – 25 november 2018
Melakukan proses inkubasi
Melakukan pembukaan cincin baglog, agar jamur dapat tumbuh dengan bebas
Melakukan perawatan baglog
Melakukan pemanenan terhadap Jamur Tiram Putih yang sudah tumbuh
Rencana Tata Waktu dan Kegiatan
Rencana tata waktu dan kegiatan adalah seperti terlihat pada tabel berikut ;
Tabel 1. Rencana Tata Waktu dan Kegiatan
No
Jenis Kegiatan
Bulan
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
1
Pembuatan Proposal
2
Konsultasi Proposal
3
Persiapan Alat dan Bahan
4
Pelaksanaan Kegiatan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Pembudidayaan Jamur Tiram Putih
Usaha pembudidayaan Jamur Tiram Putih memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi karena harus dalam kondisi yang steril dimulai dari kegiatan pencampuran media sampai pada tahap inokulasi yang dilakukan dalam ruang khusus (Laminar Air Flow). Dalam usaha Pembudidayaan Jamur Tiram Putih dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut;
Persiapan Alat dan Bahan
Sebelum usaha pembudidayaan, hal pertama yang dilakukan yaitu persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pembudidayaan jamur tiram putih. Alat dan bahan yang dibutuhkan antara lain sekop untuk mencampur media, masker yang digunakan saat pencampuran media dan inokulasi, lampu spiritus untuk mensterilkan alat saat inokulasi, spatula digunakan sebagai alat bantu dalam proses inokulasi, cincin untuk menutup baglog, karet gelang digunakan untuk mengikat cincin pada baglog, kapas untuk menutup lubang pada mulut baglog, alcohol 70% yang digunakan untuk sterilisasi, bibit jamur yang digunakan yaitu jenis F2, serta kapur, serbuk kayu, bekatul , tepung jagung sebagai bahan media tanam. Jenis alat dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1. Alat dan Bahan Budidaya Jamur Tiram Putih antara lain : bunchen (a), alcohol 70% (b), bibit jamur F2 (c), spatula (d), kapur (e), media tanam yang telah tercampur (f)
Pembuatan Media Tanam dan Pengomposan
Media tanam yang digunakan dalam pembudidayaan jamur tiram putih ini antara lain 357 kg serbuk kayu, 75 kg bekatul, 28 kg tepung jagung, dan 5 kg kapur. Jamur Tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu dimana tempat tumbuhnya dari kayu, maka dari itu media tumbuh yang digunakan yaitu berupa serbuk kayu. Serbuk kayu diperoleh dari mebel terdekat secara gratis. Jenis serbuka kayu yang digunakan yaitu serbuk kayu jati. Penggunaan serbuk kayu sebagai tempat tubuh jamur karena mengandung karbohidrat, serat, lignin, selulosa dan hemiselulosa. Zat-zat tersebut berguna dalam membantu pertumbuhan jamur. Selain serbuk kayu media tanam lainnya yaitu bekatul, tepung jagung dan kapur. Bekatul sebagai bahan tambahan media tanam yang berfungsi sebagai nutrisi dan sumber karbohidrat, karbon dan nitrogen. Bekatul juga kaya akan vitamin B kompleks, merupakan bagian yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan miselium jamur serta berfungsi juga sebagai pemicu pertumbuhan tubuh buah (Soenanto, 2000). Bahan tambahan media tanam lainnya yaitu tepung jagung. Jagung dimanfaatkan sebagai media tanam pada jamur tiram, karena jagung memiliki komposisi yang sesuai bagi pertumbuhan jamur tiram yaitu : air 9,6%, hemiselulosa 36,0%, selulosa 41%, lignin 6,0%, pektin 3,0%, dan pati 0,014% (Lorenz & Kulp, 1991). Kandungan pada bekatul dan tepung jagung berpotensi sebagai media tanam pada jamur tiram, karena jamur tiram merupakan jenis dari jamur kayu yang hidupnya bergantung pada media tanamnya. Sehingga media tanam pada jamur tiram harus memiliki nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangan jamur tersebut. Yang terakhir adalah kapur. Jenis kapur yang digunakan dalam pencampuran media tanam yaitu CaCO3 (dolomite). Kapur sebagai sumber kalsium dan berfungsi dalam mengontrol pH media tanam agar sesuai dengan syarat tumbuh jamur.
