BAB I
PENDAHULUAN
Selayang Pandang
Jika Bogor memiliki Kebun Raya Bogor sebagai objek ekowisata dan penelitian botani yang sudah tersohor, maka Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki Kebun Raya Massenrempulu Enrekang. Kebun raya seluas 300 Ha, ini terletak di Desa Batu Mila, Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Kebun Raya Massenrempulu Enrekang merupakan kebun raya dengantema Konservasi Tumbuhan Wallacea. Sebagai pusat konservasi tumbuhan dan penelitian, kebunraya ini memiliki ribuan koleksi jenis tanaman, sebagian diantaranya adalah tanaman endemik kawasan Wallacea (Sulawesi dan kabupaten sekitarnya).
Kebun Raya Massenrempulu Enrekang dibangun atas kerjasama Pemerintah Kabupaten Enrekang bersama dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dalam hal ini Kebun Raya Bogor. Pada tanggal 3 Desember 2005 telah ditandatangani MoU antara LIPI dan Pemerintah Daerah Kabupaten Enrekang. Pada Tanggal 14 Maret 2007 dilakukan Penanaman Perdana Koleksi Kebun Raya Massenrempulu Enrekang oleh Bapak Bupati Kabupaten Enrekang Ir. Haji Latinro Latunrung bersama dengan unsur Muspida Kabupaten Enrekang. Tanggal 14 Maret 2007 ditetapkan sebagai Hari Jadi Kebun Raya Massenrempulu Enrekang.
Kabupaten Enrekang dengan ibukota Enrekang terletak ± 235 Km sebelah utara Makassar. Batas wilayah kabupaten ini adalah sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja, sebelah timur dengan Kabupaten Luwu dan Sidrap, sebelah selatan dengan Kabupaten Sidrap dan sebelah barat dengan Kabupaten Pinrang.
MASSENREMPULU artinya daerah pinggiran gunung atau menyusur gunung, sedang sebutan Enrekang berasal dari ENDEG yang artinya NAIK DARI atau PANJAT merupakan asal mulanya sebutan ENDEKAN. Sedangkan versi lain mengatan bahwa kata ENREKANG berasal dari bahasa Bugis yang berarti daerah pengunungan.
Berikut peta dari Kebun Raya Massenrempulu Enrekang.
Latar Belakang
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914).[1] Dalam ekologi, makhluk hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan.
Ekologi yang paling umum dipelajari adalah ekologi tumbuhan dan ekologi hewan. Namun, yang akan dibahasa adalah ekologi tumbuhan. Tumbuhan ada yang ditemukan hidup secara bersama-sama atau berkoloni dan ada pula yang ditemukan hidup soliter atau sendiri-sendiri. Tumbuhan yang hidup soliter atau sendiri-sendiri lebih jarang ditemukan dibandingkan yang hidup secara berkoloni. Hal ini disebabkan karena secara umum tumbuhan hidup secara berkoloni. Tumbuhan yang membentuk suatu kesatuan yang menantinya membentuk suatu komunitas dalam suatu ekosistem.
Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
Berdasarkan dari penjelasan di atas, maka yang melatar belakangi dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui cara-cara untuk menentukan atau mengukur aspek-aspek dari parameter lingkungan, mengetahui cara menentukan kurva luas area/plot dan juga mengetahui jenis-jenis metode sampling yang digunakan untuk menganalisis vegetasi pada lapangan.
Tujuan
Tujuan diadakannya praktikum ini adalah :
Untuk mengetahui cara menentukan atau mengukur aspek-aspek dari parameter lingkungan.
Untuk mengetahui cara menentukan kurva luas area/plot.
Untuk mengetahui jenis-jenis metode sampling dalam menganalisis vegetasi.
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Sabtu, 06 Juni 2015
Pukul : 11.00 – 17.00 WITA
Tempat : Kebun Raya Massenrempulu Enrekang. Kab. Enrekang,
Provensi Sulawesi Selatan.
BAB II
TIJAUAN TEORITIS
Pengertian Ekologi
Secara harfiah, ekologi berasal dari dua kata yakni Oikos dan Logos. Oikos sendiri berarti rumah sedangkan logos berarti ilmu. Dengan demikian, ekologi bisa diaertikan sebagai sebuah ilmu yang mempelajari mahluk hidup dengan lingkungannya. Bagaimana dengan ekologi tumbuhan? Secara sederhana, ekologi tumbuhan diartikan sebagai sebuah ilmu yang fokus pada pembelajaran mengenai hubungan timbal dan balik antara tumbuhan dengan habitat tumbuhnya. Kajian pokok ekologi tumbuhan ini adalah melihat pengaruh tumbuhan terhadap lingkungan dan juga pengaruh lingkungan terhadap perkembangan tumbuhan tersebut (Mengenal Ekologi Tumbuhan 2013).
Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan (Ekologi 2015).
Selain ekologi hewan dan tumbuhan, ada pula ekologi hutan. Ekologi hutan adalah studi ilmiah mengenai keterkaitan antara pola, proses flora, fauna, dan ekosistem di dalam hutan. Ekosistem hutan adalah unit lahan tegakan pohon kayu yang terdiri semua tanaman, hewan, dan mikroorganisme (komponen biotik)yang berfungsi secara bersama-sama dengan komponen abiotik dari lingkungan. Ekologi hutan adalah salah satu cabang dari tipe studi ekologi yang berorientasi pada faktor biotik (berlawanan dengan klasifikasi ekologi yang berbasis tingkat organisasi atau kerumitannya, seperti ekologi populasi dan ekologi komunitas). Pohon seringkali menjadi fokus utama, namun bentuk kehidupan dan komponen lain seperti satwa liar dan nutrisi tanah dapat menjadi perhatian utama. Sehingga ekologi hutan merupakan cabang studi ekologi yang penting dan sangat beragam. Ekologi hutan memiliki kesamaan karakteristik dan pendekatan metdologi dengan ekologi tumbuhan darat. Hanya keberadaan tegakan pohon yang membedakannya dengan ekologi tumbuhan darat, karena pohon adalah karakteristik utama hutan (Ekologi Hutan 2014).
Dalam Mengenal Ekologi Tumbuhan (2013) mencantumkan secara umum, ada dua sudut pandang dalam mempelajari ekologi tumbuhan yakni Sinekologi atau ekologi komunitas dan juga Autekologi atau ekologi spesies.
Sinekologi
Disebut juga dengan ekologi komunitas dimana pokok kajian para ilmuan berada pada tingkat komunitas. Sinekologi tumbuhan ini juga bersinonim dengan Geobotani, Ilmu Ekologi Vegetasi, Fisiologi dan masih banyak lagi lainnya.
Autekologi
Merupakan sudut pandang ekologi tumbuhan dimana yang menjadi kajian utama adalah pola adaptasi dari spesies atau populasi tumbuhan dengan lingkungan sekitarnya. Adapun sub-divisi autekologi antara lain demakologi, ekologi populasi, demografi, ekologi fisiologi, ekofisiologi, juga genekologi. Contoh autekologi adalah studi mengenai jenis mikroza dan pengaruhnya terhadap perkembangan pinus dan masih banyak lagi lainnya. Selain mempelajari pengaruh, autekologi ini juga membaca pola-pola adaptasi pohon pinus dengan habitat atau lingkungan sekitarnya.
Komunitas atau komuniti, ialah kumpulan populasi (kumpulan individu dari spesies sama dan yang dapat interbreed serta fertil) berbagai spesies yang menghuni suatu daerah. Jadi komuniti itu terdiri dari segala jenis makhluk di daerah bersangkutan, mulai dari virus dan bakterinya, sampai pada pohon, kelabang, laba-laba, tikus, burung dan juga manusianya. Boleh juga diterjemahkan dengan masyarakat (Yatim 1994, 132).
Berbagai organism besar ataupun kecil yang hidup di suatu tempat tumbuh akan bergantung dalam suatu persekutuan yang disebut komunitas biotik. Semua komponen komunitas biotik terikat oleh adanya ketergantungan antara anggota-anggotanya sebagai suatu unit. Komunitas biotik ini terdiri atas kelompok-kelompok kecil yang anggota-anggotanya bergabung secara erat satu sama lain, sehingga masing-masing kelompok kecil ini menjadi lebih bersatu
(Indriyanto 2006, 73).
Secara genetika, individu-individu adalah anggota dari suatu populasi setempat dan secara ekologi mereka adalah anggota dari ekosistem. Bagian terbesar dari ekosistem terdiri dari kumpulan tumbuhan dan hewan yang bersama-sama membentuk suatu masyarakat tumbuhan dan hewan yang disebut komunitas. Suatu komunitas terdiri dari banyak jenis dengan berbagai macam fluktuasi populasi dan interaksi satu dengan yang lainnya. Komunitas terdiri dari berbagai organisme-organisme dan saling berhubungan pada suatu lingkungan tertentu. Atau dapat juga dikatakan bahwa komunitas adalah sekelompok makhluk-makhluk hidup dari berbagai macam jenis yang hidup bersama pada suatu daerah. Ringkasnya komunitas adalah seluruh populasi yang hidup bersama pada suatu daerah. Organisme yang hidup bersama ini disebut komunitas biotik
(Irwan 2003, 85).
Parameter Lingkungan
Tanah
Tanah merupakan sebuah badan yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan induk akibat aktivitas iklim dan organisme serta materi organik hasil proses dekomposisi yang mampu mendukung kehidupan. Komponen penyusun tanah terdiri dari partikel mineral, bahan organik, air dan udara. Pada ekosistem terestrial, tanah merupakan faktor lingkungan abiotik yang amat penting. Tanah merupakan substrat alami bagi tumbuhan, habitat bagi detrivora dan mikroba. Didalamnya mineral dan zat organik terkumpul. Akan tetapi hal tersebut tidak termanfaatkan bila kondisi fisika-kimia tanah diluar toleransi organisme yang ada didalamnya atau diatasnya. Faktor fisika-kimia tanah mempengaruhi sebaran organisme tanah baik secara vertikal (hewan tanah dan mikroba) maupun horizontal (vegetasi). Oleh karenanya dalam analisis elosistem terestrial dipandang perlu untuk mengumpulkan data fisika-kimia tanah (Renny Ambar 2012).
pH Tanah
pH tanah adalah faktor kimia tanah penting yang menggambarkan sifat asam atau basa tanah. Nilai pH tanah adalah nilai negatif logaritma dari aktivitas ion hidrogen tanah. Besarnya nilai pH tanah dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya jenis batuan induk, tipe vegetasi dan aktivitas pemupukan. pH tanah menentukan kelarutan unsur-unsur hara dalam larutan tanah, sehingga pH akan memengaruhi ketersediaan unsur-unsur hara bagi tumbuhan (Renny Ambar 2012).
Derajat pH dalam tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Jika tanah masam akan banyak ditemukan unsur alumunium (Al) yang selain meracuni tanaman juga mengikat phosphor sehingga tidak bisa diserap tanaman. Selain itu pada tanah masam juga terlalu banyak unsur mikro yang bisa meracuni tanaman. Sedangkan pada tanah basa banyak ditemukan unsur Na (Natrium) dan Mo (Molibdenum) (Wong Ganteng 2011).
Profil Tanah
Profil tanah merupakan gambaran tanah secara vertikal. Secara vertikal, tanah umumnya membentuk zona-zona yang disebut horison tanah. Profil tanah tersebut umumnya terdiri dari beberapa horison. Horison O terdiri dari materi organik segar atau belum terdekomposisi secara sempurna. Horison A atau topsoil mengandung materi organik yang tinggi bercampur dengan partikel mineral. Horison B adalah zona ‘penumpukan’ (illuvation zone); tempat terkumpulnya mineral dan humus akibat proses pencucian atau pelindian (leaching) dari horison A. Horison C berisi batuan induk (Renny Ambar 2012).
Kelembapan
Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan relatif. Alat untuk mengukur kelembapan disebut higrometer. Sebuah humidistat digunakan untuk mengatur tingkat kelembapan udara dalam sebuah bangunan dengan sebuah pengawalembap (dehumidifier). Dapat dianalogikan dengan sebuah termometer dan termostat untuk suhu udara. Perubahan tekanan sebagian uap air di udara berhubungan dengan perubahan suhu. Konsentrasi air di udara pada tingkat permukaan laut dapat mencapai 3% pada 30 °C (86 °F), dan tidak melebihi 0,5% pada 0 °C (32 °F) (Kelembapan 2014).
Suhu
Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut (Suhu 2015).
Suhu merupakan faktor fisika yang penting di semua sektor kehidupan di dunia. Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimiawi. Menurut hukum van’t Hoff kenaikan suhu 10°C melipatduakan kecepatan reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku. Misalnya saja proses metabolisme akan naik sampai puncaknya dengan kenaikan suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara keseluruhan. Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam suhu akan semakin rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena kurangnya intensitas matahari yang masuk kedalam perairan. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu air relatif konstan dan berkisar antara 2 – 4 °C (Bagus 2011).
Analisa Vegetasi
Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan (Swarnamo 2009, 15).
Ada dua fase dalam kajian vegetasi ini, yaitu mendiskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing menghasilkan berbagi konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih yang penting adalah harus disesuaikan dengan tujuan kajian, luas atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistimatik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Andrie 2011, 39).
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara untuk mempelajari susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui kompisisi spesies dan struktur komunitas (Tjitiosoepomi 2002, 77).
Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik (Swarnamo 2009, 16).
Kurva Spesies Area (KSA). Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur (Andre 2009, 40).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya (Dedy 2010, 119).
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Dedy 2010, 120).
Jika berbicara mengenai vegetasi, kita tidak bisa terlepas dari komponen penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah yang menjadi fokus dalam pengukuran vegetasi. Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :
Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.
Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1.5 m.
Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
Sedikit berbeda dengan inventarisasi hutan yang titik beratnya terletak pada komposisi jenis pohon. Perbedaan ini akan mempengaruhi cara sampling. Dari segi floristis-ekologis “random-sampling” hanya mungkin digunakan apabila langan dan vegetasinya homogen, misalnya padang rumput dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk keperluan penelitian ekologi hutan lebih tepat dipakai “systimatic sampling”, bahkan “purposive sampling” pun boleh digunakan pada keadaan tertentu (Swarnamo 2009, 28).
Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan . Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis jenis dengan perubahan faktor lingkungan (Simanung 2009, 90).
Dalam analisa vegetasi ini terdapat banyak ragam metode analisa diantaranya yaitu:
Dengan cara petak tunggal
Dengan cara petak berganda
Dengan cara jalur (Transek) dengan cara garis berpetak
Dengan cara-cara tanpa petak
Menurut Simanung (2009, 93-94) Ada dua macam metode yang umum digunakan :
Point-quarter
Yaitu metode yang penentuan titik-titik terlebih dahulu ditentukan disepanjanggaris transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat ditentukan secara acak atau sistematis. Masing-masing titik dianggap sebagai pusat dari arah kompas, sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada masing-masing kuadran inilah dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan satu pohon yang terdekat dengan pusat titik kuadran. Selain itu diukur pula jarak antara pohon terdekat dengan titik pusat kuadran
Wandering-quarter
Yaitu suatu metode dengan cara membuat suatu garis transek dan menetapkan titik sebagai titik awal pengukuran. Dengan menggunakan kompas ditentukan satu kuadran (sudut 90) yang berpusat pada titik awal tersebut dan membelah garis transek dengan dua sudut sama besar. Kemudian dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan danjarak satu pohon terdekat dengan titik pusat kuadran. Penarikan contoh sampling dengan metode-metode diatas umumnya digunakan pada penelitian-penelitian yang bersifat kuantitatif.
Metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Surasana 1990, 29).
Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya. Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membent Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungn dari sejarah dan pada fackor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem (Andrie 2011, 54 ).
Menurut Andre (2009, 30) Adapun parameter vegetasi yang diukur dilapangan secara langsung adalah :
Nama jenis (lokal atau botanis)
Jumlah individu setiap jenis untuk menghitung kerapatan
Penutupan tajuk untuk mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap lahan
Diameter batang untuk mengetahui luas bidang dasar dan berguna untuk menghitung volume pohon.
Tinggi pohon, baik tinggi total (TT) maupun tinggi bebas cabang (TBC), penting untuk mengetahui stratifikasi dan bersama diameter batang dapat diketahui ditaksir ukuran volume pohon.
