Lompat ke isi

Srikandi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Srikandi
शिखंडी
Ilustrasi Srikandi karya Warwick Goble (1943) dalam buku Indian Tales of the Great Ones Among Men, Women, and Bird-people.
Ilustrasi Srikandi karya Warwick Goble (1943) dalam buku Indian Tales of the Great Ones Among Men, Women, and Bird-people.
Tokoh Mahabharata
NamaSrikandi
Ejaan Dewanagariशिखंडी
Ejaan IASTŚikhaṇḍī
Nama lainBismahanta
Gelarpangeran
Kitab referensiMahabharata
AsalKerajaan Panchala
KediamanKampilya, Kerajaan Panchala
Kastakesatria
AyahDrupada
IbuPersati
Gandawati (versi wayang)
SaudaraDrestadyumna, Dropadi, Satyajit
AnakKesatradewa[1]

Srikandi (Dewanagari: शिकण्ढी; ,IASTŚikhaṇḍī, शिकण्ढी) adalah tokoh androgini dalam wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Dalam kisah, ia merupakan putri Raja Drupada dan Persati dari Kerajaan Panchala. Dalam kitab Mahabharata bagian Adiparwa dan Udyogaparwa dijelaskan bahwa ia merupakan reinkarnasi putri kerajaan Kasi bernama Amba, yang meninggal dengan hati penuh dendam kepada Bisma, pangeran Dinasti Kuru. Kemudian Amba terlahir kembali sebagai anak perempuan Drupada. Namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai laki-laki. Versi lain menceritakan bahwa ia bertukar kelamin dengan yaksa (makhluk gaib).[2][3]

Dalam versi pewayangan Jawa yang mengadaptasi Mahabharata terkandung cerita yang hampir sama. Namun dalam pewayangan Jawa dikisahkan bahwa ia menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata versi India.

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

Nama Srikandi merupakan versi Indonesia dari Śikhaṇḍin dalam bahasa Sanskerta. Bentuk femininnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".

Kehidupan sebelumnya

[sunting | sunting sumber]

Dalam kitab Mahabharata, pada kehidupan sebelumnya Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba. Kisah mengenai Amba dimuat dalam Mahabharata jilid pertama, yaitu Adiparwa, dan dalam Mahabharata jilid kelima, Udyogaparwa. Dalam Adiparwa diceritakan bahwa Bisma—pangeran dari Hastinapura, ibukota Kerajaan Kuru—memboyong Amba dari suatu sayembara di Kerajaan Kasi, untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya, adik tirinya. Sesampainya di Hastinapura, Amba mengaku bahwa ia sudah memilih Raja Salwa sebagai calon suaminya. Karena Bisma tidak ingin Amba menikah secara terpaksa, maka ia memulangkan Amba agar dapat menikah dengan Raja Salwa. Namun Raja Salwa yang merasa harga dirinya terinjak oleh Bisma tidak mau menikahi Amba.

Amba kembali ke kediaman Bisma agar dinikahi, tetapi Bisma menolaknya karena bersumpah untuk hidup membujang selamanya. Karena merasa terhina, Amba membujuk para kesatria di Bharatawarsha agar membantunya menundukkan Bisma, tetapi tidak ada seorang kesatria pun yang berani melakukannya. Amba pun memohon bantuan Parasurama, salah satu guru Bisma. Namun Parasurama tidak mampu untuk memaksa Bisma menikahi Amba, walau menempuh jalur kekerasan sekalipun. Akhirnya Amba memutuskan untuk berdoa kepada para dewa agar memperoleh cara untuk membunuh Bisma.[4]

Menurut Mahabharata yang ditulis ulang C. Rajagopalachari, Dewa Subramanya memberikannya puspamala dan bersabda bahwa orang yang bersedia memakainya akan menjadi pembunuh Bisma. Amba pun mencari orang yang bersedia memakainya, tetapi tidak ada yang berani meskipun ada jaminan keberhasilan dari sang dewa. Setelah ditolak berbagai kesatria, akhirnya Amba tiba di istana Raja Drupada, dan mendapatkan hasil yang sama. Dengan putus asa, Amba melemparkan puspamala tersebut ke atas gerbang istana dan tidak ada yang berani menyentuhnya.[5]