Untuk proses pencampuran media, semua media tanam serbuk kayu, bekatul, tepung jagung, kapur dicampur secara merata. Adonan yang telah tercampur diberi air kira-kira 45-60%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2. Untuk mengukur kadar air tersebut dapat dilakukan dengan menggenggam adonan media tanam tersebut. Kadar air media diperkirakan cukup apabila saat genggaman tangan dibuka, adonan media tanam tidak hancur.
Gambar 2. Pencampuran Media
Pengomposan
Proses pengomposan dilakukan terhadap media tanam selama 1 hari. Proses pengomposan dilakukan dengan cara menimbun campuran media tersebut lalu ditutup rapat menggunakan terpal. Tujuan dari pengomposan media yaitu untuk mengurai senyawa-senyawa kompleks dengan bantuan mikroba menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna oleh jamur tiram dan memungkinkan pertumbuhan jamur akan lebih baik. Setelah dibiarkan selama 1 hari penuh, media tanam akan menjadi sangat panas, oleh karena itu dilakukan pembalikan pada media tanam tersebut dengan tujuan untuk didinginkan. Untuk proses pembalikan media dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3. Pembalikan Media
Pengisian Media
Setelah proses pengomposan yang telah dilakukan selama 1 hari, maka langkah selanjutnya yaitu mengisi media tanam tersebut ke dalam kantong plastic polipropilen dengan ukuran 20×35 cm. Selanjutnya media tanam dalam kantong tersebut dipadatkan agar tidak mudah hancur atau busuk. Proses pengisian dapat dilihat pada gambar 4. Dengan kondisi media yang padat, diharapkan produktivitas jamur menjadi lebih tinggi. Pemadatan media tanam dilakukan secara manual yaitu dengan bantuan botol.
Gambar 4. Pengisian Media
Sterilisasi media
Setelah pengisian baglog, dilakukan sterilisasi terhadap media. Sterilisasi media yang dilakukan yaitu menggunakan alat sederhana berupa drum (dapat dilihst pada gambar 5) yang di dalamnya dipasang semacam saringan untuk memisahkan air dan baglog yang telah terisi media tanam. Proses sterilisasi dilakukan selama 12 jam, dengan tujuan agar proses sterilisasi tersebut mencapai suhu maksimum. Setelah sterilisasi, media tanam tersebut didinginkan agar bibit yang akan ditanam tidak mati.
Gambar 5. Sterilisasi Media
Inokulasi
Proses inokulasi dilakukan di Laboratorium Silvikultur, Jurusan Kehutanan, Politeknik Pertanian Negeri Kupang dengan menggunakan alat Laminar Air Flow (dapat dilihat pada gambar 6). Dalam proses inokulasi harus dipastikan semuanya dalam keadaan steril baik ruangan, maupun peralatan yang akan digunakan. Hal pertama yang harus dilakukan yaitu mencuci tangan menggunakan alcohol agar bersih dari mikroorganisme. Selanjutnya membuka kertas penutup baglog lalu di dekatkan pada Bunsen, lalu bibit jamur dimasukan pada bagian tengah cicin paralon pada mulut baglog. Jenis bibit yang digunakan yaitu bibit F2. Sebelum dan setelah penanaman bibit jamur semua peralatan harus disterilisasi yaitu dengan cara dicelupkan pada alcohol 70%, lalu dicelupkan pada air, dan selanjutnya dibakar pada Bunsen. Tujuannya agar peralatan yang digunakan terhindar dari gangguan mikroorganisme. Dengan begitu tingkat keberhasilan pertumbuhan jamur akan semakin tinggi.
