Gunung Tambora
Gunung Tambora adalah gunung tipe strata vulkanik yang
semula memiliki ketinggian 4.200 meter (13.000 ft) diatas permukaan laut
(mdpl), akibat letusan tahun 1815 ketinggiannya berubah menjadi 2.851 meter dpl
(9.350 ft). Sisa letusan membentuk mangkuk kaldera yang sangat besar (terbesar
di indonesia). Diameter kawah mencapai 7 kilometer (4 mil), serta panjang
keliling 16 kilometer, dengan kedalamannya sekitar 950 meter. Letusan itu
mengakibatkan debu membumbung tinggi menutupi stratosfir dan mempengaruhi cuaca
di bumi secara global. Sinar matahari ke bumi terhambat oleh debu.
Benua Eropa dan Amerika mengalami musim dingin yang
berkepanjangan, menyebabkan kegagalan panen, kelaparan, dan korban secara
keseluruhan mencapai lebih dari 92.000 nyawa manusia meninggal. Hingga Tahun
1816 masyarakat dunia mengalami tahun tanpa musim panas (“The Year Without
Sammer”).
Dalam skala lokal, tiga kerajaan yang ada di Pulau Sumbawa
lenyap. Hujan ar hitam dan debu melanda Surabaya, Madura, Bali, Sulawesi, dan
Maluku. Sedangkan suara letusannya terdengar hingga jakarta. Saat ini letusan
yang hampir mencapai usia + 200 tahun itu tercatat dalam
Guinness Book of Record dan terkenal dengan sebutan “The Great Volcanic
Eruption in History”
Kawasan konservasi Gunung Tambora yang ditunjuk berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 418/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999
memiliki luas 71.64,74 Ha. Saat ini kawasan konservasi tersebut terdiri atas
tiga fungsi yaitu Cagar Alam seluas 23.840,81 Ha, Suaka Margasatwa seluas
21.674,68 Ha dan Taman Buru seluas 26.130,25 Ha. Kondisi bentang lahan yang
sangat luas yang merupakan gunung api aktif memiliki keterwakilan ekosistem
yang cukup lengkap mulai dari hutan dataran rendah sampai hutan dataran tinggi.
KEADAAN UMUM KAWASAN
Letak, Luas dan Batas.
Secara geografis kelompok hutan gunung tambora terletak
diantara 1170 47’ 00” sd 1180 17’ 00” BT dan 08007’
00” LS. Cagar alam, suaka Margasatwa maupun taman buru masuk dalam
wilayah pemerintahan Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu.
Sebelah utara kawasan ini berbatasan dengan hutan produksi
dan areal peruntukan lainnya, sebelah selatan berbatasan dengan hutan produksi,
hutan lindung dan hutan produksi terbatas, sebelah barat berbatasan dengan
areal peruntukan lainnya dan hutan produksi sedangkan sebelah timur berbatasan
dengan hutan produksi.
Topografi
Kawasan konservasi Gunung Tambora memilii topografi berbukit
sampai bergunung dengan kelerengan agak landai sampai curam dengan klasifikasi
kelas kelerengan 8% - 45%.
Bentang lahan kawasan Gunung Tambora terdiri atas beberapa gunung-gunung antara
lain:
· Gunung Tambora (2.851 mdpl),
· Gunung Ranu (1.128 mdpl),
· Gunung Lambubu (1.120 mdpl),
· Gunung Mbolo (1.180 mdpl),
· Gunung Peke (1.000 mdpl),
· Gunung Kancidong (950 mdpl),
· Gunung Tabbenae (833 mdpl),
· Gunung Donggo Tabe (572 mdpl)
· Gunung Kadindingnae (505
mdpl).
Gugusan gunung tersebut membentuk sungai-sungai yang berhulu
di Gunung Tambora.
Geologi dan Tanah
Kawasan hutan Gunung Tambora (RTK.53) memiliki formasi
geologi yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas vulkanologi Gunung Tambora yang
sebagian besar terdiri dari Batuan Hasil Gunung Api dan sebagian kecil batuan
gunung api tua. Jenis tanah di kawasan hutan Gunung Tambora terdiri dari
Regosol (volkan), Mediteran (volkon) dan aluvial (daratan) yang mempunyai sifat
sangat peka terhadap erosi dan sangat labil.
Iklim
Menurut klasifikasi Schmicht & Ferguson Gunung
Tambora memiliki cakupan wilayah yang sangat luas memiliki 3 tipe iklim yaitu
tipe iklim D dengan nilai Q antara 60% - 100%, tipe iklim E dengan nilai Q
antara 100% - 167% dan tipe iklim F dengan nilai Q antara 167% - 300%. Tipe
iklim tersebut sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan perbandingan jumlah
bulan kering dengan jumlah bulan basah selama periode waktu tertentu.