Menurut Michel (1990, 100) Hasil pengukuran lapangan dilakukan dianalisis data untuk mengetahui kondisi kawasan yang diukur secara kuantitatif. Beberapa rumus yang penting diperhatikan dalam menghitung hasil analisa vegetasi, yaitu :
Kerapatan (Density)
Banyaknya (abudance) merupakan jumlah individu dari satu jenis pohon dan tumbuhanlain yang besarnya dapat ditaksir atau dihitung.Secara kualitatif kualitatif dibedakan menjadi jarang terdapat ,kadang-kadang terdapat,sering terdapat dan banyak sekali terdapat jumlah individu yang dinyatakan dalam persatuan ruang disebut kerapatan yang umunya dinyatakan sebagai jumlah individu,atau biosmas populasi persatuan areal atau volume,missal 200 pohon per Ha(Michel,1990).
Dominasi
Dominasi dapat diartikan sebagai penguasaan dari satu jenis terhadap jenis lain (bisa dalam hal ruang ,cahaya danlainnya),sehingga dominasi dapat dinyatakan dalam besaran:
Banyaknya Individu (abudance)dan kerapatan (density)
Persen penutupan (cover percentage) dan luas bidang dasar(LBD)/Basal area(BA)
Volume
Biomas
Indek nilai penting(importance value-IV)
Kesempatan ini besaran dominan yang digunakan adalh LBH dengan pertimbangan lebih mudah dan cepat,yaitu dengan melakukan pengukuran diameter pohon pada ketinggian setinggi dada (diameter breas heigt-dbh)
(Michel 1990, 110).
Frekuensi
Frekuensi merupakan ukuran dari uniformitas atau regularitas terdapatnya suatu jenis frekuensi memberikan gambaran bagimana pola penyebaran suatu jenis,apakah menyebar keseluruh kawasan atau kelompok.Hal ini menunjukan daya penyebaran dan adaptasinya terhadap lingkungan. Frekuensi digolongkan dalam lima kelas berdasarkan besarnya persentase, yaitu:
Kelas A dalam frekuensi 01 –20 %
Kelas B dalam frekuensi 21-40 %
Kelas C dalm frekuensi 41-60%
Kelas D dalam frekuensi 61-80 %
Kelas E dalam frekuensi 81-100%
Indek Nilai Penting (importance value Indeks)
Menurut Swarnamo (2009, 29) Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu :
Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda.
Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan.
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soerianegara petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak. Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Dombois dan E1lenberg pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu (Swarnamo 2009, 30)
Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan. Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis jenis dengan perubahan faktor lingkungan(Swarnamo 2009, 31).
Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan pada penggunaan analisis dengan metode kuadran (Swarnamo 2009, 33).
Ukuran permudaan yang digunakan dalam kegiatan analisis vegetasi hutan adalah sebagai berikut:
Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang dari 1,5 m.
Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
Pohon : Pohon berdiameter 10 cm atau lebih.
Tumbuhan bawah : Tumbuhan selain permudaan pohon, misal rumput, herba dan semak belukar.
Selanjutnya ukuran sub-petak untuk setiap tingkat permudaan adalah sebagai berikut:
Semai dan tumbuhan bawah : 2 x 2 m.
Pancang : 5 x 5 m.
Pohon : 10 x 10 m.
Kuadrat adalah daerah persegi dengan berbagai ukuran. Ukuran tersebut bervariasi dari 1 dm2 sampai 100 m2. Bentuk petak sampel dapat persegi, persegi panjang atau lingkaran(Swarnamo 2009, 34).
Menurut Swarnamo (2009, 69 ) Metode kuadrat juga ada beberapa jenis:
Liat quadrat: Spesies di luar petak sampel dicatat
Count/list count quadrat: Metode ini dikerjakan dengan menghitung jumlah spesies yang ada beberapa batang dari masing-masing spesies di dalam petak. Jadi merupakan suatu daftar spesies yang ada di daerah yang diselidiki.
Cover quadrat (basal area kuadrat): Penutupan relatif dicatat, jadi persentase tanah yag tertutup vegetasi. Metode ini digunakan untuk memperkirakan berapa area (penutupan relatif) yang diperlukan tiap-tiap spesies dan berapa total basal dari vegetasi di suatu daerah. Total basal dari vegetasi merupakan penjumlahan basal area dari beberapa jenis tanaman. Cara umum untuk mengetahui basal area pohon dapat dengan mengukur diameter pohon pada tinggi 1,375 meter (setinggi dada).
Chart quadrat: Penggambaran letak/bentuk tumbuhan disebut Pantograf. Metode ini ter-utama berguna dalam mereproduksi secara tepat tepi-tepi vegetasi dan menentukan letak tiap- tiap spesies yang vegetasinya tidak begitu rapat. Alat yang digunakan pantograf dan planimeter. Pantograf diperlengkapi dengan lengan pantograf. Planimeter merupakan alat yang dipakai dalam pantograf yaitu alat otomatis mencatat ukuran suatu luas bila batas-batasnya diikuti dengan jarumnya.
Menurut Indriyanto (2006, 82-84), ciri-ciri dan sebab terjadinya pola distribusi intern tersebut diuraikan sebagai berikut:
Distribusi acak
Distribusi acak terjadi apabila kondisi lingkungan seragam, tidak ada kompetisi yang kuat antarindividu anggota populasi, dan masing-masing individu tidak memiliki kecenderugan untuk memisahkan diri.
Distribusi seragam
Distribusi seragam terjadi apabila kondisi lingkungan cukup seragam diseluruh area dan ada kompetisi yang kuat antarindividu anggota populasi. Kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi akan mendorong terjadinya pembagian ruang yang sama. Heddy dkk memberikan contoh bahwa pada hutan yang lebat, maka pohon-pohon yang tinggi hampir mempunyai distribusi seragam. Pohon-pohon dominan di hutan demikian jaraknya teratur karena kompetisi yang sangat kuat untuk mendapatkan cahaya dan unsur hara.
Distribusi bergerombol
Distribusi bergerombol pada suatu populasi merupakan distribusi yang umum terjadi di alam, baik bagi tumbuhan maupun bagi binatang.
Ukuran besar kecilnya variabilitas dinyatakan dengan variasi (variation), yaitu besarnya simpangan dari nilai rata-rata. Terjadinya atau timbulnya variasi disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan dan faktor keturunan atau genetik.
Metode sampling yang dilakukan adalah metode transek garis dan petak contoh (Line Transect Plot). Pada masing-masing lokasi penelitian dibuat transek garis sebanyak tiga buah pada daerah sampling menggunakan tali rafia. Sepanjang garis transek dibuat plot-plot berukuran 10 x 10 m yang ditempatkan secara acak. Di dalam plot-plot 10 x 10 m dibuat subplot ukuran 5 x 5 m ilakukan identifikasi jenis yang ditemukan pada masing-masing plot. Pada plot 10 x 10 m dilakukan penghitungan jumlah spesies yang ditemukan. (Syafei 1990, 98).
Variasi struktur dan komposisi tumbuhan dalam suatu komunitas dipengaruhi antara lain oleh fenologi, dispersal, dan natalitas. Keberhasilannya menjadi individu baru dipengaruhi oleh vertilitas dan ekunditas yang berbeda setiap spesies sehingga terdapat perbedaan struktur dan komposisi masing-masing spesies (Kimmins 1987, 54).
Untuk mempelajari komposisi vegetasi dapat dilakukan dengan Metode Berpetak (Teknik sampling kuadrat : petak tunggal atau ganda, Metode Jalur, Metode Garis Berpetak) dan Metode Tanpa Petak (Metode Berpasangan Acak, Titik Pusat Kwadran, Metode Titik Sentuh, Metode Garis Sentuh, Metode Bitterlich) (Irwanto 2007, 64).
Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum, peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbondioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu (Indriyanto 2006, 9).
Dalam komunitas vegetasi, tumbuhan yang mempunyai hubungan di antara mereka, mungkin pohon, semak, rumput, lumut kerak dan Thallophyta. Tumbuh-tumbuhan ini lebih kurang menempati strata atau lapisan dari atas ke bawah secara horizontal yang disebut stratifikasi. Individu yang menempati lapisan yang berlainan menunjukkan perbedaan-perbedaan bentuk pertumbuhan, setiap lapisan komunitas kadang-kadang meliputi kelas-kelas morfologi individu yang berbeda (Indriyanto 2006, 10).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya. Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut (Marson 1991, )
Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Irwanto 2007, ).
Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) membagi struktur vegetasi menjadi lima berdasarkan tingkatannya, yaitu: fisiogonomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik, struktur tegakan. Struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu: 1. Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun vegetasi. 2. Sebaran, horisotal jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari suatu individu terhadap individu lain.3. Kelimpahan (abudance) setiap jenis dalam suatu komunitas.
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Irwanto 2007).
Setiap orgaisme hidupnya bergantung pada organisme lain. Organisme dan spesies yang berbeda saling mempengaruhi macam hubungan yang biasa kita kenal adalah hubungan antara organisme yang makan dan organisme yang dimakan. Vegetasi (latin:vegetare = menghidupkan, vegetation = dunia tumbuhan) yang terdapat didalamnya kebanyakan komunitas hutan, daun–daun, cabang–cabang di bagian–bagian lain di beberapa pohon, semak dll tumbuhan membentuk beberapa lapisan (Rahardjo 1980, 60).
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Rohman dkk 2001, 87).
Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan metode kwarter Jika suatu kuadran direduksi menjadi tanpa dimensi maka akan menjadi sebuah titik kecil. Berdasarkan hal tersebut terciptalah sebuah metode yng disebut sebagai metode titik yang meupakan variasi dari metode kuadrat. Metode titik sangat efektif untuk sampling pada vegetasi yang rendah, rapat dan membentuk anyaman yang tidak jelas batasnya antara satu dengan yang lainnya (Rohman dkk 2001, 95)
Jika suatu kuadrat direduksi menjadi tanpa dimensi, maka akan menjadi sebuah titik kecil. Berdasarkan hal tersebut terciptalah sebuah metode yang disebut dengan metode titik yang merupakan variasi dari metode kuadrat. Metode titik sangat efektif untuk sampling pada vegetasi yang rendah, rapat, dan membentuk anyaman yang tidak jelas batasnya antara satu dengan yang lainnya. Rangkaian alat yang lazim digunakan dalam metode ini terbuat dari kawat yang disusun dari frame diberi lobang dengan jarak lobang yang sama. Lobang tersebut merupakan jalan vertikal jarum tegak lurus dengan tanah. Frame diletakkan secara acak pada suatu tegakan. Jarum ditusukkan ke tanah pada tiap lobang, maka tumbuhan yang pertama kali tertusuk oleh jarum tersebut adalah individu yang menjadi sasaran percobaan. Kelemahan metode titik adalah tidak dapatnya densitas untuk diukur, sedangkan frekuensi yang diukur adalah frekuensi cover. Cara ini terbatas pada vegetasi rendah (Tim Dosen UIN 2009, 12).
Metode Titik Pusat Kuadran (Point Centered Quarteted Method). Berdasarkan hasil penelitian Cottam dan Curtis (1956), metode ini merupakan metode sampling tanpa petak contoh yang paling efisien karena pelaksanaannya di lapangan memerlukan waktu yang lebih sedikit, mudah, dan tidak memerlukan faktor koreksi dalam menduga kerapatan tumbuhan. Tetapi, dalam pelaksanaannya metode ini mempunyai dua macam keterbatasan, yaitu: setiap kuadran harus terdapat paling sedikit satu tumbuhan, dan setiap tumbuhan (seperti halnya pada random pair method) tidak boleh terhitung lebih dari satu kali (Sutamo 1997, 57).
Keanekaragaman tumbuhan
Kata “Keanekaragaman” menggambarkan keadaan bermacam-macam suatu benda, yang dapat terjadi karena akibat adanya perbedaan dalam hal ukuran, bentuk, tekstur, ataupun jumlah. Sedangkan kata “Hayati” menunjukkan sesuatu yang hidup. Jadi keanekaragaman hayati menggambarkan bermacam-macam makhluk hidup (organisme) penghuni biosfer (Nur 2013, 109).
Keanekaragaman hayati disebut juga “Biodiversitas”, keanekaragaman atau keberagaman dari makhluk hidup dapat terjadi karena adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan, dan sifat-sifat lainnya. Sedangkan keanekaragaman makhluk hidup dapat terlihat dengan adanya persamaan cirri antara makhluk hidup. Bagian terbesar dari sebuah ekosistem adalah kumpulan tetumbuhan dan binatang yang secara bersama-sama dan otomatis membentuk suatu masyarakat tumbuhan dan binatang yang dinamakan dengan komunitas. Komunitas terdiri atas berbagai organisme yang saling berhubungan pada suatu daerah tertentu. Kesatuan dari berbagai organisme itu biasa menjadi perwakilan dari suatu tipe komunitas ataupun ekosistem tertentu yang memiliki karakteristik tertentu, sehingga menjadi pembeda antara satu komunitas atau ekosistem dengan komunitas atau ekosistem yang lainnya
(Nur 2013, 109).
Pada awal abad XX, sesudah perang dunia pertama, penyelidik berkebangsaan Rusia, Vavilov dkk., mengadakan perjalanan ekspedisi ilmiah menjelajahi bagian dunia untuk mengetahui keberadaan keragaman tanaman, khususnya tanaman yang sudah diusahakan. Berdasarkan hasil ekspedisi tersebut, diadakan pemilahan tanaman berdasarkan letak geografis genetiknya, yang kemudian dikatakan sebagai pusat perkembangan kelompok tertentu atau pusat gen dari tanaman tersebut. Jadi, yang disebut sebagai pusat gen adalah suatu daerah atau wilayah tempat terdapatnya suatu jenis tanaman dalam kelompok besar dan secara genetik mempunyai kesamaan sifat (Mangoendidjojo 2003, 37-38).
Untuk tanaman yang sudah diusahakan, Vavilov mengelompokkan delapan pusat gen yang terletak antara - lintang. Antara pusat gen yang satu dan lainnya dipisahkan oleh pegunungan yang tinggi, padang rumput, padang pasir, dan lautan yang luas sehingga tanaman yang satu dan yang lainnya merupakan satu kesatuan sendiri dan terpisah dalam perkembangannya. Dinyatakan pula bahwa pada umumnya di tengah-tengah suatu pusat gen terdapat kelompok-kelompok tanaman dengan gen yang dominan. Sebaliknya, makin kepinggir akan dijumpai kelompok-kelompok tanaman dengan gen yang resesif. Hal ini di perkirakan terjadi karena adanya mutasi dan inbreeding. Akibatnya, tampak adanya pusat-pusat gen primer dan gen sekunder (Mangoendidjojo 2003, 38).
Pusat gen primer adalah suatu daerah yang sejak permulaan sudah terdapat keragaman. Bila suatu populasi tanaman diperhatikan dan dicermati, akan terlihat bahwa setiap individu anggota tanaman memiliki perbedaan antara tanaman yang satu dan tanaman lainnya berdasarkan sifat yang dimiliki. Keragaman sifat individu setiap populasi tanaman tersebut dinamakan variabilitas (Mangoendidjojo 2003, 29).
Individu-individu yang ada di dalam populasi mengalami penyebaran di dalam habitatnya mengikuti salah satu di antara tiga pola penyebaran yang disebut pola distribusi intern. Menurut Odum (1993), tiga pola distribusi yang dimaksudkan antara lain distribusi acak (random), distribusi seragam (uniform), dan distribusi bergerombol (clumped) (Indriyanto 2006, 82).
Menurut Indriyanto (2006, 82-84), ciri-ciri dan sebab terjadinya pola distribusi intern tersebut diuraikan sebagai berikut:
Distribusi acak
Distribusi acak terjadi apabila kondisi lingkungan seragam, tidak ada kompetisi yang kuat antarindividu anggota populasi, dan masing-masing individu tidak memiliki kecenderugan untuk memisahkan diri.
Distribusi seragam
Distribusi seragam terjadi apabila kondisi lingkungan cukup seragam diseluruh area dan ada kompetisi yang kuat antarindividu anggota populasi. Kompetisi yang kuat antar individu anggota populasi akan mendorong terjadinya pembagian ruang yang sama. Heddy dkk memberikan contoh bahwa pada hutan yang lebat, maka pohon-pohon yang tinggi hampir mempunyai distribusi seragam. Pohon-pohon dominan di hutan demikian jaraknya teratur karena kompetisi yang sangat kuat untuk mendapatkan cahaya dan unsur hara.
Distribusi bergerombol
Distribusi bergerombol pada suatu populasi merupakan distribusi yang umum terjadi di alam, baik bagi tumbuhan maupun bagi binatang.