Gambar 6. Proses Inokulasi
Inkubasi
Inkubasi dilakukan dengan menyusun secara rapi baglog yang telah melalui proses inokulasi di dalam rumah jamur. Baglog yang disusun diletakan di atas lantai rumah jamur dengan posisi berdiri, untuk lebih mudah dipahami dapat dilihat pada gambar 7. Untuk menjaga agar perkembangan dan pertumbuhan jamur berjalan dengan baik, maka kondisi rumah jamur harus dijaga suhu dan kelembapannya. Proses inkubasi berakhir saat miselium mulai tumbuh dan memenuhi baglog.
Gambar 7. Penyusunan baglog
Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dengan membuka cincin paralon pada mulut baglog saat miselium mulai tumbuh memenuhi baglog. Tujuannya agar perumbuhan jamur bisa lebih leluasa. Saat miselium telah memenuhi baglog maka di mulut baglog akan mulai muncul benih jamur tiram. Berdasarkan praktek yang dilakukan tidak selamanya jamur tumbuh pada bagian mulut baglog saja, ada juga jamur yang tumbuh dari samping bahkan tumbuh melalui pantat baglog.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan dengan mencabut seluruh rumpun jamur tiram yang tumbuh. Kriteria jamur tiram putih yang dipanen berwarna putih, dan segar. Ukurannya bervariasi ada berdiameter besar dan ada juga yang berdiameter kecil, bahkan ada yang belum mekar penuh.
Gambar 8. Pemanenan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
Gambar 9. Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Presentase Tumbuh Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Terdapat 400 baglog Jamur Tiram Putih yang dibudidayakan, namun yang dapat tumbuh hanya 50 baglog. Berikut hasil presentase tumbuh Jamur Tiram Putih. Untuk setiap baglog menghasilkan jamur seberat 0.5 kg.
Dari hasil perhitungan presentase tumbuh untuk jamur tiram putih sebesar 12.5 %, maka itu berarti usaha pembudidayaan tersebut mengalami kegagalan.
Pemasaran
Setelah pemanenan, tahap selanjutnya yaitu pemasaran. Untuk proses pemasaran, dilakukan promosi baik melewati media social seperti facebook dan whatsApp, maupun promosi secara langsung seperti melalui teman dan kenalan. Dari 400 baglog jamur yang telah dibudidayakan, kami hanya dapat melakukan pemanenan terhadap 50 baglog. Jadi, dari 50 baglog jamur yang dipanen diperoleh jamur tiram dengan berat 10 kg, dan dilakukan penjualan dengan harga jual Rp.25.000/kg. Maka pendapatan yang diperoleh sebesar = 10 kg × Rp.25.000 = Rp.250.000
Kendala dalam Pembudidayaan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)
Praktek Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) ini dinyatakan gagal karena diduga ada kesalahan dari bibit, juga dikarenakan keadaan rumah jamur yang kurang mendukung sehingga pertumbuhan jamur terganggu. Kendala yang dihadapi dalam praktek ini yaitu terlambatnya waktu pertumbuhan miselium yaitu 1 – 2 bulan dan pada sebagian besar saat miselium sudah hampir tumbuh memenuhi baglog, pada mulut baglog muncul air-air, dan ada juga yang muncul cairan kental berwarna putih. Hal ini menunjukan bahwa media tanam tersebut sudah terkontaminasi mikroorganisme. Pemanenan pertama dilakukan pada tanggal 16 januari 2019, dan sejak itu sudah mulai adanya tanda-tanda pertumbuhan jamur.
Anggaran Biaya
Sumber Dana
Dana yang digunakan dalam kegiatan proyek usaha mandiri khususnya mengenai Pembudidayaan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) diperoleh dari DIPA Politeknik Pertanian Negeri Kupang dan Biaya Pribadi.