STATUS PENGUKUHAN
Kawasan konservasi Gunung Tambora awalnya ditunjuk menjadi
hutan tutupan yang dipelihara sesuai keputusan ZB No. 8 tanggal 12 Pembruari
1937 dan RB No. 45 / XII / ZBZ tanggal 5 Juni 1937. Keputusan penunjukan
tersebut ditinjak lanjuti dengan kegiatan pengukuhan batas luas kawasan yang
dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 1979 / 1980 sampai tahun 1983 / 1984.
Berita Acara Tata Batas Kawasan disahkan oleh Menteri Kehutanan pada tanggal 29
Februari 1984 dan 6 Maret 1985 dengan luas keseluruhan 134.247,75 Ha.
Pada tahun 1996 / 1997 Kementerian Kehutanan melakukan
penataan batas fungsi yang didasarkan pada berita acara tata batas tersebut dan
mengacu pada Keputusan Menteri Pertanian No. 756/ Kpts/Um/10/1982 tanggal 12
Oktober 1982 tentang Rencana Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Provinsi NTB
yang ditegaskan kembali melalui Keoutusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.
418 / Kpts-II / 1999 tanggal 5 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan
Perairan di wilayah Provinsi NTB.
SEJARAH LETUSAN
Dimulai dengan pembentukan Vulkanik Tua Labumbum di bagian
tenggara, lalu diikuti dengan pembentukan Gunung Kawinda Toi di bagian timur
laut (menghasilkan kaldera Kawinda Toi yang terbuka ke arah timur laut).
Setelah aktivitas di bagian timur laut berakhir, baru terbentuk Gunung Tambora
di bagian tengah (menghasilkan kaldera Tambora berdiameter 6x7 km). Pembentukan
kaldera Tambora terjadi 2 kali merupakan produk letusan katastropik sebelum
tahun 1815 dan produk letusan katastropik tahun 1815. Pembentukkan endapan
sekunder yang dimanifestasikan dengan endapan lahar dan kolovial, merupakan
endapan yang masih terus berlangsung hingga kini. Pembentukkan kolovium,
terutama terjadi di bagian dasar dinding Kaldera Tambora. Aktivitas terakhir
yang masih terus berlangsung hingga kini, yakni berupa hembusan solfatara dan
fumarola berintensitas sedang di bagian dasar dinding kaldera dan di sekitar
Doro Api Toi yang berada di bagian tengah dasar Kaldera Tambora.
POTENSI KEANEKARAGAMAN HAYATI
Potensi Tumbuhan
Hasil identifikasi tahun 2013 ditemukan sebanyak 277 spesies
dan famili pohon, herba, perdu, epifit dan liana. Ditemukan juga spesies
endemik Elaeocarpus batudulangii yang merupakan tumbuhan
khas di kawasan Gunung Tambora, selain itu ditemukan juga beberapa jenis
tumbuhan kunci/ penting pembentuk ekosistem klimak di kawasan Gunung Tambora,
antara lain : Cemara gunung (Casuarina junghuniana); Rajumas (Duabanga
moluccana); Ganitri (Elaeocarpus sphaericus); Engelhardtia
spicata.
Potensi Satwa
Gunung Tambora degan total luas 71.645,74 Ha memiliki tiga
klasifikasi tipe ekosistem hutan yaitu hutan musim, hutan hujan tropis dan
hutan savana merupakan habitat dari berbagai jenis satwa liar antara lain :
(Rusatimor / Cervus timoriensis; Babi / Sus
sp.); klas primata (Kera Abu/ Macacafasicularis); klas
reptil (Biawak biasa / Varanus salvator); Kadal biasa; Kadal
pohon; Ular Phiton / Phiton raticulatus) dan telah
teridentifikasi beberapa jenis burung dilindungi antara lain: Elang Alap (Accipiter
sp.); Gosong Kaki Merah(Megapodius reinwardt); Coracina doherty; Isap
Madu Australia (Lichmera indistincta); Isap Madu Topi Sisik (Lichmera
lombokia); Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea); Koakiau
/ Cikukua Tanduk (Philemon buceroides); dan Elang
Bondol (Heliatus indus) serta ditemukan dua jenis burung endemik
Nusa Tenggara yaitu Kipasan flores (Rhipidura diluta); dan
Kacamata wallacea (Zoosterops wallacea).