Ukuran besar kecilnya variabilitas dinyatakan dengan variasi (variation), yaitu besarnya simpangan dari nilai rata-rata. Terjadinya atau timbulnya variasi disebabkan oleh adanya pengaruh lingkungan dan faktor keturunan atau genetik
Variasi yang timbul karena faktor lingkungan
Variasi yang terjadi karena adanya pengaruh lingkungan sering dikatakan sebagai non-heritable variation. Artinya, adanya variasi tersebut tidak diwariskan kepada keturunannya. Misalnya, sepuluh tanaman mangga yang berasal dari cangkokan sebuah pohon induk. Lima pohon ditanam tanpa pemupukan, sedangkan lima pohon lainnya diberi pupuk dan di pelihara dengan baik. Tanaman mangga yang tidak dipupuk tentu akan tampak kurang subur dibandingkan dengan tanaman mangga yang diberi pupuk. Bila dicermati lagi, antara pohon yang satu dengan yang lain akan tampak perbedaan-perbedaan karena faktor lingkungan setempat. Jadi, perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menentukan kenampakan akhir dari tanaman tersebut (Mangoendidjojo 2003, 30).
Variasi yang timbul karena faktor genetik
Variasi yang timbul karena faktor genetik dinamakan heritable variation, yakni variasi yang diwariskan kepada keturunannya. Bila ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang di tanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau perbedaan yang berasal dari genotipe individu anggota populasi. Variasi genetik dapat terjadi karena adanya percampuran material pemuliaan, rekombinasi genetik sebagai akibat adanya persilangan-persilangan, dan adanya mutasi ataupun poliploidisasi (Mangoendidjojo 2003, 30).
Variasi yang ditimbulkan ada yang langsung dapat dilihat, misalnya adanya perbedaan warna bunga, daun dan bentuk biji (ada yang berkerut ada yang tidak). Namun, ada pula variasi yang memerlukan pengamatan dengan pengukuran, misalnya tingkat produksi, jumlah anakan, tinggi tanaman dan/atau lainnya. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dibedakan adanya variasi sifat yang kualitatif dan kuantitatif (Mangoendidjojo 2003, 30).
Pewarisan sifat kepada keturunannya dapat merupakan sifat kualitatif atau kuantitatif. Pengelompokan berdasarkan sifat kualitatif lebih mudah karena sebarannya discrete atau tegas dan dapat dilakukan dengan melihat apa yang tampak. Untuk sifat kualitatif, karena sebarannya merupakan sebaran discrete, pengujian banyak dilakukan dengan menggunakan chi-squared test, sedangkan untuk sifat kuantitatif dilakukan dengan analisis varian dan modifikasinya (Mangoendidjojo 2003, 31).
BAB III
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat
Parameter Lingkungan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini sebagai berikut :
Termometer 5 buah
Soil meter 5 buah
Hygrometer 5 buah
Alat tulis 5 buah
Stopwach 5 unit
Pengambilan Data
Plot 1 x 1 meter 18 buah
Meteran 3 buah
Busur 1 buah
Mistar segitiga 1 buah
Leptop 6 unit
LCD 1 unit
Instalasi listrik 2 buah
Bahan
Parameter Lingkungan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini sebagai berikut :
Air secukupnya
Tanah secukupnya
Pengambilan Data
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini sebagai berikut :
Tali plastik secukupnya
Patok secukupnya
Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini sebagai berikut :
Pengukuran Parameter Lingkungan
pH Tanah
Menancapkan soil tester pada tanah yang ingin diukur derajat keasamannya (pH).
Menunggu beberapa menit hingga alat menunjukan angka derajat pH
Mencatat hasilnya dalam table pengamatan
Kelembaban
Menyediakan dua buah thermometer (skala 1-100), salah satu dari thermometer tersebut membalut pada bagian ujung pangkal dengan kapas secukupnya, kemudian mengikat dengan karet gelang.
Menggantungkan kedua termometer (satu basah dan satu kering pada tempat yang dipilih) sambil mengipas-ngipas selama kurang lebih 5 menit.
Melakukan pengamatan setiap selang waktu 10 menit sebanyak 4 kali pada setiap tempat yang dipilih (dalam ruangan, luar ruangan, tempat terbuka dan di bawah pohon).
Mencatat nilai dari hasil pembacaan pada kedua termometer (basah dan kering).
Dengan menggunakan Sling Psychrometer, menarik keluar termometer kering dan basah pada alat itu.
Memperhatikan sumbu yang menghubungkan antara tempat pembasahan dengan ujung termometer basah. Kalau tidak tersambung/terbalut, sambungkan pada ujung termometer basah.
Membasahi sumbu tersebut dengan air secukupnya, kemudian mendegayunkan alat tersebut dengan cara memutar-mutarnya di udara.
Melakukan pengamatan setiap 5 menit pada termometer basah dan kering (mencatat pada lembar kerja), menjumlah pengamatan sesuai dengan point no.4. Untuk pembacaan kelembaban relatifnya dapat mencocokkannya pada skala yang terdapat pada alat tersebut.
Mencatat hasil pada tabel.
Suhu
Mentempatkan atau mengantungkan termometer pada lokasi yang akan diukur suhunya.
Diamkan termometer selama kurang lebih 5 menit.
Mencatat hasil pada tabel pengamatan.
Pengambilan data
Setelah menentukan luas area sampling dengan teknik di atas, selanjutnya melakukan pengumpulan/pengambilan data dengan metode sampling di bawah ini:
LIT Random
Menyediakan meteran atau tali sepanjang kurang lebih 50 meter (atau sesuai petunjuk asisten).
Menentukan titik koordinat dengan cara acak
Memberikan tanda pada setiap jarak 5 meter pada meteran/tali.
Mencatat jenis, jumlah, dan panjang tutupan spesies yang tepat menyentuh tanda yang terdapat pada tali.
Menghitung kerapatan, frekuensi, dominansi, Indeks Nilai Penting, indeks Dominansi, dan indeks keanekaragaman.
Melakukan interpretasi data hasil perhitungan untuk menarik kesimpulan hasil pengamatan.
Line Plot Random
Menyediakan plot dengan ukuran yang telah ditetapkan (ex: 1x 1 meter) dan sebuah meteran/tali dengan panjang kurang lebih 50 meter (atau sesuai petunjuk asisten).
Menarik garis lurus dengan menggunakan meteran/tali pada tempat yang telah ditentukan.
Meletakkan plot setiap jarak 5 meter secara berselang seling disekitar meteran/tali tersebut.
Mengulangi metode ini hingga mendaptkan jumlah sampling plot sesuai jumlah yang telah ditetapkan sebelumnya.
Mencatat semua spesies dan jumlahnya yang masuk dalam plot tersebut dalam tabel data pengamatan.
Menghitung kerapatan, frekuesi, dominansi, Indeks Nilai Penting, Pola Penyebaran Populasi, indeks Dominansi, dan indeks keanekaragaman.
Melakukan interpretasi data hasil perhitungan untuk menarik kesimpulan hasil pengamatan.
LIT Purposed
Menyediakan meteran atau tali sepanjang kurang lebih 50 meter (atau sesuai petunjuk asisten).
Menentukan titik koordinat sesuai yang diinginkan.
Memberikan tanda pada setiap jarak 5 meter pada meteran/tali.
Mencatat jenis, jumlah, dan panjang tutupan spesies yang tepat menyentuh tanda yang terdapat pada tali.
Menghitung kerapatan, frekuensi, dominansi, Indeks Nilai Penting, indeks Dominansi, dan indeks keanekaragaman.
Melakukan interpretasi data hasil perhitungan untuk menarik kesimpulan hasil pengamatan.
Plot Random
Menyediakan plot dengan ukuran yang telah ditetapkan (ex: 1x 1 meter).
Melakukan sampling dengan cara menempatkan secara acak plot dengan banyak sampling yang telah ditentukan sebelumnya.
Mencatat semua spesies dan jumlahnya yang masuk dalam plot tersebut dalam tabel pengamatan.
Menghitung kerapatan, frekuesi, dominansi, Indeks Nilai Penting, Pola Penyebaran Populasi, indeks Dominansi, dan indeks keanekaragaman.
Melakukan interpretasi data hasil perhitungan untuk menarik kesimpulan hasil pengamatan.
Quadran
Menentukan terlebih dahulu titik sumbu awal yang kemudian di bagi atas 4 kuadran atau sektor.
Melakukan perhitungan jenis pohon, diameter pohon, jarak pohon dan tinggi pohon di setiap sektor pada pohon erdekat dari titik sumbu.
Menentukan titik sumbu berikutnya dengan cara merata-ratakan jarak pohon pada titik sumbu sebelumnya kemudian dikalikan dengan 2,5. Ini dimaksudkan untuk menjaga terulangnya suatu pohon terhitung kembali.
Menghitung kerapatan, frekuesi, dominansi, Indeks Nilai Penting, Pola Penyebaran Populasi, indeks Dominansi, dan indeks keanekaragaman.
Melakukan interpretasi data hasil perhitungan untuk menarik kesimpulan hasil pengamatan.
Plot purposed
Menyediakan plot dengan ukuran yang telah ditetapkan (ex: 1x 1 meter).
Melakukan sampling dengan cara menempatkan secara acak plot dengan banyak sampling yang telah ditentukan sebelumnya.
Mencatat semua spesies dan jumlahnya yang masuk dalam plot tersebut dalam tabel pengamatan.
Menghitung kerapatan, frekuesi, dominansi, Indeks Nilai Penting, Pola Penyebaran Populasi, indeks Dominansi, dan indeks keanekaragaman.
Melakukan interpretasi data hasil perhitungan untuk menarik kesimpulan hasil pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PENGAMATAN
Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan pada praktikum ini adalah :
Penentuan Kurva Luas Area
Ukuran Peta
Luas Petak
Jumlah Jenis
Penambahan Jenis
% Penambahan Jenis
1 x 1
1
12
0
0
1 x 2
2
16
4
4/12 x 100 = 33,3 %
2 x 2
4
18
2
2/16 x 100 = 12,5 %
2 x 4
8
24
6
6/18 x 100 = 33,3%
4 x 4
16
30
6
6/24 x 100 = 25%
4 x 8
32
34
4
4/30 x 100 = 13,3%
8 x 8
64
37
3
3/34 x 100 = 8,82%
Tabel Parameter Lingkungan
LIT Random
Waktu
Kelembaban
pH
Suhu (C)
1
75
6.5
27
2
75
3
83
4
75
Rata-rata
77,0
6.5
27
Line Plot Random
Waktu
Kelembaban
pH
Suhu (C)
1
92
6.5
29
2
92
28
3
84
29
4
80
32
rata-rata
87.0
6.5
29.5
LIT Purposed
Waktu
Kelembaban
pH
Suhu (C)
1
75
6,8
27
2
75
3
75
4
75
rata-rata
75
6,8
27
Waktu
Kelembapan
C
pH
suhu
dry
Wet
d-w
0 Menit
28
26
2
84
7
28
10 Menit
28.5
25
3.5
71
7
28
20 Menit
28
25.5
2.5
79
7
27
30 Menit
27.5
25.5
2
83
7
27
Plot Random
Quadran
No.
Suhu
pH Tanah
Termometer (˚C)
Hygrometer
Kelembaban (%)
Soiltester
Dry
Wet
1
27
28
27
91
5.5
2
27
28
27
91
6.2
3
28
28
27
91
5.2
4
30
28
27
91
6
Plot Purposed
WAKTU
PH
SUHU
KELEMBABAN
DRY
WET
0 MENIT
6
27
28
27
10 MENIT
27
28
27
20 MENIT
27
28
27
30 MENIT
28
29
28
Tabel Pengambilan data
Metode LIT Radom
No
cm
Nama Species
Panjang Individu
Cover area
1
9
Sporobolus poiretii
9
0.18
2
15
Zoysia matrella
6
0.12
3
18
Sporobolus poiretii
3
0.06
4
23
Zoysia matrella
5
0.1
5
50
Sporobolus poiretii
27
0.54
6
52
Zoysia matrella
2
0.04
7
64
Sporobolus poiretii
12
0.24
8
68
Reullia tuberoza
4
0.08
9
72
Sporobolus poiretii
4
0.08
10
74
Zoysia matrella
2
0.04
11
83
Reullia tuberoza
9
0.18
12
88
Sporobolus poiretii
5
0.1
13
93
Reullia tuberoza
5
0.1
14
117
Sporobolus poiretii
24
0.48
15
120
Reullia tuberoza
3
0.06
16
124
Sporobolus poiretii
4
0.08
17
126
Dead
2
0.04
18
130
Sporobolus poiretii
4
0.08
19
134
Reullia tuberoza
4
0.08
20
138
Sporobolus poiretii
4
0.08
21
145
Dead
7
0.14
22
148
Sphaeranthus africanus
3
0.06
23
152
Sporobolus poiretii
4
0.08
24
156
Sphaeranthus africanus
4
0.08
25
159
Soil
3
0.06
26
162
Laportea interrupta
3
0.06
27
164
Sporobolus poiretii
2
0.04
28
166
Soil
2
0.04
29
173
Dead
7
0.14
30
185
Soil
12
0.24
31
187
Sphaeranthus africanus
2
0.04
32
189
Dead
2
0.04
33
197
Sphaeranthus africanus
8
0.16
34
205
Sporobolus poiretii
8
0.16
35
208
Chromolaena odorata
3
0.06
36
221
Sporobolus poiretii
13
0.26
37
232
Zoysia matrella
11
0.22
38
240
Sporobolus poiretii
8
0.16
39
252
Laportea interrupta