Dari istana Drupada, Amba pergi dan berdoa kepada Dewa Siwa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Permohonan Amba dikabulkan oleh sang dewa. Namun, sebagai wanita yang tidak pernah mengenyam pelatihan militer, Amba pun bertanya kepada Siwa tentang cara untuk membunuh Bisma. Dewa Siwa menjawab bahwa pembunuhan itu tidak terjadi pada kehidupan Amba saat itu, melainkan pada kehidupan Amba yang selanjutnya. Sang dewa berkata bahwa Amba akan bereinkarnasi menjadi orang yang menyebabkan kematian Bisma. Setelah mendengar jawaban sang dewa, dengan percaya diri Amba mencabut nyawanya sendiri.[6] Amba pun terlahir sebagai Srikandi, anak Raja Drupada.

Tokoh Srikandi yang diperankan dalam jatra, seni pertunjukan dari Benggala, India.

Dalam Mahabharata, Srikandi merupakan sosok yang bersifat androgini. Kisah tentang penentuan gendernya terjadi dalam berbagai versi. Dalam suatu versi dikisahkan bahwa saat Srikandi masih muda, ia mendapati sebuah puspamala (pemberian Amba) tergantung di atas gerbang istananya. Puspamala tersebut merupakan anugerah dewa yang membuat pemakainya menjadi penyebab kehancuran Bisma. Srikandi yang masih teringat akan reinkarnasinya pun mengalungkan puspamala tersebut di lehernya. Melihat hal itu, Drupada cemas bahwa Srikandi akan menjadi musuh Bisma sehingga ia mengusir Srikandi agar kerajaannya tidak ikut menjadi musuh Bisma. Di tengah hutan, Srikandi berdoa dan berganti jenis kelamin menjadi laki-laki.[2]

Menurut versi lain, ia kabur dari Panchala, lalu bertemu seorang yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Dikisahkan bahwa saat belum dikaruniai keturunan, Raja Drupada melakukan pengembaraan ke hutan. Di sana ia mendapati seorang bayi perempuan. Saat dipungut, suara gaib menggema dari angkasa dan menyuruh agar Drupada mengasuh bayi tersebut selayaknya laki-laki. Anak tersebut pun diberi nama Srikandi. Saat dewasa, Srikandi dinikahkan dengan putri Raja Dasharna. Namun sang putri mengadu kepada ayahnya bahwa Srikandi yang ia nikahi ternyata seorang wanita. Saat sang raja bertindak untuk memastikan kebenarannya, Srikandi panik lalu kabur ke hutan. Di sana ia bertemu yaksa yang bersedia bertukar jenis kelamin dengannya. Raja Yaksa pun mengetahui hal tersebut, lalu ia mengutuk agar yaksa tersebut tetap menjadi perempuan sampai Srikandi meninggal dunia.[3] Dalam berbagai versi, perubahan gender menyebabkan Srikandi menjadi orang kasim; dalam versi lain tidak demikian.[7]

Dalam beberapa versi, Amba memang dilahirkan sebagai laki-laki yang bernama Srikandi. Kadangkala diceritakan sebagai lelaki tulen, kadangkala sebagai orang kasim. Dalam versi yang lain, Srikandi memang seorang laki-laki tetapi berstatus transgender, karena anugerah Siwa yang menyebabkan Amba akan tetap teringat akan kehidupan sebelumnya.[6]

Dalam Mahabharata terjemahan Kisari Mohan Ganguli, dan kompilasi Chatahurdi, Srikandi memiliki seorang putra bernama Kesatradewa.[8]

Perang Kurukshetra

[sunting | sunting sumber]
Ilustrasi dari naskah kitab Mahabharata berbahasa Sanskerta, menggambarkan pertarungan Krepa (kiri) melawan Srikandi.