POTENSI WISATA
Kawasan Gunung Tambora memiliki bentang lahan yang cukup
luas, dimana memiliki potensi wisata alam yang cukup menarik antara lain:
a. Kaldera
Gunung Tambora merupakan salah satu dari tiga gunung api
aktif selain Gunung Rinjani dan Gunung Sangiang. Gunung Tambora terbentuk
awalnya pada 200 juta tahun yang lalu dengan ketinggian + 1.800
mdpl. Karena adanya aktifitas lava kawah pusat tersebut pada tahun 1815
ketinggian Gunung Tambora mencapai 4.200 mdpl. Kemudian pada bulan April Tahun
1815 terjadi letusan yang sangat dahsyat (parosima) disertai pembentukkkan
kaldera, menghasilkan material berupa jatuhan dan aliran piroklastik dengan
volume sekitar + 600 km3 yang menutupi hampir
seluruh gunung api, termasuk tiga kesultanan yaitu kesultanan Tambora, Pekat
dan Sanggar yang terletak di sekitar lereng Gunung Api Tambora.
Kaldera dengan garis tengah mencapai 7 km dengan kedalaman + 950
m. Pada dasar kawahnya telah muncul gunung api baru yang diberi nama Doro Api
Toi yang merupakan pusat kegiatan Gunung Api Tambora saat ini.
Kaldera tersebut saat ini menjadi objek wisata menarik
khususnya bagi wisatawan yang senang berpetualang.
b. Jungle
Tracking
Menjelajah hutan merupakan salah satu bentuk wisata berbasis
alam. Kegiatan menjelajah hutan atau sering dikenal dengan nama jungle tracking
dapat dilakukan di kawasan Gunung Tambora. Kegiatan ini didukung kondisi
tutupan vegetasi yang masih cukup rapat dengan kondisi sekitar jalur
penjelajahan yang cukup sejuk dan nyaman. Kegiatan jungle tracking tersebut
dapat dilakukan pada empat pintu pendakian yaitu Piong (Kore), Kawinda Toi,
Doroncanga dan Pancasila.
Masing-masing jalur penjelajahan memiliki keunikan,
kelebihan dan tantangan tersendiri yang mampu memenuhi kebutuhan akan rekreasi
dan wisata alam. Sepanjang jalan pengunjung dapat menikmati keindahan formasi
hutan yang masih rapat dan memiliki keragaman jenis yang tinggi. Pada lokasi
tertentu, pengunjung dapat menjumpai pohon dengan ukuran raksasa menjulang
tinggi antara lain jenis kalanggo (Duabanga molucana), Soka (Ardisia
diversifolia), Sambi (Schleichera oleosa), Kelicung/
Huja Api (Diospyros maritima), Rida (Alstonia spectabilis), Jambu
hutan / Monggo merah (Syzigium polyanthum), dan jenis tumbuhan
lainnya yang mencapai 277 jenis/ spesies. Diketinggian 1.500 mdpl pengunjung
akan menemukan komunitas pohon cemara gunung (Casuarina junghuhniana) pada
hamparan yang cukup luas.
c. Wisata Tirta
Kawasan Gunung Tambora merupakan daerah tangkapan air
sehingga pada kawasan tersebut Tambora terdapat beberapa alur sungai salah
satunya adalah sungai Oi Marai yang ada di Desa Kawinda Toi. Sungai ini
memiliki air yang sangat jernih dan dialiri air sepanjang tahun dengan debit
yang cukup besar. Pada aliran sungai ini terdapat 7 buah air terjun dengan
ketinggian 5-7 meter yang dapat dikembangkan sebagai atraksi wisata yang
menarik.
d. Wisata Minat Khusus
Kondisi kawasan dengan potensi alam yang sangat memungkinkan
untuk dikembangkan sebagai objek daya tarik wisata membuat kawasan yang saat
ini berstatus sebagai Cagar Alam, Suaka Margasatwa dan Taman Buru ini memiliki
peluang pengembangan pariwisata yang sangat menjanjikan.
Oleh karena itu optimalisasi fungsi pokok kawasan sehingga
bisa termanfaatkan secara maksimal baik dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial
budaya khususnya terkait pengembangan wisata maka kawasan konservasi Gunung
Tambora yang saat ini berstatus fungsi sebagai Cagar Alam, Suaka Margasatwa dan
Taman Buru diubah fungsinya menjadi Taman Nasional.
Potensi daya tarik wisata di kawasan Gunung Tambora cukup
beragam termasuk untuk pengembangan wisata minat khusus seperti panjat tebing,
paralayang, off road, hikking dan lain-lain yang memacu adrenalin pengunjung.
e. Wisata Ilmiah
Pengembangan wisata ilmiah dapat dilakukan melalui kegiatan
penelitian dan pengembangan, pengenalan jenis tumbuhan dan satwa liar yang ada,
pengembangan laboratorium alam, pengembangan demplot atau kebun koleksi
tumbuhan dan lain-lain. Pengembangan wisata ini sangat memungkinkan karena
Gunung Tambora memiliki kondisi alam yang mendukung dan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa liar yang sangat tinggi.
0 Response to "Potensi Gunung Tambora"
Post a Comment