12
0.24
40
264
Sporobolus poiretii
12
0.24
41
281
Laportea interrupta
17
0.34
42
300
Dead
19
0.38
43
305
Sporobolus poiretii
5
0.1
44
320
Zoysia matrella
15
0.3
45
323
Sporobolus poiretii
3
0.06
46
330
Dead
7
0.14
47
333
Sporobolus poiretii
3
0.06
48
354
Reullia tuberoza
21
0.42
49
380
Sporobolus poiretii
26
0.52
50
400
Chromolaena odorata
20
0.4
51
428
Sporobolus poiretii
28
0.56
52
440
Reullia tuberoza
12
0.24
53
483
Sporobolus poiretii
43
0.86
54
487
Andropogon sorghum
4
0.08
55
492
Sporobolus poiretii
5
0.1
56
498
Chromolaena odorata
6
0.12
57
504
Sporobolus poiretii
6
0.12
58
524
Lygodium scandens
20
0.4
59
543
Sporobolus poiretii
19
0.38
60
550
Andropogon sorghum
7
0.14
61
557
Aksonakus compresum
7
0.14
62
565
Chromolaena odorata
8
0.16
63
568
Sporobolus poiretii
3
0.06
64
600
Chromolaena odorata
32
0.64
65
614
Aksonakus compresum
14
0.28
66
621
Chromolaena odorata
7
0.14
67
690
Sporobolus poiretii
69
1.38
68
692
Chromolaena odorata
2
0.04
69
723
Sporobolus poiretii
31
0.62
70
729
Reullia tuberoza
6
0.12
71
744
Andropogon sorghum
15
0.3
72
760
Sporobolus poiretii
16
0.32
73
761
Reullia tuberoza
1
0.02
74
780
Sporobolus poiretii
19
0.38
75
786
Reullia tuberoza
6
0.12
76
795
Unknown
9
0.18
77
808
Sporobolus poiretii
13
0.26
78
818
Unknown
10
0.2
79
823
Sporobolus poiretii
5
0.1
80
836
Unknown
13
0.26
81
839
Sporobolus poiretii
3
0.06
82
900
Chromolaena odorata
61
1.22
83
920
Sporobolus poiretii
20
0.4
84
935
Lygodium scandens
15
0.3
85
940
Sporobolus poiretii
5
0.1
86
945
Andropogon sorghum
5
0.1
87
965
Sporobolus poiretii
20
0.4
88
975
Flemengia Sp
10
0.2
89
980
Andropogon sorghum
5
0.1
90
1000
Sporobolus poiretii
20
0.4
91
1010
Reullia tuberoza
10
0.2
92
1020
Chromolaena odorata
10
0.2
93
1100
Sporobolus poiretii
80
1.6
94
1120
Zoysia matrella
20
0.4
95
1142
Impatiens platypetala
22
0.44
96
1155
Zoysia matrella
13
0.26
97
1162
Reullia tuberoza
7
0.14
98
1184
Zoysia matrella
22
0.44
99
1191
Reullia tuberoza
7
0.14
100
1248
Zoysia matrella
57
1.14
101
1256
Reullia tuberoza
8
0.16
102
1265
Vitex negundo
9
0.18
103
1276
Zoysia matrella
11
0.22
104
1281
Hydrocotyle sibthorpioides
5
0.1
105
1300
Zoysia matrella
19
0.38
106
1308
Zoysia matrella
8
0.16
107
1312
Dead
4
0.08
108
1349
Zoysia matrella
37
0.74
109
1352
Andropogon sorghum
3
0.06
110
1375
Zoysia matrella
23
0.46
111
1380
Reullia tuberoza
5
0.1
112
1388
Zoysia matrella
8
0.16
113
1392
Flemengia Sp
4
0.08
114
1443
Zoysia matrella
51
1.02
115
1464
Zoysia matrella
21
0.42
116
1467
Reullia tuberoza
3
0.06
117
1495
Zoysia matrella
28
0.56
118
1500
Reullia tuberoza
5
0.1
119
1505
Reullia tuberoza
5
0.1
120
1510
Sporobolus poiretii
5
0.1
121
1524
Reullia tuberoza
14
0.28
122
1531
Sporobolus poiretii
7
0.14
123
1532
Reullia tuberoza
1
0.02
124
1542
Sporobolus poiretii
10
0.2
125
1555
Chromolaena odorata
13
0.26
126
1585
Sporobolus poiretii
30
0.6
127
1591
Andropogon sorghum
6
0.12
128
1615
Sporobolus poiretii
24
0.48
129
1627
Andropogon sorghum
12
0.24
130
1652
Sporobolus poiretii
25
0.5
131
1656
Chromolaena odorata
4
0.08
132
1670
Sporobolus poiretii
14
0.28
133
1690
Andropogon sorghum
20
0.4
134
1700
Sporobolus poiretii
10
0.2
135
1708
Unknown
8
0.16
136
1720
Sporobolus poiretii
12
0.24
137
1725
Unknown
5
0.1
138
1726
Filanthus niruri
1
0.02
139
1740
Sporobolus poiretii
14
0.28
140
1770
Andropogon sorghum
30
0.6
141
1772
Sporobolus poiretii
2
0.04
142
1800
Andropogon sorghum
28
0.56
143
1807
Chromolaena odorata
7
0.14
144
1810
Sporobolus poiretii
3
0.06
145
1835
Chromolaena odorata
25
0.5
146
1847
Andropogon sorghum
12
0.24
147
1855
Sporobolus poiretii
8
0.16
148
1865
Reullia tuberoza
10
0.2
149
1870
Sporobolus poiretii
5
0.1
150
1900
Reullia tuberoza
30
0.6
151
1913
Sporobolus poiretii
13
0.26
152
1930
Chromolaena odorata
17
0.34
153
1934
Sporobolus poiretii
4
0.08
154
1950
Chromolaena odorata
16
0.32
155
1978
Sporobolus poiretii
28
0.56
156
1982
Reullia tuberoza
4
0.08
157
1997
Sporobolus poiretii
15
0.3
158
2010
Andropogon sorghum
13
0.26
159
2017
Reullia tuberoza
7
0.14
160
2044
Sporobolus poiretii
27
0.54
161
2050
Filanthus niruri
6
0.12
162
2054
Sporobolus poiretii
4
0.08
163
2058
Reullia tuberoza
4
0.08
164
2061
Sporobolus poiretii
3
0.06
165
2065
Filanthus niruri
4
0.08
166
2075
Sporobolus poiretii
10
0.2
167
2080
Filanthus niruri
5
0.1
168
2082
Dead
2
0.04
169
2089
Filanthus niruri
7
0.14
170
2096
Sporobolus poiretii
7
0.14
171
2100
Lygodium scandens
4
0.08
172
2110
Sporobolus poiretii
10
0.2
173
2120
Lygodium scandens
10
0.2
174
2140
Chromolaena odorata
20
0.4
175
2170
Sporobolus poiretii
30
0.6
176
2180
Lygodium scandens
10
0.2
177
2217
Sporobolus poiretii
37
0.74
178
2229
Zoysia matrella
12
0.24
179
2300
Reullia tuberoza
71
1.42
180
2313
Boerhavia erecta
13
0.26
181
2330
Sporobolus poiretii
17
0.34
182
2338
Reullia tuberoza
8
0.16
183
2355
Sporobolus poiretii
17
0.34
184
2360
Dead
5
0.1
185
2373
Sporobolus poiretii
13
0.26
186
2380
Reullia tuberoza
7
0.14
187
2455
Sporobolus poiretii
75
1.5
188
2467
Phyllantus niruri
12
0.24
189
2500
Sporobolus poiretii
33
0.66
190
2560
Zoysia matrella
60
1.2
191
2570
Andropogon sorghum
10
0.2
192
2600
Zoysia matrella
30
0.6
193
2640
Sporobolus poiretii
40
0.8
194
2647
Dead
7
0.14
195
2690
Soil
43
0.86
196
2738
Sporobolus poiretii
48
0.96
197
2800
Sporobolus poiretii
62
1.24
198
2805
Zoysia matrella
5
0.1
199
2817
Chromolaena odorata
12
0.24
200
2830
Reullia tuberoza
13
0.26
201
2863
Zoysia matrella
33
0.66
202
2920
Reullia tuberoza
57
1.14
203
2938
Chromolaena odorata
18
0.36
204
2990
Reullia tuberoza
52
1.04
205
3000
Chromolaena odorata
10
0.2
206
3020
Chromolaena odorata
20
0.4
207
3040
Leersia hexandra
20
0.4
208
3045
Andropogon sorghum
5
0.1
209
3060
Leersia hexandra
15
0.3
210
3080
Andropogon sorghum
20
0.4
211
3097
Leersia hexandra
17
0.34
212
3160
Chromolaena odorata
63
1.26
213
3175
Leersia hexandra
15
0.3
214
3183
Phyllantus niruri
8
0.16
215
3250
Leersia hexandra
67
1.34
216
3275
Chromolaena odorata
25
0.5
217
3300
Reullia tuberoza
25
0.5
218
3343
Leersia hexandra
43
0.86
219
3354
Andropogon sorghum
11
0.22
220
3383
Leersia hexandra
29
0.58
221
3394
Reullia tuberoza
11
0.22
222
3420
Leersia hexandra
26
0.52
223
3442
Andropogon sorghum
22
0.44
224
3450
Reullia tuberoza
8
0.16
225
3483
Leersia hexandra
33
0.66
226
3494
Andropogon sorghum
11
0.22
227
3500
Leersia hexandra
6
0.12
228
3530
Leersia hexandra
30
0.6
229
3545
Phyllantus niruri
15
0.3
230
3555
Leersia hexandra
10
0.2
231
3556
Chiporus rotundus
1
0.02
232
3560
Leersia hexandra
4
0.08
233
3565
Imperata cilindrica
5
0.1
234
3613
Leersia hexandra
48
0.96
235
3624
Reullia tuberoza
11
0.22
236
3642
Imperata cilindrica
18
0.36
237
3652
Andropogon sorghum
10
0.2
238
3659
Imperata cilindrica
7
0.14
239
3675
Andropogon sorghum
16
0.32
240
3677
Imperata cilindrica
2
0.04
241
3685
Leersia hexandra
8
0.16
242
3693
Imperata cilindrica
8
0.16
243
3746
Leersia hexandra
53
1.06
244
3756
Imperata cilindrica
10
0.2
245
3790
Reullia tuberoza
34
0.68
246
3810
Leersia hexandra
20
0.4
247
3826
Acasia alata
16
0.32
248
3900
Leersia hexandra
74
1.48
249
3939
Sporobolus poiretii
39
0.78
250
3942
Flemengia Sp
3
0.06
251
3983
Sporobolus poiretii
41
0.82
252
4000
Andropogon sorghum
17
0.34
253
4045
Flemengia Sp
45
0.9
254
4124
Sporobolus poiretii
79
1.58
255
4126
Flemengia Sp
2
0.04
256
4200
Sporobolus poiretii
74
1.48
257
4275
Vitex negundo
75
1.5
258
4305
Sporobolus poiretii
30
0.6
259
4310
Lygodium scandens
5
0.1
260
4410
Aksonakus compresum
100
2
261
4480
Sporobolus poiretii
70
1.4
262
4500
Soil
20
0.4
263
4510
Flemengia Sp
10
0.2
264
4540
Sporobolus poiretii
30
0.6
265
4545
Laportea interrupta
5
0.1
266
4580
Sporobolus poiretii
35
0.7
267
4583
Laportea interrupta
3
0.06
268
4610
Sporobolus poiretii
27
0.54
269
4616
Reullia tuberoza
6
0.12
270
4670
Sporobolus poiretii
54
1.08
271
4675
Reullia tuberoza
5
0.1
272
4710
Sporobolus poiretii
35
0.7
273
4715
Reullia tuberoza
5
0.1
274
4740
Sporobolus poiretii
25
0.5
275
4745
Reullia tuberoza
5
0.1
276
4748
Spathoglotti splicata
3
0.06
277
4753
Sporobolus poiretii
5
0.1
278
4765
Reullia tuberoza
12
0.24
279
4770
Sporobolus poiretii
5
0.1
280
4772
Spathoglotti splicata
2
0.04
281
4790
Sporobolus poiretii
18
0.36
282
4795
Reullia tuberoza
5
0.1
283
4805
Sporobolus poiretii
10
0.2
284
4810
Reullia tuberoza
5
0.1
285
4812
Sporobolus poiretii
2
0.04
286
4817
Dead
5
0.1
287
4895
Sporobolus poiretii
78
1.56
288
4902
Reullia tuberoza
7
0.14
289
4925
Sporobolus poiretii
23
0.46
290
4950
Reullia tuberoza
25
0.5
291
5000
Sporobolus poiretii
50
1
Jumlah
5000
100
Line Plot Random
Plot
Nama Spesies
Melastoma
Lahuna (daerah)
Spesies 1
Spesies 2
Spesies 3
Spesies 4
Spesies 5
Spesies 6
Spesies 7
1
1
4
1
1
1
4
1
1
7
2
2
0
0
0
0
0
1
1
0
3
1
0
0
1
0
0
1
0
6
4
0
0
0
0
0
0
1
0
4
5
4
3
0
0
0
1
1
0
0
6
1
2
0
0
0
1
1
0
0
7
3
4
0
0
0
2
7
0
0
8
0
0
0
0
0
1
1
0
0
9
4
1
0
0
0
0
0
0
0
10
0
0
0
0
0
1
1
0
0
11
0
0
0
0
0
0
7
0
0
12
0
0
0
0
0
0
4
7
0
13
0
6
0
0
3
0
0
0
3
14
0
0
0
0
0
2
1
0
0
15
0
0
0
0
0
2
1
0
0
16
1
1
0
0
0
3
3
11
0
17
0
0
0
0
0
2
7
0
0
18
8
6
0
0
0
0
3
0
0
19
3
0
0
0
0
0
13
0
6
20
0
2
0
0
0
1
0
0
7
21
0
0
0
0
0
2
3
0
0
22
0
0
0
0
0
0
5
0
7
23
0
0
0
0
0
0
0
0
7
24
2
0
0
0
0
0
0
0
11
TOTAL
30
29
1
2
4
22
62
20
58
Plot
Nama Spesies
Spesies 8
Spesies 9
Spesies 10
Spesies 11
Spesies 12
Spesies 13
Spesies 14
Spesies 15
Spesies 16
1
1
8
0
43
1
0
0
0
0
2
2
1
2
2
0
1
0
0
0
3
0
0
0
0
4
1
30
1
1
4
1
0
0
0
31
0
2
0
0
5
0
0
0
13
0
2
18
0
0
6
0
0
0
10
0
0
0
0
0
7
0
0
0
9
0
0
0
0
0
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
0
0
0
0
1
0
0
0
0
10
0
1
0
0
0
0
0
0
0
11
0
0
0
0
0
0
2
0
0
12
3
0
0
0
0
0
3
0
0
13
0
0
0
0
0
0
0
0
0
14
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15
0
0
0
0
2
0
3
0
0
16
0
0
0
0
7
0
0
0
0
17
0
0
0
0
0
0
0
0
0
18
0
0
0
0
0
0
0
0
0
19
0
0
0
0
0
1
0
0
0
20
0
0
0
0
0
0
0
0
0
21
0
0
0
0
0
0
2
0
0
22
0
0
0
1
0
0
2
0
0
23
0
0
0
11
0
0
15
0
0
24
0
0
0
0
0
0
32
0
0
TOTAL
7
10
2
89
46
5
109
1
1
Plot
Nama Spesies
Spesies 17
Spesies 18
Spesies 19
Spesies 20
Spesies 21
Spesies 22
Spesies 23
Spesies 24
Spesies 25
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
1
1
3
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
1
1
2
1
0
0
6
0
0
0
1
0
0
0
1
0
7
0
0
0
0
0
0
0
0
1
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
11
0
0
0
1
0
0
0
0
0
12
0
0
0
0
0
0
0
0
0
13
8
0
0
0
0
0
0
0
0
14
3
0
0
0
0
0
0
0
0
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0
16
0
0
0
0
0
0
0
0
0
17
0
0
0
0
0
0
0
0
0
18
0
0
0
0
0
0
0
0
0
19
0
0
0
0
0
0
0
0
0
20
0
0
4
0
0
0
0
0
0
21
0
0
0
0
0
0
0
0
0
22
0
0
0
0
0
2
0
0
0
23
0
0
0
0
0
0
0
0
0
24
0
0
0
0
0
0
0
0
0
TOTAL
12
1
7
3
1
4
1
1
1
Plot
Nama Spesies
Spesies 26
Spesies 27
Spesies 28
Spesies 29
Spesies 30
Spesies 31
1
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
6
0
0
0
0
0
0
7
0
0
0
0
0
0
8
3
2
1
0
0
0
9
0
0
0
2
0
0
10
0
0
2
0
0
0
11
0
0
0
0
1
0
12
0
0
0
0
0
0
13
0
0
0
0
0
0
14
0
0
0
0
0
0
15
0
0
0
0
0
0
16
0
0
0
0
0
0
17
0
0
0
0
0
0
18
0
0
0
0
0
0
19
0
0
0
0
0
0
20
0
1
0
0
0
0
21
0
0
0
0
3
0
22
0
0
0
0
0
0
23
0
0
0
0
0
4
24
0
0
0
0
0
0
TOTAL
3
3
3
2
4
4
LIT Purposed
No.
