Luka bakar
Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. |
Luka bakar | |
---|---|
Luka bakar derajat 2 pada tangan | |
Informasi umum | |
Spesialisasi | Kedokteran gawat darurat |
Luka bakar adalah sejenis cedera pada daging atau kulit yang disebabkan oleh panas, listrik, zat kimia, gesekan, atau radiasi.[1] Luka bakar yang hanya mempengaruhi kulit bagian luar dikenal sebagai luka bakar superfisial atau derajat I. Bila cedera menembus beberapa lapisan di bawahnya, hal ini disebut luka bakar sebagian lapisan kulit atau derajat II. Pada Luka bakar yang mengenai seluruh lapisan kulit atau derajat III, cedera meluas ke seluruh lapisan kulit. Sedangkan luka bakar derajat IV melibatkan cedera ke jaringan yang lebih dalam, seperti otot atau tulang.
Perawatan yang diperlukan bergantung pada tingkat keparahan luka bakar. Luka bakar superfisial mungkin dapat ditangani dengan pereda nyeri sederhana, sementara luka bakar besar mungkin memerlukan pengobatan yang lebih lama di pusat perawatan luka bakar khusus. Mendinginkan dengan air ledeng mungkin membantu meredakan nyeri dan mengurangi kerusakan; akan tetapi, paparan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan suhu tubuh rendah. Luka bakar yang mengenai sebagian lapisan kulit mungkin perlu dibersihkan dengan sabun dan air, kemudian dibalut. Cara untuk menangani lepuh masih belum jelas, tetapi mungkin ada baiknya untuk membiarkan lepuh tersebut tetap utuh. Luka bakar yang mengenai seluruh lapisan kulit biasanya membutuhkan pembedahan, seperti cangkok kulit. Luka bakar yang luas sering kali membutuhkan banyak cairan intravena karena respon peradangan selanjutnya akan mengakibatkan kebocoran cairan kapiler yang signifikan dan edema. Komplikasi paling umum dari luka bakar adalah infeksi.
Meskipun luka bakar yang besar bisa berakibat fatal, perawatan modern yang dikembangkan sejak tahun 1960 telah meningkatkan hasil penanganan secara signifikan, terutama pada anak dan remaja.[2] Secara global, sekitar 11 juta orang dengan luka bakar akan mencari perawatan medis, dan 300.000 orang meninggal karena luka bakar setiap tahunnya.[3] Di Amerika Serikat, sekitar 4% dari pasien yang dirawat di pusat perawatan luka bakar meninggal karena luka bakar.[4] Hasil jangka panjang dari perawatan luka bakar berhubungan erat dengan ukuran luka bakar dan usia orang yang mengalami luka bakar tersebut.
Gejala dan tanda
[sunting | sunting sumber]Karakteristik luka bakar bergantung pada kedalamannya. Luka bakar superfisial menyebabkan nyeri selama dua atau tiga hari, yang dilanjutkan dengan pengelupasan kulit selama beberapa hari berikutnya.[5][6] Individu yang menderita luka bakar berat mungkin menunjukkan perasaan tidak nyaman atau mengeluhkan adanya tekanan dibandingkan nyeri. Luka bakar yang mengenai seluruh lapisan kulit mungkin sepenuhnya tidak sensitif terhadap sentuhan ringan atau tusukan.[6] Luka bakar superfisial biasanya berwarna merah, sedangkan luka bakar berat bisa berwarna merah muda, putih atau hitam.[6] Luka bakar di sekitar mulut atau rambut yang terbakar di dalam hidung bisa mengindikasikan terjadinya luka bakar di saluran napas, tetapi temuan ini sifatnya tidak pasti.[7] Tanda-tanda yang lebih mengkhawatirkan meliputi: sesak napas, serak, dan stridor atau mengi.[7] Rasa gatal umum dialami selama proses penyembuhan, serta terjadi pada 90% orang dewasa dan hampir semua anak.[8] Mati rasa atau kesemutan masih dapat dirasakan dalam waktu yang lama setelah cedera listrik.[9] Luka bakar juga bisa menyebabkan gangguan emosional dan psikologis.[3]
Jenis[10] | Lapisan yang dilibatkan | Tampilan | Tekstur | Sensasi | Waktu Penyembuhan | Prognosis | Contoh |
---|---|---|---|---|---|---|---|
Superfisial (derajat I) | Epidermis[5] | Merah tanpa lepuh[10] | Kering | Nyeri [10] | 5-10 hari[10][11] | Sembuh dengan baik;[10] Sengatan matahari yang berulang meningkatkan risiko kanker kulit di kemudian hari[12] | |
Agak superfisial, mengenai sebagian lapisan kulit (derajat II) | Meluas ke lapisan dermis (papiler) superfisial [10] | Merah dengan lepuh yang jelas. Pucat dengan tekanan.[10] | Lembap[10] | Sangat nyeri[10] | kurang dari 2–3 minggu[6][10] | Infeksi lokal/selulitis tetapi biasanya tanpa parut[6] | |
Cukup dalam, mengenai sebagian lapisan kulit (derajat II) | Meluas ke lapisan dermis (retikular) dalam[10] | Kuning atau putih. Lebih tidak pucat. Mungkin melepuh.[10] | Agak kering[6] | Tekanan dan tidak nyaman[6] | 3–8 minggu[10] | Parut, kerut (mungkin memerlukan eksisi dan cangkok kulit)[6] | |