Biaya
Biaya (cost) adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi.
Biaya Tetap
Biaya Tetap adalah biaya yang tidak berubah seiring perubahan tingkat aktivitas produksi pada periode tertentu.
Tabel 2. Biaya Tetap
No
Nama Barang
Jumlah
Total Harga (Rp)
1
Masker
1
5,000
2
Lampu Spiritus
1
-
3
Cincin
500
-
4
Jarum Inokulasi
1
15,000
Jumlah
20,000
Biaya Variabel
Biaya variable adalah biaya yang berubah seiring berubahnya aktivitas. Contoh biaya varibel adalah bahan yang digunakan untuk memproduksi produk, biaya tenaga kerja yang diperkerjakan untuk menghasilkan produksi, biaya pengiriman barang, dan biaya-biaya lainnya yang bertambah atau meningkat seiring meningkatnya aktivitas.
Tabel 3. Biaya Variabel
No
Nama Barang
Jumlah
Total Harga (Rp)
1
Alkohol 70%
1 liter
35,000
2
Air
1 Tangki
80,000
3
Bibit Jamur
10 botol
200,000
4
Kapas
1/2 Kg
40,000
5
Kapur
5 Kg
100,000
6
Tepung Jagung
25 Kg
175,000
7
Gula
4 Kg
60,000
8
Serbuk Kayu
500 Kg
-
9
Plastik Polipropilen 20×35 Cm
10 Pack
90,000
10
Karet Gelang
1 Pack
10,000
11
Bekatul
75 kg
225,000
Jumlah
1,015,000
Analisis Kelayakan Usaha
Analisis kelayakan usaha merupakan kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha. Dengan adanya analisis kelayakan ini diharapkan resiko kegagalan dalam memasarkan produk dapat dihindari.
Total Biaya Produksi
Biaya produksi yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai.
Total Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Variabel
= Rp.20,000 + Rp.1,015,000
= Rp.1,035,000
Total Hasil Produksi
Total hasil produksi Budidaya Jamur Tiram sebanyak 10 kg sejauh ini dengan penjualan sebesar Rp. 25,000 per kg.
=
=
Artinya harga jual yang dapat membalikan modal usaha adalah sebesar Rp.103.5
=
=
Artinya pada penjualan 41.4 kg maka modal usaha sudah dapat dikembalikan apabila harga jual Jamur Tiram putih (Pleurotus ostreatus) sebesar Rp. 25,000, akan tetapi pada hasil Praktik sejauh ini hanya dapat menghasilkan 10 kg jamur tiram putih, maka belum dapat mengembalikan modal.
Total penerimaan
Rencana total penerimaan dari hasil penjualan dapat diperoleh dari hasil kali antara jumlah jamur per kg dengan harga jual jamur/kg
Dari hasil analisis maka dapat di simpulkan bahwa total penerimaan yang diperoleh dari kegiatan Proyek Usaha Mandiri budidaya jamur adalah sebesar Rp.250,000 maka dinyatakan usaha pembudidayaan jamur tiram putih ini dinyatakan gagal.
Analisis usaha R/C Ratio
Analisis kelayakan usaha merupakan suatu parameter untuk mengetahui apakah usaha budidaya jamur tiram ini layak atau tidak untuk di usahakan. Analisis menggunakan R/C Ratio, dimana apabila hasil analisis memperoleh nilai > 1 maka secara ekonomi usaha layak dijalankan atau dikembangkan. Sebaliknya apabila R/C Ratio memperoleh nilai < 1 maka usaha ini tidak layak dikembangkan atau dilaksanakan.