Rentang
Jenis
Panjang Jenis
1
25
Lercia hexandra
25
2
30
Andropagon sargum
5
3
100
Reulia tuberosa
70
4
150
Lercia hexandra
50
5
170
Reulia tuberosa
20
6
180
cloromorena morata
10
7
200
Lercia hexandra
20
8
208
Reulia tuberosa
8
9
212
Lercia hexandra
4
10
216
Reulia tuberosa
4
11
220
Lercia hexandra
4
12
235
Reulia tuberosa
15
13
305
Lercia hexandra
70
14
313
Reulia tuberosa
8
15
330
Lercia hexandra
17
16
340
Reulia tuberosa
10
17
364
Lercia hexandra
24
18
369
Andropagon sargum
5
19
426
cloromorena morata
57
20
433
Lercia hexandra
7
21
440
Reulia tuberosa
7
22
447
Andropagon sargum
7
23
451
Lercia hexandra
4
24
455
Fila nodiflora
4
25
460
Andropagon sargum
5
26
463
cloromorena morata
3
27
468
Lercia hexandra
5
28
478
cloromorena morata
10
29
510
Reulia tuberosa
32
30
520
Lercia hexandra
10
31
545
Reulia tuberosa
25
32
560
Andropagon sargum
15
33
570
Lercia hexandra
10
34
600
Andropagon sargum
30
35
607
Andropagon sargum
7
36
614
Reulia tuberosa
7
37
628
Andropagon sargum
14
38
649
Reulia tuberosa
21
39
657
Andropagon sargum
8
40
667
Reulia tuberosa
10
41
702
Andropagon sargum
35
42
711
Sporobulus poifectis
9
43
726
Andropagon sargum
15
44
730
Sporobulus poifectis
4
45
749
Andropagon sargum
19
46
761
Sporobulus poifectis
12
47
789
Andropagon sargum
28
48
800
Sporobulus poifectis
11
49
810
Andropagon sargum
10
50
820
Lercia hexandra
10
51
905
Andropagon sargum
85
52
906
Imperata clindria
1
53
913
Andropagon sargum
7
54
917
Imperata clindria
4
55
943
Andropagon sargum
26
56
950
Lercia hexandra
7
57
1000
Imperata clindria
50
58
1006
Imperata clindria
6
59
1020
Eragratis ambilis
14
60
1056
Lercia hexandra
36
61
1070
Andropagon sargum
14
62
1178
Lercia hexandra
108
63
1210
Andropagon sargum
32
64
1237
Lercia hexandra
27
65
1250
Andropagon sargum
13
66
1260
Lercia hexandra
10
67
1277
Andropagon sargum
17
68
1290
Lercia hexandra
13
69
1334
Lercia hexandra
44
70
1340
Andropagon sargum
6
71
1370
Lercia hexandra
30
72
1385
Lercia hexandra
15
73
1400
Andropagon sargum
15
74
1455
Lercia hexandra
55
75
1492
Andropagon sargum
37
76
1500
Lercia hexandra
8
77
1510
Andropagon sargum
10
78
1540
Lercia hexandra
30
79
1560
Imperata clindria
20
80
1570
Quisqualis indica
10
81
1600
Lercia hexandra
30
82
1697
lercia hexandra
97
83
1710
Flamindia sp
13
84
1731
Andropagon sargum
21
85
1773
lercia hexandra
42
86
1800
sporobulus poifectis
27
87
1802
lercia hexandra
2
88
1803
Imperata clindria
1
89
1804
lercia hexandra
1
90
1806
pogonatherum paniceum
2
91
1807
lercia hexandra
1
92
1808
pogonatherum paniceum
1
93
1823
Andropagon sargum
15
94
1827
lercia hexandra
4
95
1829
Flamindia sp
2
96
1847
lercia hexandra
18
97
1852
Andropagon sargum
5
98
1863
lercia hexandra
11
99
1866
pogonatherum paniceum
3
100
1869
lercia hexandra
3
101
1872
Flamindia sp
3
102
1875
lercia hexandra
3
103
1878
pogonatherum paniceum
3
104
1883
Andropagon sargum
5
105
1889
Pharagmites karka
6
106
1899
pogonatherum paniceum
10
107
1905
Pharagmites karka
6
108
1920
pogonatherum paniceum
15
109
1924
sissus discolur
4
110
1954
pogonatherum paniceum
30
111
1965
lercia hexandra
11
112
1971
pogonatherum paniceum
6
113
1978
lercia hexandra
7
114
1996
pogonatherum paniceum
18
115
2000
lercia hexandra
4
116
2003
Sporobulus poifectis
3
117
2007
Flamindia sp
4
118
2053
Sporobulus poifectis
46
119
2085
Imperata clindria
32
120
2113
Sporobulus poifectis
28
121
2140
Fila nodiflora
27
122
2175
Sporobulus poifectis
35
123
2188
axonopas cumpisus
13
124
2200
Fila nodiflora
12
125
2220
Sporobulus poifectis
20
126
2245
Flamindia sp
25
127
2302
Sporobulus poifectis
57
128
2307
Mimosa pudica
5
129
2330
Sporobulus poifectis
23
130
2342
reulia tuberosa
12
131
2357
lercia hexandra
15
132
2384
Sporobulus poifectis
27
133
2400
Fila nodiflora
16
134
2408
Lercia hexandra
8
135
2420
Gloriosa superba
12
136
2428
Lercia hexandra
8
137
2431
Gloriosa superba
3
138
2449
Lercia hexandra
18
139
2464
Gloriosa superba
15
140
2565
Lercia hexandra
101
141
2585
cromotaena adrata
20
142
2600
Lercia hexandra
15
143
2610
Lercia hexandra
10
144
2625
reulia tuberosa
15
145
2648
Lercia hexandra
23
146
2675
Sida rombifolia
27
147
2700
Lercia hexandra
25
148
2715
cromotaena adrata
15
149
2750
Lercia hexandra
35
150
2780
Lercia hexandra
30
151
2800
reulia tuberosa
20
152
2810
Sida rombifolia
10
153
2860
Lygodium scendes
50
154
2928
reulia tuberosa
68
155
2978
Andropagon sargum
50
156
3000
reulia tuberosa
22
157
3025
Lercia hexandra
25
158
3040
Andropagon sargum
15
159
3060
Lercia hexandra
20
160
3080
Andropagon sargum
20
161
3170
Lercia hexandra
90
162
3200
Andropagon sargum
30
163
3215
Andropagon sargum
15
164
3220
Imperata clindria
5
165
3236
Andropagon sargum
16
166
3238
Lercia hexandra
2
167
3243
Imperata clindria
5
168
3263
Lercia hexandra
20
169
3285
Imperata clindria
22
170
3300
Lercia hexandra
15
171
3345
cromolaena udorata
45
172
3355
Pilantus miduri
10
173
3400
Imperata clindria
45
174
3436
Lercia hexandra
36
175
3450
Imperata clindria
14
176
3490
Lercia hexandra
40
177
3500
reulia tuberosa
10
178
3513
Lercia hexandra
13
179
3519
Imperata clindria
6
180
3526
reulia tuberosa
7
181
3530
Lercia hexandra
4
182
3532
Imperata clindria
2
183
3537
Lercia hexandra
5
184
3540
Imperata clindria
3
185
3550
Lercia hexandra
10
186
3552
Imperata clindria
2
187
3555
Lercia hexandra
3
188
3570
Imperata clindria
15
189
3590
cromolaena udorata
20
190
3597
Lercia hexandra
7
191
3640
Imperata clindria
43
192
3650
cromolaena udorata
10
193
3700
Imperata clindria
50
194
3724
Lercia hexandra
24
195
3750
cromolaena udorata
26
196
3800
Lercia hexandra
50
197
3810
Lercia hexandra
10
198
3826
Fila nodiflora
16
199
3839
Lercia hexandra
13
200
3857
cromotaena adrata
18
201
3900
Lercia hexandra
43
202
3915
Andropagon sargum
15
203
3940
Sporobulus poifectis
25
204
3955
Andropagon sargum
15
205
3970
Lercia hexandra
15
206
4000
cromolaena udorata
30
207
4020
Fila nodiflora
20
208
4057
Sporobulus poifectis
37
209
4070
Andropagon sargum
13
210
4100
Lercia hexandra
30
211
4130
Lercia hexandra
30
212
4200
cromolaena udorata
70
213
4230
cromolaena udorata
30
214
4300
Lercia hexandra
70
215
4320
cromolaena udorata
20
216
4350
Lercia hexandra
30
217
4370
Andropagon sargum
20
218
4400
Lercia hexandra
30
219
4404
Sporobulus poifectis
4
220
4412
Andropagon sargum
8
221
4422
Sporobulus poifectis
10
222
4440
Andropagon sargum
18
223
4500
Imperata clindria
60
224
4510
cromolaena udorata
10
225
4530
Imperata clindria
20
226
4578
cromolaena udorata
48
227
4600
Imperata clindria
22
228
4665
cromolaena udorata
65
229
4696
Mimosa pudica
31
230
4730
reulia tuberosa
34
231
4747
Mimosa pudica
17
232
4760
reulia tuberosa
13
233
4815
Mimosa pudica
55
234
4842
reulia tuberosa
27
235
4856
Mimosa pudica
14
236
4950
reulia tuberosa
94
237
4953
Sporobulus poifectis
3
238
4970
reulia tuberosa
17
239
5000
cromolaena udorata
30
Plot Random
PLOT
SPESIES
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
1
14
1
102
2
8
7
1
1
0
0
0
0
0
0
2
16
1
87
5
5
0
10
0
2
5
1
0
0
0
3
40
3
73
0
0
0
11
0
1
0
0
1
1
1
4
17
0
11
0
0
0
2
0
0
1
20
0
0
3
5
40
0
21
3
0
0
0
0
0
0
34
0
2
1
6
27
0
0
0
2
0
10
0
0
0
7
0
0
0
7
50
1
10
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
8
62
0
0
0
3
0
1
0
0
1
0
0
0
0
9
38
6
0
5
0
0
18
0
0
0
0
0
0
0
10
29
0
0
3
7
0
0
0
0
11
0
0
0
0
11
25
0
0
0
0
0
17
0
0
0
0
2
0
0
12
73
0
30
0
0
0
48
0
0
0
0
0
0
0
13
70
0
0
0
0
0
0
0
1
28
0
0
0
0
14
0
0
0
0
22
0
0
0
6
0
0
0
0
0
15
50
0
80
7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
16
45
2
14
3
0
0
0
0
8
0
7
0
0
0
17
45
0
55
0
0
0
0
0
0
0
0
7
0
0
18
66
1
80
0
0
0
1
0
6
0
0
0
0
0
19
16
0
35
0
0
0
0
0
8
0
0
0
0
0
20
25
0
24
0
12
0
0
0
3
0
0
0
0
0
21
35
0
45
0
0
0
0
15
0
0
0
0
0
0
22
5
0
15
0
4
0
0
0
0
0
2
0
0
0
23
23
3
25
0
0
0
0
0
3
50
0
0
0
0
24
33
0
15
0
5
0
0
0
13
0
0
0
0
0
JUMLAH
844
18
722
28
68
7
119
16
51
96
71
11
3
5
PLOT
SPESIES
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Y
Z
AA
AB
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
6
9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
35
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
8
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
9
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
10
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
11
0
0
0
0
0
0
0
0
10
2
0
0
0
0
12
0
0
9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
13
0
5
25
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
14
0
0
13
0
0
0
0
0
0
0
8
0
0
0
15
0
11
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
16
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
17
1
23
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
18
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
19
0
2
15
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
20
0
0
15
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
21
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
0
22
0
0
12
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
23
0
0
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
24
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
JUMLAH
11
50
133
3
1
4
1
3
10
2
8
6
1
2
Quadran
KUADRAN
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
TOTAL
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
4
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
2
6
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
2
7
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
2
8
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
2
9
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
11
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
12
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
3
X
3
1
2
1
1
4
1
3
1
1
1
19
Plot purpose
POLA PENYEBARAN POPULASI
PLOT
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
1
89
3
17
1
12
4
37
12
0
0
0
2
9
0
11
0
9
55
10
4
4
1
0
3
0
0
0
0
1
13
3
0
0
0
7
4
0
2
0
0
7
6
0
0
0
0
0
5
6
0
0
0
7
5
0
0
17
0
0
6
0
0
3
0
6
0
12
0
0
0
0
7
4
0
2
1
11
0
0
0
0
5
6
8
0
1
13
1
0
20
6
0
0
0
0
9
0
0
6
0
56
39
3
0
0
7
0
10
0
0
3
7
20
0
0
0
0
0
0
11
0
0
10
1
24
10
7
0
0
0
0
12
0
0
3
0
6
130
9
0
0
0
0
13
0
0
0
0
4
53
7
3
3
1
0
14
0
0
17
0
7
18
20
1
0
9
7
15
0
0
0
0
28
50
3
0
0
0
18
16
0
2
22
0
0
7
0
0
0
0
0
17
0
0
6
0
0
0
3
0
0
0
0
18
45
0
2
2
39
0
0
0
0
0
0
19
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
20
0
5
5
0
21
0
4
0
0
0
20
21
130
0
0
2
17
6
10
0
0
21
2
22
0
1
12
0
0
0
0
0
0
0
0
23
3
0
0
0
0
5
0
0
0
0
0
24
0
2
0
2
0
0
0
0
0
0
0
X
286
16
132
18
275
421
134
20
24
44
60
POLA PENYEBARAN POPULASI
PLOT
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
U
total
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
176
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
105
3
1
2
47
0
0
0
6
0
0
0
83
4
0
0
55
0
0
0
0
0
0
0
74
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
40
6
0
0
119
0
0
0
0
2
0
10
158
7
4
0
12
1
0
0
0
0
0
0
53
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
49
9
0
0
13
0
0
0
0
0
0
0
133
10
0
0
45
0
16
0
0
0
5
0
106
11
0
0
11
0
0
0
0
24
0
0
98
12
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
160
13
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
84
14
0
0
17
1
0
0
0
0
0
0
111
15
2
0
10
0
0
0
3
0
0
0
129
16
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
51
17
1
0
6
0
0
0
0
3
0
0
36
18
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
106
19
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
20
20
0
0
7
0
0
0
0
0
3
0
85
21
0
0
0
0
27
2
0
0
0
0
238
22
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
36
23
0
0
5
0
0
0
0
5
0
0
41
24
0
0
25
0
0
0
0
0
0
0
53
X
8
2
372
2
43
6
9
34
9
10
1925
PEMBAHASAN
Pembahasan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
Penentuan Kurva Luas area
Pada penentuan luas kurva area pertama-tama kita menentukan suatu area vegetasi yang akan kita teliti, dimana area tersebut belum diganggu habitat aslinya atau belum tersentuh oleh tangan manusia. Kemudian membuat petak pertama yang berukuran 1x1 meter dengan luas petaknya 1 m2, dan mencatat berapa jumlah spesies yang ada di dalam petak tersebut. sehingga di peroleh ada 12 jenis spesies yang berada pada petak pertama. selanjutnya memperluas area petak pertama, di mana lebarnya di jadikan 2x lipat sehingga ukuran petaknya menjadi 1x2 meter dengan luas petak yaitu 2 m2, dan ternyata di dalam petak tersebut terdapat penambahan 4 jenis spesies baru sehingga total jenis spesiesnya menjadi 16 spesies yang jenisnya berbeda dengan persentase penambahan jenisnya yaitu 33,3%. Selanjutnya memperluas lagi ukuran petak kedua dimana panjangnya menjadi 2x lipat, sehingga ukuran petak ketiga adalah 2x2 meter dengan luas petak yaitu 4 m2, dan ternyata di dalam petak tersebut terdapat penambahan 2 jenis spesies baru sehingga total jenis spesiesnya menjadi 18 spesies yang jenisnya berbeda dengan persentase penambahan jenis yaitu 12,5%. Selanjutnya memperluas lagi area petak ketiga dimana lebarnya menjadi 2x lipat sehingga ukuran petak keempat adalah 2x4 meter dengan luas petak yaitu 8 m2, dan ternyata di dalam petak tersebut terdapat 6 jenis spesies baru sehingga total jenis spesiesnya menjadi 24 spesies yang jenisnya berbeda dengan persentase penambahan jenis yaitu 33,3%. Selanjutnya memperluas lagi area petak keempat dengan panjangnya menjadi 2x lipat sehingga ukuran petak kelima adalah 4x4 meter dengan luas petak yaitu 16 m2, dan ternyata di dalam petak terdapat 6 jenis spesies baru sehingga total jenis spesiesnya menjadi 30 spesies yang jenisnya berbeda dengan persentase penambahan spesies yaitu 25%. Selanjutnya memperluas lagi area petak kelima dengan lebarnya menjadi 2x lipat sehingga ukuran petak keenam adalah 4x8 meter dengan luas petak yaitu 32 m2, dan ternyata di dalam petak terdapat 4 jenis spesies baru sehingga total jenis spesienya menjadi 34 spesies yang jenisnya berbeda dengan persentse penambahan jenisnya yaitu 13,3%. Selanjutnya memperluas lagi area petak keenam dimana panjangnya menjadi 2x lipat, sehingga ukuran petak ketujuh yaitu 8x8 meter dengan luas petak yaitu 64 m2, dan ternyata di dalam petak terdapat 3 jenis spesies baru sehingga total jenis spesiesnya menjadi 64 jenis spesies yang berbeda dengan persentase penambahan jenis 8,82%. Karena persentase penambahan jenisnya sudah di bawah 10% maka kita sudah tidak melakukan perluasan area petak.
Hal ini dikarenakan apabila persentase sudah di bawah 10% itu artinya bahwa itulah luas petak yang sudah dianggap mewakili area yang akan diamati. Dan juga karena persentase penambahan jenisnya sudah jenuh atau persentasenya semakin menurun, maka apabila kita melakukan perluasan area lagi maka kemungkinan besar sudah penambahan jenis spesies yang baru sangatlah sedikit bahkan tidak ada.
Parameter Lingkungan
Random Sampling (Line Intercept Transcet)
Analisis vegetasi biasa dilakukan oleh ilmuwan ekologi untuk mempelajari kemelimpahan jenis serta kerapatan tumbuh tumbuhan pada suatu tempat. Dengan menganalisis persebaran vegetasi maka ilmuwan ekologi akan lebih mudah untuk mempelajari suatu komunitas tumbuhan. Kelestarian lingkungan ditentukan oleh indikatornya yang berupa ada atau tidaknya komunitas suatu tumbuhan tertentu pada suatu lingkungan tertentu. Hal ini terjadi karena beberapa jenis komunitas tumbuhan sangat sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada tempatnya tinggal atau hidup.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada setiap line terdapat spesies yang berbeda-beda. Setiap speseies telah kami identifikasi jenisnya dengan menggunakan pedoman buku Flora.
Tingginya tingkat densitas dari spesies yang menempati suatu ekosistem tertentu ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya faktor lingkungan yang mendukung seperti pH, suhu dan kelembaban yang cocok guna untuk mendukung pertumbuhan populasi selain itu juga memiliki kemampuan bersaing yang cukup kuat terhadap tanaman lain untuk tetap bertahan hidup di lingkungannya.
Rata-rata tanaman yang hidup pada pengamatan ini berada pada kelembaban 75-83 dengan suhu 270C dan pH 6,5. Namun terdapat tiga tanaman yang hidup lebih dominan pada tempat itu yaitu, Sporobolus poiretii dengan panjang 1997 cm tiap spesies, Reullia tuberoza dengan panjang tiap spesies 563 cm, dan Leersia hexandra dengan panjang 518 cm tiap spesies. Adapun tanaman yang lainnya rata-rata hanya memiliki panjang kisaran100-200 cm saja. Hal ini membuktikan bahwa ketiga tanaman yg tumbuh lebih dominan tadi merupakan jenis tanaman yang bisa tumbuh dengan pH tanah 6,7 yang berarti mendekati pH netral. Suhu yang mendukung pun berada pada posisi suhu normal.