Saat perang Kurukshetra, yang merupakan konflik utama wiracarita Mahabharata, Bisma berperang di pihak Korawa, sementara Srikandi di pihak Pandawa. Sebelumnya, dalam kitab Udyogaparwa (kisah persiapan perang Kurukshetra) Bisma berkata di hadapan para Korawa bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan terlahir sebagai seorang wanita. Sebelum pertempuran hari ke-10, para Pandawa datang menemui Bisma pada malam hari untuk mencari tahu kelemahannya. Bisma berkata bahwa ia enggan bertarung dengan seorang wanita, atau seseorang yang namanya seperti wanita. Di samping itu, ia selalu menjauh dari medan tempur setiap Srikandi mendekatinya. Setelah tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna mengambil siasat untuk bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur.[2]

Pada pertempuran hari ke-10, banyak kesatria dari laskar Korawa yang menyerang dan melukai Srikandi, beberapa di antaranya juga menghadang kelima Pandawa. Drona menghadang Arjuna, Duryodana menghadang Bima, Salya menghadang Yudistira, Wrekasura menghadang Nakula, dan Uluka menghadang Sadewa. Pertama-tama, Aswatama menyerang Srikandi tetapi Drupada menangkisnya, lalu Dursasana menyerang Srikandi tetapi Drestadyumna meladeninya. Terakhir, Sangkuni menyerang dan menusuk Srikandi tetapi Wirata menghentikannya. Kemudian, Srikandi yang terluka akhirnya naik ke kereta perang Arjuna. Bersama-sama, mereka melaju ke arah Bisma. Melihat Srikandi muncul di hadapannya, Bisma menurunkan senjata, lalu Arjuna yang bersembunyi di belakang Srikandi segera melepaskan serangan panah bertubi-tubi. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir.[2][9]

Dalam wiracarita Mahabharata, dikisahkan bahwa Srikandi terus bertahan sampai perang diakhiri pada hari ke-18, yang ditandai dengan kekalahan Duryodana dalam perang tanding melawan Bima. Sebelum mati, Duryodana mengangkat Aswatama sebagai pemimpin sisa prajurit Korawa, untuk melancarkan serangan balas dendam ke kubu Pandawa. Dalam kitab Sauptikaparwa, diceritakan bahwa Aswatama melakukan gerilya pada saat laskar Pandawa sedang tidur, dan berhasil membunuh banyak kesatria. Setelah Drestadyumna, Yudamanyu, Utamoja, dan lima putra Dropadi terbunuh, Srikandi menyerang Aswatama dengan panah. Namun Aswatama yang dianugerahi kekuatan oleh Siwa mampu melakukan serangan balik, dan memotong tubuh Srikandi menjadi dua bagian dengan pedangnya.[10] Menurut salah satu versi, setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kepada yaksa.[9]

Pewayangan Jawa

[sunting | sunting sumber]
Srikandi sebagai tokoh pewayangan Jawa.

Dalam lakon pewayangan Jawa yang mengadaptasi naskah Mahabharata, dikisahkan bahwa Srikandi lahir karena kedua orangtuanya—Prabu Drupada dan Dewi Gandawati—menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya—Dewi Dropadi dan Drestadyumna—dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.

Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaian tersebut didapatnya ketika berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putra.

Dewi Srikandi menjadi suri teladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, putri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang dendam kepada Bisma.

Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Astina setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Ganguli, Kisari Mohan, "Karnaparwa, section 6", The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa, Sacred-Texts.com 
  2. ^ a b c d Rajaji, "Amba and Bhishma", Mahabharata Summary, Mahabharata Online 
  3. ^ a b MAHABHARAT: The king of Kashi's three beautiful daughters, Amba, Ambika and Ambalika Diarsipkan 12 August 2012 di Wayback Machine.
  4. ^ https://www.sacred-texts.com/hin/m01/m01068.htm
  5. ^ Rajagopalachari, Raja (1951). Mahabharata. Bharatiya Vidya Bhavan. hlm. 22. 
  6. ^ a b Pattanaik, Devdutt. Shikhandi and Other Tales They Don't Tell You. N.p.: n.p., n.d. Print
  7. ^ Gāḍīta, Jayanta. Shikhandi. Ahmedabad: Parshwa, 1990. Print.
  8. ^ https://www.sacred-texts.com/hin/m08/m08006.htm
  9. ^ a b "Story of Shikhandi", Characters/Persons from Mahabharata, Mahabharata Online 
  10. ^ Kisari Mohan Ganguli, "Sauptika Parva. Section 8.", The Mahabharata of Krishna Dvaipayana Vyasa, Sacred-Text.com