Analisis R/C Ratio merupakan perbandingan antara total pendapatan dengan total biaya produksi dengan persamaan :
=
=
Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa usaha pembudidayaan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) ini tidak layak untuk dijalankan karena biaya yang diinvestasi akan menghasilkan Rp. 0.24, maka Usaha Pembudidayaan Jamur Tiram Putih mengalami kegagalan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Melalui Praktek Proyek Usaha Mandiri yang berjudul Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Usaha budidaya jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) harus melalui beberapa tahap antara lain Persiapan Alat dan Bahan, Pencampuran Media, Proses Pengomposan, Pengisian Media, Sterilisasi Media, Inokulasi, Inkubasi, Perawatan Baglog dan Pemanenan.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) harus memperhatikan beberapa factor seperti nutrisi yang terkandung dalam media tanam yang digunakan, Tingkat Keasaman Media dan Kadar Air, kondisi lingkungan tumbuh (Rumah Jamur) seperti suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya harus diperhatikan.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha, diperoleh R/C Ratio sebesar 0.24, maka usaha budidaya jamur tiram ini tidak layak dijalankan karena hasil analisis < 1 itu berarti Usaha Pembudidayaan Jamur Tiram Putih mengalami kerugian. Kerugian yang dialami disebabkan oleh beberapa factor antara jenis bibit yang digunakan dan kondisi lingkungan tumbuh yang tidak mendukung sehingga menyebabkan pertumbuhan jamur menjadi lambat.
Saran
Dalam melakukan usaha budidaya jamur tiram putih harus memperhatikan jenis bibit yang digunakan. Semakin bertambah umur suatu bibit maka akan semakin padat. Jadi disarankan harus memilih bibit yang tidak terlalu padat. Selain itu kondisi tempat tumbuh juga perlu diperhatikan karena kondisi suhu dan kelembapan tempat tumbuh juga menentukan tingkat keberhasilan pertumbuhan jamur.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, F. 2007. Pemanfaatan Tongkol Jagung sebagai Nutrisi Tambahan pada Media Jamur Tiram Putih (Pleurotus florida). Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang
Cahyana, Muchroji dan M. Bakrun. 1997. Jamur Tiram. Penebar Swadaya. Jakarta.
Cahyana, M., dan M. Bakrun. 1999. Pembibitan, Pembudidayaan, Analisis usaha Jamur tiram. Penebar Swadaya. Jakarta
Chazali, Syammahfuz dan Putri Sekar Pertiwi. 2010. Usaha Jamur Tiram Skala Tumah Tangga. Jakarta : Penebar Swadaya.
Djarijah. 2001. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius. Jakarta.
Genders, R. 1986. Bercocok Tanam Jamur. Pionir Jaya. Bandung
Griffin, D.H. 1994. Fungal Physiology. John Wiley & Sons, Inc, New York
Lorenz, KJ & Kulp, K. 1991. Handbook of cereal science dan technology. New York USA : Marcel Dekker Inc.882.
Moore E, Landecker, 1972. The Fungi. Toronto:Prentice-Hall of Canada (CN), Ltd.
Muchroji dan Cahyana Y.A.. 2010. Budidaya Jamur Kuping. Penebar Swadaya. Jakarta.
Oktavita. 2009. Tempat Budidaya Jamur Tiram.https://oktavita.com/tempat-budidaya-jamur-tiram.htm. diakses 10 Oktober 2018.
Sinaga, Meity Suradji. 2000. Jamur Merang dan Budidayanya. Jakarta : Penebar Swadaya.
Siswono. 2003. “Jamur untuk Anti Kolesterol”. Kompas, 30 agustus 2003.
Soenanto, Hardi. 2000. Jamur Tiram, Budidaya dan Peluang Usaha. Aneka Ilmu. Semarang.
Sunarmi, Y.I. dan Saparinto, C. 2010. Usaha 6 Jenis Jamur Skala Rumah Tangga. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suriawira, Unus. 2000. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu : Shitake, Kuping, Tiram. Jakarta : Penebar swadaya.
Sutarman. 2012. Keragaan dan produksi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)pada media serbuk gergaji dan ampas tebu bersuplemen dedak dan tepung jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (3).
28