Random Sampling (Line Plot)
Analisis vegetasi biasa dilakukan oleh ilmuwan ekologi untuk mempelajari kemelimpahan jenis serta kerapatan tumbuh tumbuhan pada suatu tempat. Dengan menganalisis persebaran vegetasi maka ilmuwan ekologi akan lebih mudah untuk mempelajari suatu komunitas tumbuhan. Kelestarian lingkungan ditentukan oleh indikatornya yang berupa ada atau tidaknya komunitas suatu tumbuhan tertentu pada suatu lingkungan tertentu. Hal ini terjadi karena beberapa jenis komunitas tumbuhan sangat sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada tempatnya tinggal atau hidup.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada setiap line terdapat spesies yang berbeda-beda. Setiap speseies telah kami identifikasi jenisnya dengan menggunakan pedoman buku Flora.
Tingginya tingkat densitas dari spesies yang menempati suatu ekosistem tertentu ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya faktor lingkungan yang mendukung seperti pH, suhu dan kelembaban yang cocok guna untuk mendukung pertumbuhan populasi selain itu juga memiliki kemampuan bersaing yang cukup kuat terhadap tanaman lain untuk tetap bertahan hidup di lingkungannya.
Rata-rata tanaman yang hidup pada pengamatan ini berada pada kelembaban 80-92 dengan suhu 280C-320C dan pH 6,5. Pada ukuran petak 1 x 1 terdapat 12 jenis tanaman. Pada petak 1 x 2 terdapat 16 jenis tanaman. Pada petak 2 x 2 terdapat 18 jenis tanaman. Pada petak 2 x 4 terdapat 24 jenis tanaman. Pada petak 4 x 4 terdapat 30 jenis tanaman. Pada petak 4 x 8 terdapat 34 jenis tanaman. Dan pada petak 8 x 8 terdapat 37 jenis tanaman.
Line Interscept Transept)
Analisis vegetasi biasa dilakukan oleh ilmuwan ekologi untuk mempelajari kemelimpahan jenis serta kerapatan tumbuh tumbuhan pada suatu tempat. Dengan menganalisis persebaran vegetasi maka ilmuwan ekologi akan lebih mudah untuk mempelajari suatu komunitas tumbuhan. Kelestarian lingkungan ditentukan oleh indikatornya yang berupa ada atau tidaknya komunitas suatu tumbuhan tertentu pada suatu lingkungan tertentu. Hal ini terjadi karena beberapa jenis komunitas tumbuhan sangat sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada tempatnya tinggal atau hidup.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada setiap line terdapat spesies yang berbeda-beda. Setiap speseies telah kami identifikasi jenisnya dengan menggunakan pedoman buku Flora.
Tingginya tingkat densitas dari spesies yang menempati suatu ekosistem tertentu ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya faktor lingkungan yang mendukung seperti pH, suhu dan kelembaban yang cocok guna untuk mendukung pertumbuhan populasi selain itu juga memiliki kemampuan bersaing yang cukup kuat terhadap tanaman lain untuk tetap bertahan hidup di lingkungannya.
Rata-rata tanaman yang hidup pada pengamatan ini berada pada kelembaban 75 dengan suhu 270C dan pH 6,8. Namun terdapat tiga tanaman yang hidup lebih dominan pada tempat itu yaitu, Lercia hexandra dengan panjang 1800 cm tiap spesies, Andropagon sargum dengan panjang tiap spesies 746 cm, dan Reulia tuberosa dengan panjang 576 cm tiap spesies. Adapun tanaman yang lainnya rata-rata hanya memiliki panjang kisaran100 cm saja. Hal ini membuktikan bahwa ketiga tanaman yg tumbuh lebih dominan tadi merupakan jenis tanaman yang bisa tumbuh dengan pH tanah 6,8 yang berarti mendekati pH netral. Suhu yang mendukung pun berada pada posisi suhu normal.
Random Plot
Analisis vegetasi biasa dilakukan oleh ilmuwan ekologi untuk mempelajari kemelimpahan jenis serta kerapatan tumbuh tumbuhan pada suatu tempat. Dengan menganalisis persebaran vegetasi maka ilmuwan ekologi akan lebih mudah untuk mempelajari suatu komunitas tumbuhan. Kelestarian lingkungan ditentukan oleh indikatornya yang berupa ada atau tidaknya komunitas suatu tumbuhan tertentu pada suatu lingkungan tertentu. Hal ini terjadi karena beberapa jenis komunitas tumbuhan sangat sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada tempatnya tinggal atau hidup.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada setiap line terdapat spesies yang berbeda-beda. Setiap speseies telah kami identifikasi jenisnya dengan menggunakan pedoman buku Flora.
Tingginya tingkat densitas dari spesies yang menempati suatu ekosistem tertentu ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya faktor lingkungan yang mendukung seperti pH, suhu dan kelembaban yang cocok guna untuk mendukung pertumbuhan populasi selain itu juga memiliki kemampuan bersaing yang cukup kuat terhadap tanaman lain untuk tetap bertahan hidup di lingkungannya.
Rata-rata tanaman yang hidup pada pengamatan ini berada pada kelembaban 71-84 dengan suhu 270C-380C dan pH 7. Terdapat 30 jenis spesies yang ditemukan pada pengamatan ini. Diantaranya ada yang berkelompok ada juga yang seragam. Hanya ada tiga jenis spesies yang berkelompok yakni Eleocharis dulcis dengan indeks keanekaragaman 32425, spesies C dengan indeks keanekaragaman 23688, dan spesies G dengan indeks keanekaragaman 58196. Adapun speseies lainnya hanya pada kategori seragam sebab indeks keanekaragamannya tidak mengenai angka 1.
Quadran
Analisis vegetasi biasa dilakukan oleh ilmuwan ekologi untuk mempelajari kemelimpahan jenis serta kerapatan tumbuh tumbuhan pada suatu tempat. Dengan menganalisis persebaran vegetasi maka ilmuwan ekologi akan lebih mudah untuk mempelajari suatu komunitas tumbuhan. Kelestarian lingkungan ditentukan oleh indikatornya yang berupa ada atau tidaknya komunitas suatu tumbuhan tertentu pada suatu lingkungan tertentu. Hal ini terjadi karena beberapa jenis komunitas tumbuhan sangat sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada tempatnya tinggal atau hidup.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada setiap line terdapat spesies yang berbeda-beda. Setiap speseies telah kami identifikasi jenisnya dengan menggunakan pedoman buku Flora.
Tingginya tingkat densitas dari spesies yang menempati suatu ekosistem tertentu ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya faktor lingkungan yang mendukung seperti pH, suhu dan kelembaban yang cocok guna untuk mendukung pertumbuhan populasi selain itu juga memiliki kemampuan bersaing yang cukup kuat terhadap tanaman lain untuk tetap bertahan hidup di lingkungannya.
Rata-rata tanaman yang hidup pada pengamatan ini berada pada kelembaban 91 dengan suhu 270C-300C dan pH 5,5- 6. Terdapat 13 jenis spesies yang ditemukan pada pengamatan ini dengan jumlah tanaman 432 spesies. Tidak ada spesies hidup berkelompok. Adapun spesies lainnya hanya pada kategori seragam sebab indeks keanekaragamannya tidak mengenai angka 1.
Purposed Sampling (plot)
Analisis vegetasi biasa dilakukan oleh ilmuwan ekologi untuk mempelajari kemelimpahan jenis serta kerapatan tumbuh tumbuhan pada suatu tempat. Dengan menganalisis persebaran vegetasi maka ilmuwan ekologi akan lebih mudah untuk mempelajari suatu komunitas tumbuhan. Kelestarian lingkungan ditentukan oleh indikatornya yang berupa ada atau tidaknya komunitas suatu tumbuhan tertentu pada suatu lingkungan tertentu. Hal ini terjadi karena beberapa jenis komunitas tumbuhan sangat sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada tempatnya tinggal atau hidup.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada setiap line terdapat spesies yang berbeda-beda. Setiap speseies telah kami identifikasi jenisnya dengan menggunakan pedoman buku Flora.
Tingginya tingkat densitas dari spesies yang menempati suatu ekosistem tertentu ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya faktor lingkungan yang mendukung seperti pH, suhu dan kelembaban yang cocok guna untuk mendukung pertumbuhan populasi selain itu juga memiliki kemampuan bersaing yang cukup kuat terhadap tanaman lain untuk tetap bertahan hidup di lingkungannya.
Rata-rata tanaman yang hidup pada pengamatan ini berada pada kelembaban 91 dengan suhu 270C-380C dan pH 6. Terdapat 23 jenis spesies yang ditemukan pada pengamatan ini. Diantaranya ada yang berkelompok ada juga yang seragam. Hanya ada satu jenis spesies yang berkelompok yakni Lerxia hexandra dengan indeks keanekaragaman 421 spesies. Adapun spesies lainnya hanya pada kategori seragam sebab indeks keanekaragamannya tidak mengenai angka 1 dan berjumlah kisaran rata-rata 0-100 spesies saja.
Data Spesies
LIT Random
Pada metode ini kita menarik garis lurus sepanjang 50 meter imana titik awalnya kita acak dengan melempar sebuah batu atau ranting pohon. Hasil pengamatan yang kami peroleh adalah Sporobolus poiretii dengan panjang spesies 1977 cm dengan persentase 39,54%. Reulia tuberoza dengan panjang spesies 563 cm dengan persentase 11,26%. Leersia hexandra dengan panjang spesies 518 cm dengan persentase 10,36%. Zoysia matrella dengan panjang spesies 499 cm dengan persentase 9,98%. Chromolaena odorata dengan panjang spesies 399 cm dengan persentase 7,98%. Andropongon sorghum dengan panjang spesies 282 dengan persentase 5,64%. Aksonakus compresum dengan panjang spesies 121 cm dengan persentase 2,42%. Vitex negundo dengan panjang spesies 84 cm dengan persentase 1,68%. Soil dengan panjang spesies 80 dengan persentase 1,6%. Flamengia sp dengan panjang spesies 74 cm dengan persentase 1,48%. Dead dengan panjang spesies 67 dengan persentase 1,34%. Lygodium scandens dengan panjang spesies 64 cm dengan persentase 1,28%. Imperata cilindrica dengan panjang spesies 50 dengan persentase 1%. Unknonw dengan panjang spesies 45 cm dengan persentase 0,9%. Laportea interrupta dengan panjang spesies 40 cm dengan persentase 0,8%. Phyllantus ninuri dengan panjang spesies 35 cm dengan persentase 0,7%. Filanthus ninuri dengan panjang spesies 23 cm dengan persentase 0,46%. Impatiens platypetala dengan panjang spesies 22 cm dengan persentase 0,44%. Sphaeranthus africanus dengan panjang spesies 17 cm dengan persentase 0,34%. Acasia alata dengan panjang spesies 16 cm dengan persentase 0,32%. Boerhavia erecta dengan panjang spesies 13 cm dengan persentase 0,26%. Hydrocotyle sibthorpiodes dengan panjang spesies 5 cm dengan persentase 0,1%. Spathoglotti splicata dengan panjang spesies 5 cm dengan persentase 0,1%. Chiporus rotundus dengan panjang spesies 1 cm dengan persentase 0,02%.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa yang paling panjang adalah spesies Sporobolus poiretii dengan panjang spesies 1977 cm dengan persentase 39,54%. Dan yang paling pendek adalah spesies Chiporus rotundus dengan panjang spesies 1 cm dengan persentase 0,02%.
Line Plot Random dan LIT
Pada praktikum ini kita menarik garis lurus dengan menggunakan meteran atau tali sepanjang 50 meter, kemudian menempatkan plot sebanyak 24 buah secara zigzag dan mengamati spesies serta jumlah spesies yang terdapat dalam plot tersebut. hasil pengamatan yang kami peroleh adalah Melastoma sebanyak 30 spesies, lahuna sebanyak 29 spesies, spesies A sebanyak 1 spesies, Piper cuceba sebanyak 2 spesies, Selaginella willdenovii sebanyak 4 spesies, spesies B sebanyak 22 spesies, Axonopus compressus sebanyak 62 spesies, spesies C sebanyak 20 spesies, Paspalum commersoni sebanyak 58 spesies, spesies D sebanyak 7 spesies, spesies E sebanyak 10 spesies, spesies F sebanyak 2 spesies, Phylanthus ninuri sebanyak 89 spesies, Andropongon aciculatu sebanyak 46 spesies, Equisetum debile sebanyak 5 spesies, spesies G sebanyak 109 spesies, spesies H sebanyak 1 spesies, spesies I sebanyak 1 spesies, spesies J sebanyak 12 spesies, spesies K sebanyak 1 spesies, Centella aciata sebanyak 7 spesies, Peperomia pellucida sebanyak 3 spesies, spesies L sebanyak 1 spesies, spesies M sebanyak 4 spesies, spesies N sebanyak 1 spesies, spesies O sebanyaak 1 spesies, spesies P sebanyak 1 spesies, spesies Q sebanyak 3 spesies, spesies R sebanyak 3 spesies, spesies S sebanyak 3 spesies, spesies T sebanyak 2 spesies, spesies U sebanyak 4 spesies, spesies V sebanyak 4 spesies.
Sehingga menghitung kerapatan mutlak (DMi) yaitu jumlah individu spesies per total luas plot. Sehingga diperoleh DMi Melastoma adalah 1,250. DMi Lahuna 1,208. DMi spesies A adalah 0,042. DMi Piper cuceba adalah 0,083. DMi Selginella willdenovii adalah 0,167. DMi spesies B adalah 0,917. DMi Axonopus compressus adalah 2,583. DMi spesies C adalah 0,833. DMi Paspalum commersoni adalah 2,417. DMi spesies D adalah 0,292. DMi spesies E adalah 0,417. DMi spesies F adalah 0,083. DMi Phylanthus ninuri adalah 3,708. DMi Andropongon aciculatu adalah 1,917. DMi Equisetum debile adalah 0,208. DMi spesies G adalah 4,542. DMi spesies H adalah 0,042. DMi spesies I adalah 0,042. DMi spesies J adalah 0,500. DMi spesies K adalah 0,042. DMi Centella aciata adalah 0,292. DMi Peperomia pellucida adalah 0,125. DMi spesies L adalah 0,042. DMi spesies M adalah 0,167. DMi spesies N adalah 0,042. DMi spesies O adalah 0,042. DMi spesies P adalah 0,042. DMi spesies Q adalah 0,125. DMi spesies R adalah 0,125. DMi spesies S adalah 0,125. DMi spesies T adalah 0,083. DMi spesies U adalah 0,167. DMi spesies V adalah 0,167.
Sehingga menghitung kerapatan relatif (DRi) yaitu kerapatan spesies per kerapatan total seluruh spesies dikali 100%. Sehingga diperoleh DRi Melastoma adalah 0,055%. DRi Lahuna adalah 0,053%. DRi spesies A adalah 0,002%. DRi Piper cuceba adalah 0083%. DRi Selaginella willdenovii adalah 0,167%. DRi spesies B adalah 0,040%. DRi Axonopus compressus adalah 0,113%. DRi spesies C adalah 0,036%. DRi Paspalum commersoni adalah 0,106%. DRi spesies D adalah 0,013%. DRi spesies E adalah 0,018. DRi spesies F adalah 0,004%. DRi Phylanthus ninuti adalah 0,162%. DRi Andropongon aciculatu adalah 0,084%. DRi Equisetum debile adalah 0,009%. DRi spesies G adalah 0,199%. DRi spesies H adalah 0,002%. DRi spesies I adalah 0,002%. DRi spesies J adalah 0,002. DRi spesies K adalah 0,022%. DRi Centella aciata adalah 0,013%. DRi Peperomia pellucida adalah 0,005%. DRi spesies L adalah 0,002%. DRi spesies M adalah 0,007%. DRi spesies N adalah 0,002%. DRi spesies O adalah 0,002%. DRi spesies P adalah 0,002%. DRi spesies Q adalah 0,005%. DRi spesies R adalah 0,005%. DRi spesies S adalah 0,005%. DRi spesies T adalah 0,004%, DRi spesies U adalah 0,007%. DRi spesies V adalah 0,007%.
