Lompat ke isi

Ruang gema (media)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ilustrasi gelembung tersaring, dengan grup yang hanya mengonsumsi informasi pada gelembung tersebut.

Dalam konteks media berita, ruang gema (bahasa Inggris: echo chamber) adalah istilah kiasan dari suatu keadaan ketika sebuah keyakinan yang diyakini atau menjadi keputusan bersama oleh komunitas, disebarkan secara berulang-ulang dalam sebuah komunitas tertutup oleh para anggotanya.[1] Dengan mengunjungi sebuah "echo chamber", orang-orang dapat melihat anggapan atau pernyataan yang sesuai dengan pandangan yang mereka yakini secara pribadi, sehingga berpotensi menimbulkan bias konfirmasi. Ruang gema dapat meningkatkan polarisasi dan ekstrimisme sosial dan politik.[2] Maka dari itu, opini yang masuk dalam ruang gema dapat dikuatkan dalam suatu grup dan mengantarkan grup tersebut berada pada posisi yang lebih ekstrem.[1][3]

Ruang gema dikatakan berefek banyak terhadap paparan bias atau polarisasi grup. Namun, penelitian terbaru menginformasikan bahwa efek dari ruang gema tidak seburuk yang dikira.[1]

Ruang gema didefinisikan sebagai "suatu ruang media yang memiliki potensi untuk meningkatkan informasi internal atau menghalangi informasi dari luar".[4] Karena ruang gema merupakan suaru ruang media, maka hal ini tidak dapat dipelajari hanya dengan mempelajari satu platform saja. Secara prinsip, ruang gema dapat berupa informasi apa pun. Dalam diskusi publik dan politik, istilah ruang gema kadang digunakan bersamaan dengan gelembung tersaring (bahasa Inggris: filter bubble). Namun, kedua istilah tersebut perlu dibedakan. Ruang gema adalah salah satu bentuk dari gelembung tersaring, dengan orang dapat masuk secara aktif atau tidak aktif masuk kedalam gelembung tersebut. Sementara itu, gelembung tersaring biasanya tercipta oleh karena algoritma suatu platform oleh karena kepentingan komersial platform tersebut, dibandingkan dengan kontribusi aktif pengguna.[4]

Ruang gema dapat terbentuk pada blog, forum,[5] dan sosial media.[1] Orang biasanya masuk ke dalam ruang gema untuk meningkatkan rasa percara dirinya karena merasa opininya akan diterima oleh orang lain.[6][7] Orang-orang tersebut sering mendapatkan informasi dari sosial media, seperti Facebook dan Twitter. Situs-situs tersebut biasanya memiliki algoritma mereka yang berdasarkan pada interaksi yang dilakukan oleh pengguna, yang akhirnya mengubah fungsi editor pada media tradisional.[8] Penyebaran informasi melalui jaringan daring ini dapat membuat risiko gelembung tersaring, yang dapat membuat polarisasi dalam interaksi daring.[9]

Anggota dari suatu ruang gema tidak selalu bertanggung jawab terhadap masuknya mereka ke dalam ruang gema tersebut. Ketika mereka masuk dalam ruang gema, orang tersebut dapat merasakan penerimaan dalam ruang tersebut dan semakin susah untuk keluar. Banyak orang yang masuk dalam ruang gema oleh karena efek ekternal di luar kontrol mereka, seperti dibesarkan dalam lingkungan seperti ruang gema.[10] Lebih lanjut, ruang gema tidak menghilangkan ketertarikan anggota mereka terhadap kebenaran. Ruang gema lebih banyak memanipulasi level kredibilitas yang membuat mereka memilih institusi atau sumber informasi yang menjadi sumber dari otoritas.[11]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d Cinelli, Matteo; Morales, Gianmarco De Francisci; Galeazzi, Alessandro; Quattrociocchi, Walter; Starnini, Michele (2021). "The echo chamber effect on social media". Proceedings of the National Academy of Sciences. 118 (9). doi:10.1073/pnas.2023301118. 
  2. ^ Barberá, Pablo; Jost, John T.; Nagler, Jonathan; Tucker, Joshua A.; Bonneau, Richard (2015). "Tweeting from left to right: Is online political communication more than an echo chamber?". Psychological Science. 26 (10): 1531–1542. doi:10.1177/0956797615594620. 
  3. ^ Sunstein, Cass R. (16 Desember 2002). "The Law of Group Polarization". The Journal of Political Philosophy. 10 (2). doi:10.1111/1467-9760.00148. 
  4. ^ a b Arguedas, Amy Ross; Robertson, Craig T.; Fletcher, Richard; Nielsen, Rasmus Kleis (19 Januari 2022). "Echo chambers, filter bubbles, and polarisation: a literature review". Reuters Institute | University of Oxford. doi:10.60625/risj-etxj-7k60. 
  5. ^ Edwards, Arthur (2013). "(How) do participants in online discussion forums create 'echo chambers'?: The inclusion and exclusion of dissenting voices in an online forum about climate change". Journal of Argumentation in Context. 2 (1): 127–150. doi:10.1075/jaic.2.1.06edw. 
  6. ^ Mutz, Diana C. (2006). Hearing the Other Side. Cambridge: Cambridge University Press. doi:10.1017/cbo9780511617201. ISBN 978-0-511-61720-1. 
  7. ^ Hampton, Keith N.; Shin, Inyoung; Lu, Weixu (2017-07-03). "Social media and political discussion: when online presence silences offline conversation". Information, Communication & Society. 20 (7): 1090–1107. doi:10.1080/1369118x.2016.1218526alt=Dapat diakses gratis. ISSN 1369-118X. 
  8. ^ Hosanagar, Kartik (2016-11-25). "Blame the Echo Chamber on Facebook. But Blame Yourself, Too". Wired. Diakses tanggal 2017-09-24. 
  9. ^ Ulen, Thomas S. (2001). "Democracy and the Internet: Cass R. Sunstein, Republic.Com. Princeton, NJ. Princeton University Press. Pp. 224. 2001". SSRN Working Paper Series. doi:10.2139/ssrn.286293. ISSN 1556-5068. 
  10. ^ Nguyen, C. Thi (June 2020). "Echo Chambers and Epistemic Bubbles". Episteme (dalam bahasa Inggris). 17 (2): 141–161. doi:10.1017/epi.2018.32. ISSN 1742-3600. 
  11. ^ "The Reason Your Feed Became An Echo Chamber — And What To Do About It". NPR.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 12 Juni 2020. 

Bacaan tambahan

[sunting | sunting sumber]