Sehingga menghitung frekuensi mutlak (FMi) yaitu jumlah petak dimana terdapat spesies per jumlah total plot. Sehingga diperoleh Fmi Melastoma adalah 0,458. FMi Lahuna adalah 0,375. FMi spesies A adalah 0,042. FMi Piper cuceba adalah 0,083. FMi Selaginella willdenovii adalah 0,083. FMi spesies B adalah 0,500. FMi Axonopus compressus adalah 0,792. FMi spesies C adalah 0,167. FMi Paspulum commersoni adalah 0,375. FMi speies D adalah 0,167. FMi spesies E adalah 0,088. FMi spesies F adalah 0,042. FMi Phylanthus ninuti adalah 0,292. FMi Andropongon aciculatu adalah 0,250. FMi Equisetum debile adalah 0,167. FMi spesies G adalah 0,417. FMi spesies H adalah 0,042. FMi spesies I adalah 0,042. FMi spsies J adalah 0,125. FMi spesies K adalah 0,042. FMi Centella aciata adalah 0,083. FMi Peperomia pellucida adalah 0,125. FMi spesies L adalah 0,042. FMi spesies M adalah 0,083. FMi spesies N adalah 0,042. FMi spesies O adalah 0,042. FMi spesies P adalah 0,042. FMi spesies Q adalah 0,042. FMi spesies R adalah 0,083. FMi spesies S adalah 0,083. FMi spesies T adalah 0,042. FMi spesies U adalah 0,083. FMi spesies V adalah 0,042.
Sehingga menghitung frekuensi relatif (FRi) yaitu frekuensi spesies per frekuensi total seluruh spesies dikali 100%. Sehingga diperoleh FRi Melastoma adalah 0,085%. FRi Lahuna adalah 0,070%. FRi spesies A adalah 0,008%. FRi Piper cuceba adalah 0,015%. FRi Selaginella willdenovii adalah 0,015%. FRi spesies B adalah 0,093%. FRi Axonopus compressus adalah 0,147%. FRi spesies C adalah 0,031%. FRi Paspalum commersoni adalah 0,070%. FRi spesies D adalah 0,031%. FRi spesies E adalah 0,016%. FRi spesies F adalah 0,008%. FRi Phylanthus ninuri adalah 0,054%. FRi Andropongin aciculatu adalah 0,046%. FRi Equisetum debile adalah 0,031%. FRi spesies G adalah 0,077%. FRi spesies H adalah 0,008%. FRi spesies I adalah 0,008%. FRi spesies J adalah 0,023%. FRi spesies K adalah 0,008%. FRi spesies Centella aciata adalah 0,015%. FRi spesies Peperomia pellucida adalah 0,015%. FRi spesies L adalah 0,008%. FRi spesies M adalah 0,015%. FRi spesies O adalah 0,008%. FRi spesies P adalah 0,008%. FRi spesies Q adalah 0,008%. FRi spesies R adalah 0,015%. FRi spesies S adalah 0,015%. FRi spesies T adalah 0,008%. FRi spesies U adalah 0,015%. FRi spesies V adalah 0,008%.
Setelah itu kita dapat mengetahui Indeks Nilai Penting yaitu Kerapatan Relatif (DRi) ditambah dengan Frekuensi Relatif (FRi). Dimana Indeks Nilai Penting yang diperoleh yaitu 2. Hal ini menandakan bahwa data yang kami peroleh itu kurang valid.
Untuk pola penyebaran populasi digunakan rumus indeks penyebaran Morisita. Di mana apabila id <1 maka terdistribusi seragam, apabila id=1 maka terdistribusi seragam dan apabila id >1 maka terdistribusi secara berkelompok. Hasil pengamatan yang kami peroleh diketahui N sebanyak 1925 spesies sehingga diperoleh id Melastoma adalah 0,028 sehinngga terdistribusi seragam. Id Lahuna adalah 0,026 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies A adalah -0,041 sehingga terdistribusi seragam. Id Piper cuceba adalah-0,039 sehingga terdistribusi seragam. Id Selaginella willdenovii adalah -0,034 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies B adalah -0,039 sehingga terdistribusi seragam. Id Axonopus compressus adalah 0,009 sehingga terdistribusi seragam. Id Paspalum commersoni adalah 0,105 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies D adalah -0,027 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies E adalah -0,020 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies F adalah -0,039 sehingga terdistribusi seragam. Id Phylanthus ninuri adalah 0,170 sehingga terdistribusi seragam. Id Andropongon aciculatu adalah 0,067 sehingga terdistribusi seragam. Id Equisetum debile adalah -0,032 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies G adalah 0,218 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies H adalah -0,041 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies I adalah -0,041 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies J adalah -0,015 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies K adalah -0,041 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies Centella aciata adalah -0,027 sehingga terdistribusi seragam. Id Peperomia pellucida adalah -0,037 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies L adalah -0,041 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies M adalah -0,034 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies N adalah -0,041 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies O adalah -0,041 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies P adalah -0,037 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies Q adalah -0,037 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies R adalah -0,037 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies S adalah -0,037 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies T adalah -0,039 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies U adalah -0,034 sehingga terdistribusi seragam. Id spesies V adalah -0,034 sehingga terdistribusi seragam.
Untuk menentukan tingkat dominansi menggunakan Indeks Simpson, dimana apabila δ= 0,01 sampai 0,30 maka dominansinya rendah. Apabila δ = 0,31 sampai 0,60 maka dominansinya sedang dan apabila δ= 0,61 sampai 1 maka dominansinya tinggi. Sedangkan untuk Indeks Keanekaragaman (Ds) semakin mendekati angka 1, maka keanekaragamannya semakin tnggi. Hasil pengamatan yang diperoleh pada metode ini diketahui δ yaitu 0,106 yang berada dikisaran δ= 0,01 sampai 0,30. Hal ini menunjukkan bahwa Indeks Dominansi pada komunitas tersebut tergolong rendah. Dan untuk mengetahui keanekaragaman jenisnya maka digunakan rumus Ds= 1 – δ. Sehingga diperoleh Ds sebesar 0,894 dimana nilainya mendekati angka 1. Dimana semakin mendekati angka 1, maka keanekaragaman dalam komunitas tersebut semakin tinggi. Semakin tinggi Indeks Dominansi maka keanekaragamannya akan semakin rendah. Begitupun sebalikknya semakin rendah Indeks Dominansi maka keanekaragamannya semakin tinggi.
Untuk menentukan Tingkat Keanekaragamnnya maka digunakan Indeks Shannon-Wienner. Dimana apabila H<1 maka tingkat keanekaragamannya rendah. Apabila 1<H<3 maka tingkat keanekaragamannya sedang. Dan apabila h>3 maka tingkat keanekaramannya tingg. Hasil pengamatan yang diperoleh yaitu H=1,18711 yang berada dalam kisaran H<1. Hal ini menandakan bahwa tingkat keanekagamannya rendah.
LIT Purposed
Pada metode ini kita menarik garis lurus sepanjang 50 meter, dimana terlebih dahulu menentukan arah titik awalnya sesuai dengan yang kita inginkan. Hasil pengamatan yang diperoleh yaitu Lercia hexandra dimana panjang spesiesnya yaitu 1800 cm dengan persentase 36%. Andropongin sorghum dengan panjang spesiesnya 746 cm dengan persentase 14,92%. Reulia tuberosa dengan panjang spesiesnya 576 cm dengan persentase 11,52%. Chromolaena odorata dengan panjang spesies 537 cm dengan persentase 10,74%. Imperata cylindrica dengan panjang spesies 455 cm dengan persentase 9,1. Quisqualis indica dengan panjang spesies 10 cm dengan persentase 0,2%. Pogonatherum paniceum dengan panjang spesies 88 cm dengan persentase 1,76%. Pharagmites karka dengan panjang spesies 12 cm dengan persentase 0,24%. Sissus discolur dengan panjang spesies 4 cm dengan persentase 0,08%. Flamindia sp dengan panjang spesies 47 cm dengan persentase 0,94%. Axonopus compressus dengan panjang spesies 13 cm dengan persentase 0,26%. Phyla nodiflora dengan panjang spesies 95 cm dengan persentase 1,9%. Eragrostis amabillis dengan panjang pesies 14 cm dengan persentase 0,28%. Sporobolus poiretii dengan panjang spesies 354 cm dengan persentase 7,08%. Mimosa pudica dengan panjang spesies 122 cm dengan persentase 2,44%. Gloriosa superba dengan panjang spesies 30 cm dengan persentase 0,6%. Rumput silet denan panjang spesies 27 cm dengan persentase 0,54%. Sida rhombifolia dengan panjang spesies 10 cm dengan persentase 0,2%. Pylanthus ninuri dengan panjang spesies 10 cm dengan persentase 0,2%. Lygodum scendes dengan panjang spesies 50 cm dengan persentase 1%.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa yang paling panjang spesiesnya adalah Lercia hexandra dimana panjang spesiesnya yaitu 1800 cm dengan persentase 36%. Dan yang paling pendek adalah Sissus discolur dengan panjang spesies 4 cm dengan persentase 0,08%.
Plot Random
Pada metode ini, kita menyediakan 24 buah plot dengan ukuran tiap plotnya yaitu 1x1 meter. Kita meletakkan plot tersebut pada area yang tidak kita tentukan.. Dimana tiap plotnya kita mencatat setiap jenis spesies beserta jumlah tiap spesies. Dan setelah melakukan pengamatan diperoleh ada 27 jenis spesies yaitu Eleocharis dulcis sebanyak 844 spesies. Cyperus rotundus sebanyak 18 spesies. Ischaemum spsebanyak 722 spesies. Arachis sp sebanyak 28 spesies. Digitaria sanguinalis sebanyak 68 spesies. Paspulum commersonii sebanyak 7 spesies. Andropongon aciculatus sebanyak 119 spesies. Eleusine indica sebanyak 16 spesies. Fimbristylis annua sebanyak 51 spesies. Oplismenus burmanni sebanyak 96 spesies. P.urinaria sebanyak 71 spesies. Dactyloctenium aegyptium sebanyak 11 spesies. Imperacta cylindica sebanyak 3 spesies. Dioscorea alata sebanyak 5 spesies. Sporobdus poriretri sebanyak 11 spesies. Cnodon dactylon sebanyak 50 spesies. Polytrias praemorsa sebanyak 133 spesies. Elephantropus scaber sebanyak 3 spesies. Jati putih sebanyak 1 spesies. Stelechocarpus buranol sebanyak 4 spesies. Leersia hexandra sebanyak 1 spesies. Zoysia matrella sebanyak 3 spesies. Fimbristylia sp sebanyak 10 spesies. Eragotis amabilis sebanyal 2 spesies. Mimosa pudica sebanyak 8 spesies. Scripus sp sebanyak 6 spesies. Sida rhombifolia sebanyak 1 spesies.
Metode Quadran
Quadran 1
Berdasarkan hasil pengamatan dengan menggunakan Point Centered Quarter Method diperoleh jenis tumbuhan sebanyak 7 jenis pohon yaitu spesies A, spesies B, dan spesie C. Pada pertama yaitu Spesies A1 memiliki keliling pohon 30 cm, diameter 9,55 cm, jarak dari sumbu 7.5 m, dan diperoleh tan 45 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 163.098876 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatifnya yaitu 30 dan kerapatan mutlaknya yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 2.80991, frekuensi mutlak (FMi) diperoleh 0.5, frekuensi reletif (FRi) yaitu 0.3, indeks nilai penting (INP) yaitu 30.3, pola penyebaran populasi (Id) yaitu 0.168421. Dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies kedua yaitu spesies A2 memiliki keliling pohon 43 cm, diameter 13.37 cm, jarak dari sumbu 8.8 m, dan diperoleh tan 76 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 498.3738447 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 30, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 2.80991, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 0.5, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.3, indeks nilai penting (INP) yaitu 30.3, pola penyebaran populasi (Id) yaitu 0.168421 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies ketiga yaitu spesies B1 memiliki keliling pohon 66 cm, diameter 21.01 cm, jarak dari sumbu 4.3 m, dan diperoleh tan 70 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 765.9799591 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 15, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 1.404955, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 0.5, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.15, indeks nilai penting (INP) yaitu 15.15, pola penyebaran populasi (Id) yaitu -0.11579 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies keempat yaitu spesies A3 memiliki keliling pohon 125 cm, diameter 39.81 cm, jarak dari sumbu 5.5 m, dan diperoleh tan 70 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 765.9799591 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 30, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 2.80991, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 0.5, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.15, indeks nilai penting (INP) yaitu 30.15, pola penyebaran populasi (Id) yaitu 0.168421 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies kelima yaitu spesies A4 memiliki keliling pohon 70 cm, diameter 23.57 cm, jarak dari sumbu 5.5 m, dan diperoleh tan 79 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 402.8387666 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 30, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 2.80991, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 0.5, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.3, indeks nilai penting (INP) yaitu 30.3, pola penyebaran populasi (Id) yaitu 0.168421 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies keenam yaitu spesies B2 memiliki keliling pohon 77 cm, diameter 24.52 cm, jarak dari sumbu 5.5 m, dan diperoleh tan 76 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 498.3738447 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 15, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 1.404955, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 0.5, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.15, indeks nilai penting (INP) yaitu 15.15, pola penyebaran populasi (Id) yaitu -0.11579 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies ketujuh yaitu spesies C memiliki keliling pohon 46 cm, diameter 14.65 cm, jarak dari sumbu 9.5 m, dan diperoleh tan 67 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 981.158632 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 35, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 3.278228, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 0.75, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.25, indeks nilai penting (INP) yaitu 35.25, pola penyebaran populasi (Id) yaitu 0.305263 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Quadran 2
Berdasarkan hasil pengamatan dengan menggunakan Point Centered Quarter Method diperoleh jenis tumbuhan sebanyak 7 jenis pohon yaitu spesies A, spesies B, dan spesie C. Pada pertama yaitu Spesies C1 dmemiliki keliling pohon 123 cm, diameter 39.17 cm, jarak dari sumbu 5.2 m, dan diperoleh tan 67 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 981.158632 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatifnya yaitu 35 dan kerapatan mutlaknya yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 3.278228, frekuensi mutlak (FMi) diperoleh 0.75, frekuensi reletif (FRi) yaitu 0.25, indeks nilai penting (INP) yaitu 35.25, pola penyebaran populasi (Id) yaitu 0.305263. Dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies kedua yaitu spesies B memiliki keliling pohon 83 cm, diameter 24.4 cm, jarak dari sumbu 7.7 m, dan diperoleh tan 83 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 2095.298155 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 15, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 1.404955, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 0.5, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.15, indeks nilai penting (INP) yaitu 15.15, pola penyebaran populasi (Id) yaitu -0.11579 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies ketiga yaitu spesies C2 memiliki keliling pohon 79 cm, diameter 17.88 cm, jarak dari sumbu 4.5 m, dan diperoleh tan 79 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 402.8387666 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 35, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 3.278228, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 0.75, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.25, indeks nilai penting (INP) yaitu 35.25, pola penyebaran populasi (Id) yaitu 0.305263 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies keempat yaitu spesies A1 memiliki keliling pohon 56 cm, diameter 17.8 cm, jarak dari sumbu 6.4 m, dan diperoleh tan 83 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 2095.298155 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 30, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 2.80991, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 0.5, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.3, indeks nilai penting (INP) yaitu 30.3, pola penyebaran populasi (Id) yaitu 0.168421 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies kelima yaitu spesies A2 memiliki keliling pohon 74 cm, diameter 23.56 cm, jarak dari sumbu 3 m, dan diperoleh tan 86 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 1358.364855 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 30, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 2.80991, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 2.5, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.3, indeks nilai penting (INP) yaitu 30.3, pola penyebaran populasi (Id) yaitu 0.168421 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies keenam yaitu spesies C3 memiliki keliling pohon 36 cm, diameter 11.4 cm, jarak dari sumbu 9.7 m, dan diperoleh tan 85 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 244.4350862 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 35, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 3.278228, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 0.75, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.25, indeks nilai penting (INP) yaitu 35.25, pola penyebaran populasi (Id) yaitu 0.305263 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies ketujuh yaitu spesies C4 memiliki keliling pohon 86 cm, diameter 27.2 cm, jarak dari sumbu 4.6 m, dan diperoleh tan 86 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 1358.364855 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 35, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 3.278228, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 0.75, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.25, indeks nilai penting (INP) yaitu 35.25, pola penyebaran populasi (Id) yaitu 0.305263 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Quadran 3
Berdasarkan hasil pengamatan dengan menggunakan Point Centered Quarter Method diperoleh jenis tumbuhan sebanyak 3 jenis pohon yaitu spesies D1, spesies D2, spesies D3. Pada spesies pertama yaitu Spesies D1 memiliki keliling pohon 96 cm, diameter 27.2 cm, jarak dari sumbu 4 m, dan diperoleh tan 86 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 1358.364855 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatifnya yaitu 20 dan kerapatan mutlaknya yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 1.873273, frekuensi mutlak (FMi) diperoleh 0.5, frekuensi reletif (FRi) yaitu 0.2, indeks nilai penting (INP) yaitu 20.2, pola penyebaran populasi (Id) yaitu -0.04211. Dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies kedua yaitu spesies D2 memiliki keliling pohon 16 cm, diameter 40.76 cm, jarak dari sumbu 7.6 m, dan diperoleh tan 95 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 622.876236 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 20, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 31.873273, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 0.5, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.2, indeks nilai penting (INP) yaitu 20.2, pola penyebaran populasi (Id) yaitu -0.04211 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies ketiga yaitu spesies D3 memiliki keliling pohon 22 cm, diameter 28.2 cm, jarak dari sumbu 9.5 m, dan diperoleh tan 89 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 997.9126853 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatif (DRi) yaitu 20, kerapatan mutlak yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 1.873273, frekuensi mutlak (Fmi) yaitu 0.5, frekuensi relatif (FRi) yaitu 0.2, indeks nilai penting (INP) yaitu 20.2, pola penyebaran populasi (Id) yaitu -0.04211 dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Quadran 4
Berdasarkan hasil pengamatan dengan menggunakan Point Centered Quarter Method diperoleh jenis tumbuhan sebanyak jenis pohon yaitu spesies C, dan spesies D. Pada spesies pertama memiliki keliling pohon 78 cm, diameter 24.8 cm, jarak dari sumbu 5.4 m, dan diperoleh tan 94 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 28.51095162 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatifnya yaitu 35 dan kerapatan mutlaknya yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 3.278228, frekuensi mutlak (FMi) diperoleh 0.75, frekuensi reletif (FRi) yaitu 0.35, indeks nilai penting (INP) yaitu 35.35, pola penyebaran populasi (Id) yaitu 0.305263. Dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies kedua yaitu Spesies C2 memiliki keliling pohon 39 cm, diameter 12.42 cm, jarak dari sumbu 6.5 m, dan diperoleh tan 70 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 765.9799591 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatifnya yaitu 35 dan kerapatan mutlaknya yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 3.278228, frekuensi mutlak (FMi) diperoleh 0.75, frekuensi reletif (FRi) yaitu 0.25, indeks nilai penting (INP) yaitu 35.25, pola penyebaran populasi (Id) yaitu 0.305263. Dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982.
Pada spesies ketiga yaitu Spesies D memiliki keliling pohon 65 cm, diameter 20.6 cm, jarak dari sumbu 8.3 m, dan diperoleh tan 76 dengan jarak pengamat ke pohon yaitu 500 cm, tinggi pengamat 155 cm dimana tinggi pohon yaitu 498.3738447 cm. Kemudian diperoleh kerapatan relatifnya yaitu 20 dan kerapatan mutlaknya yaitu 9.366365382, luas penutupan/dominansi mutlak didapat nilai yaitu 1.873273, frekuensi mutlak (FMi) diperoleh 0.5, frekuensi reletif (FRi) yaitu 0.2, indeks nilai penting (INP) yaitu 20.2, pola penyebaran populasi (Id) yaitu -0.04211. Dimana pola penyebaran populasi yaitu seragam karena Id < 1.0, dan tingkat dominansi (δ) yaitu 0.236842, dengan hasil yang diperoleh maka tingkat dominansi ini digolongkan dalam kategori tinggi karena hasil yang diperoleh mendekati 1. Kemudian tingkat keanekaragaman (H) yaitu 0.57982 tergolong rendah karena nilainya mendekati 1.
Plot Purposed
Pada metode ini, kita menyediakan 24 buah plot dengan ukuran tiap plotnya yaitu 1x1 meter. Kita meletakkan plot tersebut pada area yang kita tentukan, dimana pada praktikum ini kami menempatkan plot tersebut menjadi bentuk persegi. Dimana tiap plotnya kita mencatat setiap jenis spesies beserta jumlah tiap spesies. Dan setelah melakukan pengamatan diperoleh ada 24 jenis spesies yaitu, imperata cylindrica dengan total 286 spesies, Acalypha wikesiana dengan total 16 spesies, kupas anda dengan total 132 spesies, Clematis paniculata dengan total 18 spesies, Clidemia hirta dengan total 275, Leersia hexandra dengan total 421 spesies, Phylantus ninuri dengan total 134 spesies, Fimbristylis annua dengan total 20 spesies, Polygonum chinense dengan total 24 spesies, Phyla nodiflora dengan total 44 spesies, Equisetum debile dengan total 60 spesies, Cucurbita domestica dengan total 8 spesies, Clematis paniculata dengan total 2 spesies, Paspalum comemercon dengan total 372 spesies, Amherstia nobilis dengan total 2 spesies, Sphaeranthus africano dengan total 43 spesies,Phemphis acidula dengan total 6 spesies, Piper cuceba dengan total 9 spesies, Peperomia pellucida dengan total 34 spesies, Exocoeceria agalloncha dengan total 9 spesies dan Leucas javanica dengan total 10 spesies.
Sehingga menghitung kerapatan mutlak (DMi) yaitu jumlah individu spesies per total luas plot. Sehingga diperoleh DMi Imperata cylindrica adalah 11,91667. DMi Acalypha wikesiana adalah 0,666667. DMi kupas anda adalah 5,5. DMi Clematis paniculata adalah 0,75. DMi Clidemia hirta adalah 11,4583. DMi Leersia hexandra adalah 17,5417. DMi Phylantus ninuri adalah 5,58333. DMi Fimbristylis annua adalah 0,83333. DMi Polygonum chinense adalah 1. DMi Phyla nodiflora adalah 1,8333. DMi Equisetum debile adalah 2,5. DMi Cucurbita domestica adalah 0,33333. DMi Clematis paniculata adalah 0,08333. DMi Paspalum comemercon adalah 15,5. DMi Amherstia nobilis adalah 0,08333. DMi Sphaeranthus africano adalah 1,79167. DMi Phemphis acidula adalah 0,25. DMi Piper cuceba adalah 0,375. DMi Peperomia pellucida adalah 1,41667. DMi Exocoeceria agalloncha adalah 0,375. DMi Leucas javanica adalah 0,41667.
Sehingga menghitung kerapatan relatif (DRi) yaitu kerapatan spesies per kerapatan total seluruh spesies dikali 100%. Sehingga diperoleh DRi Imperata cylindrica adalah 14,8571%. DRi Acalypha wikesiana adalah 0,83117%. DRi kupas anda adalah 6,85714%. DRi Clematis paniculata adalah 0,93506%. DRi Clidemia hirta adalah 14,2857%. DRi Leersia hexandra adalah 21,8701%. DRi Phylantus ninuri adalah 6,96104%. DRi Fimbristylis annua adalah 1,03896%. DRi Polygonum chinense adalah 1,24675%. DRi Phyla nodiflora adalah 2,28751%. DRi Equisetum debile adalah 3,11688%. DRi Cucurbita domestica adalah 0,41558%. DRi Clematis paniculata adalah 0,1039%. DRi Paspalum comemercon adalah 19,3247%. DRi Amherstia nobilis adalah 0,1039%. DRi Sphaeranthus africano adalah 2,23377%. DRi Phemphis acidula adalah 0,31169%. DRi Piper cuceba adalah 0,46753%. DRi Peperomia pellucida adalah 1,76623%. DRi Exocoeceria agalloncha adalah 0,46753%. DMi Leucas javanica adalah 0,51948%.
Sehingga menghitung frekuensi mutlak (FMi) yaitu jumlah petak dimana terdapat spesies per jumlah total plot. Sehingga diperoleh FMi Imperata cylindrica adalah0,29167. FMi Acalypha wikesiana adalah 0,29167. FMi kupas anda adalah0,625. FMi Clematis paniculata adalah 0,375. FMi Clidemia hirta adalah 0,70833. FMi Leersia hexandra adalah 0,625. FMi Phylantus ninuri adalah 0,58333. FMi Fimbristylis annua adalah 0,16667. FMi Polygonum chinense adalah 0,125. FMi Phyla nodiflora adalah 0,25. FMi Equisetum debile adalah 0,25. FMi Cucurbita domestica adalah 0,16667. FMi Clematis paniculata adalah 0,04167. FMi Paspalum comemercon adalah 0,54167. FMi Amherstia nobilis adalah 0,08333. FMi Sphaeranthus africano adalah 0,08333. FMi Phemphis acidula adalah 0,08333. FMi Piper cuceba adalah 0,08333. FMi Peperomia pellucida adalah 0,125. FMi Exocoeceria agalloncha adalah 0,125. FMi Leucas javanica adalah 0,41667.
Sehingga menghitung frekuensi relatif (FRi) yaitu frekuensi spesies per frekuensi total seluruh spesies dikali 100%. Sehingga diperoleh FRi Imperata cylindrica adalah 5,14706%. FRi Acalypha wikesiana adalah 5,14706%. FRi kupas anda adalah 11,0294%. FRi Clematis paniculata adalah 6,61765%. FRi Clidemia hirta adalah 12,5%. FRi Leersia hexandra adalah 11,02941%. FRi Phylantus ninuri adalah 10,2941%. FRi Fimbristylis annua adalah 2,94118%. FRi Polygonum chinense adalah 2,20588%. FRi Phyla nodiflora adalah 4,41176%. FRi Equisetum debile adalah 4,41176%. FRi Cucurbita domestica adalah 2,94118%. FRi Clematis paniculata adalah 0,73529%. FRi Paspalum comemercon adalah 9,55882%. FRi Amherstia nobilis adalah 1,47059%. FRi Sphaeranthus africano adalah 1,47059%. FRi Phemphis acidula adalah 1,47059%. FRi Piper cuceba adalah 1,47059%. FRi Peperomia pellucida adalah 2,20588%. FRi Exocoeceria agalloncha adalah 2,20588%. FMi Leucas javanica adalah 0,73529%.
Setelah itu kita dapat mengetahui Indeks Nilai Penting yaitu Kerapatan Relatif (DRi) ditambah dengan Frekuensi Relatif (FRi). Dimana Indeks Nilai Penting yang diperoleh yaitu 200. Hal ini menandakan bahwa data yang kami peroleh itu valid.
Untuk pola penyebaran populasi digunakan rumus indeks penyebaran Morisita. Di mana apabila id <1 maka terdistribusi seragam, apabila id=1 maka terdistribusi seragam dan apabila id >1 maka terdistribusi secara berkelompok. Hasil pengamatan yang kami peroleh diketahui N sebanyak 1925 spesies sehingga diperoleh id Imperata cylindrica adalah 0,51756 sehingga terdistribusi seragam. Id Acalypha wikesiana adalah -0,0108151 sehngga terdistribusi secara seragam. Id kupas anda adalah 0,10043362 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Clematis paniculata adalah -0,01037449 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Clidemia hirta adalah 0,4775765 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Leersia hexandra adalah 1,136048816 sehingga terdistribusi secara berkelompok. Id Phylantus ninuri adalah 0,103880984 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Fimbristylis annua adalah -0,009882 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Polygonum chinense adalah -0,00874153 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Phyla nodiflora adalah 0,00712801 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Equisetum debile adalah 0,010854011 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Cucurbita domestica adalah -0,012059 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Clematis paniculata adalah -0,01244809 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Paspalum comemercon adalah 0,8842552 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Amherstia nobilis adalah -0,012448092 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Sphaeranthus africano adalah -0,0004925 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Phemphis acidula adalah -0,01224 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Piper cuceba adalah -0,0119491 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Peperomia pellucida -0,004983 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Exocoeceria agalloncha adalah -0,011949 sehingga terdistribusi secara seragam. Id Leucas javanica adalah -0,011826 sehingga terdistribusi secara seragam.
Untuk menentukan tingkat dominansi menggunakan Indeks Simpson, dimana apabila δ= 0,01 sampai 0,30 maka dominansinya rendah. Apabila δ = 0,31 sampai 0,60 maka dominansinya sedang dan apabila δ= 0,61 sampai 1 maka dominansinya tinggi. Sedangkan untuk Indeks Keanekaragaman (Ds) semakin mendekati angka 1, maka keanekaragamannya semakin tnggi. Hasil pengamatan yang diperoleh pada metode ini diketahui δ yaitu 0,1396 yang berada dikisaran δ= 0,01 sampai 0,30. Hal ini menunjukkan bahwa Indeks Dominansi pada komunitas tersebut tergolong rendah. Dan untuk mengetahui keanekaragaman jenisnya maka digunakan rumus Ds= 1 – δ. Sehingga diperoleh Ds sebesar 0,8604185 dimana nlainya mendekati angka 1. Dimana semakin mendekati angka 1, maka keanekaragaman dalam komunitas tersebut semakin tinggi. Semakin tinggi Indeks Dominansi maka keanekaragamannya akan semakin rendah. Begitupun sebalikknya semakin rendah Indeks Dominansi maka keanekaragamannya semakin tinggi.
Untuk menentukan Tingkat Keanekaragamnnya maka digunakan Indeks Shannon-Wienner. Dimana apabila H<1 maka tingkat keanekaragamannya rendah. Apabila 1<H<3 maka tingkat keanekaragamannya sedang. Dan apabila h>3 maka tingkat keanekaramannya tingg. Hasil pengamatan yang diperoleh yaitu H=0,97693 yang berada dalam kisaran H<1. Hal ini menandakan bahwa tingkat keanekagamannya rendah.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum ini yaitu ada beberapa metode yang dapat kita lakukan untuk melihat keanekaragaman spesies di alam, diantaranya adalah Metode Random Sampling Plot, Random Sampling Line Intercept Transect, purposed Sampling Plot, Purposed Sampling Line Intercept Transect, Kombinasi Plot dan Line transect, dan Puposed Sampling Kuadran.
Saran
Saran saya untuk praktikum ini yaitu:
Sebaiknya praktikan fokus saat mengidentifikasi spesies.
Sebaiknya asisten menjelaskan teori yang berkaitan.
Sebaiknya laboran menyiapkan alat setiap kelompok.
DAFTAR REFERENSI
Andrie. 2011. Ekologi. (https://andriecaale.blogspot.com/2011/06/laporan-tetap-analisis-vegetasi-metode.html). (tanggal akses: 24 Juni 2015).
Dedy 2010 https://dydear.multiply.com/journal/item/15/Analisa_Vegetasi (diakses tanggal 25 Juni 2015).
Ekologi.https://id.wikipedia.org/wiki/Ekologi.
Ekologi Faktor Lingkungan.https://aatunhalu.wordpress.com/2009/04/05/ekologi-faktor-lingkungan.
Indriyanto. 2006. Ekologi Tanah. Jakarta: PT. Citra Prakarya.
Irwan, Zoer’aini.2003. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas & Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
Irwanto, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2007. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA
Jumin, Hasan. 2002. Agroekologi, Suatu Pendekatan Fisiologis. Rajawali Pers.
Kelembapan.https://id.wikipedia.org/wiki/Kelembapan.
Kristanto, Philip. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Yogyakarta: penerbit KANISIUS.
Mengenal Ekologi Tumbuhan. 2013. https://ekosistem-ekologi.blogspot.com/2013/02/mengenal-ekologi-tumbuhan.html.
Nur, Fatmawati. 2013. Ekologi Umum. Makassar : Alauddin University Press.
Polunin, N. 1990. Ilmu Lingkungan dan Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rahardjo,S. 1980. Ekologi Tumbuhan. Surakarta : Tiga Serangkai
Rohman, Fatchur dan I Wayan Sumberartha. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA.
Suhu.https://id.wikipedia.org/wiki/Suhu.
Sutarno. 2007. Pengenalan Pemberdayaan Pohon Hutan. Bogor: Prosea Indonesia-Prosea Network Office Pusat SDM Kehutanan.
Swanarmo, H, dkk. 1996. Pengantar Ilmu Lingkungan. Malang: Universitas Muhammadyah.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB.
Tim Dosen. Penuntun Praktikum Ekologi Tumbuhan. Makassar : Universitas Islam Negeri alauddin. 2009.
Yatim, Wildan. 1994. Biologi Modern. Bandung: Tarsito.
BIOGRAPHY
Nur Diana, yang biasa dipanggil Diana dilahirkan di Gowa pada tanggal 27 mei 1994 Anak pertama dari 2 bersaudara hasil buah kasih dari pasangan Dg Nai dan Dg Bone. Pendidikan Formal dimulai dari Sekolah Dasar di SD Inpres Malonjo Gowa dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah MTs Darul Muttaqin Gowa dan lulus pada tahun 2009, dan pada tahun yang sama pula penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah MAN 1 Makassar dan lulus pada tahun 2012. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar ke jenjang S1 pada Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, sampai sekarang.
91