Seluruh lapisan kulit (Derajat III) | Meluas ke seluruh lapisan dermis[10] | Kaku dan putih/coklat[10] Tidak pucat[6] | Kasar[10] | Tidak nyeri[10] | Lama (berbulan-bulan) dan tidak sempurna[10] | Parut, kerut, amputasi (eksisi dini dianjurkan)[6] | |
Derajat IV | Meluas ke seluruh lapisan kulit, dan ke dalam lapisan lemak, otot dan tulang di bawahnya [10] | Hitam; hangus dengan eskar | Kering | Tidak nyeri | Perlu eksisi[10] | Amputasi, gangguan fungsional yang signifikan dan, dalam beberapa kasus, kematian.[10] |
Penyebab
[sunting | sunting sumber]Luka bakar disebabkan oleh berbagai sumber eksternal yang dapat digolongkan menjadi panas, kimia, listrik, dan radiasi.[13] Di Amerika Serikat, penyebab paling umum dari luka bakar adalah: kebakaran atau api (44%), melepuh (33%), benda panas (9%), listrik (4%), dan zat kimia (3%).[14] Sebagian besar (69%) cedera luka bakar terjadi di rumah atau tempat kerja (9%),[4] dan kebanyakan adalah akibat kecelakaan, sementara 2% disebabkan oleh serangan orang lain, dan 1-2% disebabkan oleh percobaan bunuh diri.[3] Sumber-sumber ini bisa menyebabkan cedera inhalasi di saluran napas dan/atau paru-paru, dengan tingkat kejadian sekitar 6%.[15]
Merokok merupakan faktor risiko, tetapi konsumsi alkohol bukan merupakan faktor risiko. Luka bakar yang berhubungan dengan api lebih umum terjadi pada iklim yang lebih dingin.[3] Faktor risiko spesifik di negara berkembang meliputi memasak dengan api terbuka atau di atas lantai[1] serta gangguan perkembangan pada anak dan penyakit kronis pada orang dewasa.[16]
Panas
[sunting | sunting sumber]Di Amerika Serikat, api dan cairan panas adalah penyebab luka bakar yang paling umum.[15] Dari semua kasus kebakaran rumah yang mengakibatkan kematian, 25% disebabkan oleh rokok dan 22% disebabkan oleh alat pemanas.[1] Hampir separuh cedera diakibatkan oleh upaya memadamkan kebakaran.[1] Melepuh disebabkan oleh cairan panas atau gas dan paling umum terjadi karena paparan pada minuman panas, suhu air keran yang panas di bak mandi atau pancuran, minyak goreng yang panas, atau uap.[17] Cedera lepuh paling umum terjadi pada anak di bawah usia lima tahun[10] dan, di Amerika Serikat dan Australia, populasi ini mencakup sekitar dua pertiga dari seluruh kasus luka bakar.[15] Kontak dengan benda panas adalah penyebab dari 20-30% kasus luka bakar pada anak.[15] Pada umumnya, lepuh adalah luka bakar derajat I atau II, tetapi bisa juga mengakibatkan luka bakar derajat III, terutama karena kontak yang lama.[18] Kembang api adalah penyebab umum luka bakar selama musim liburan di banyak negara.[19] Hal ini khususnya merupakan faktor risiko bagi remaja pria.[20]
Zat kimia
[sunting | sunting sumber]Zat kimia menyebabkan 2 sampai 11% dari semua kasus luka bakar dan menyebabkan hingga 30% kematian yang berkaitan dengan luka bakar.[21] Luka bakar kimia bisa disebabkan oleh lebih dari 25.000 zat,[10] kebanyakan di antaranya adalah basa keras (55%) atau asam keras (26%).[21] Kebanyakan kematian akibat luka bakar kimia terjadi akibat menelan zat tersebut ingesti.[10] Penyebab umumnya meliputi: asam sulfat yang biasa ditemukan pada pembersih toilet, sodium hipoklorit yang biasa ditemukan pada pemutih, dan hidrokarbon berhalogen yang biasa ditemukan pada penghilang cat.[10] Asam hidrofluorida bisa menyebabkan luka bakar dalam yang mungkin tidak menimbulkan gejala hingga beberapa saat setelah terpapar.[22] Asam format bisa menyebabkan kerusakan sel darah merah dalam jumlah besar.[7]
Listrik
[sunting | sunting sumber]Luka bakar atau cedera listrik digolongkan menjadi cedera listrik tegangan tinggi (1000 volt atau lebih), cedera listrik tegangan rendah (kurang dari 1000 volt), atau luka bakar kilat yang disebabkan oleh busur listrik.[10] Penyebab paling umum dari luka bakar listrik pada anak-anak adalah kabel listrik (60%) dan saklar listrik (14%).[15] Petir juga bisa mengakibatkan luka bakar listrik.[23] Faktor risiko tersambar petir meliputi aktivitas luar ruangan seperti mendaki gunung, golf, dan olahraga di lapangan, serta bekerja di luar ruangan.[9] Angka kematian akibat sambaran petir adalah sekitar 10%.[9]
Meskipun cedera listrik terutama mengakibatkan luka bakar, cedera ini juga bisa mengakibatkan patah tulang atau dislokasi karena trauma tumpul atau kontraksi otot.[9] Pada cedera listrik tegangan tinggi, sebagian besar kerusakan mungkin terjadi di bagian dalam tubuh, sehingga sejauh mana cedera terjadi tidak dapat dinilai dengan pemeriksaan kulit saja.[9] Kontak dengan tegangan rendah maupun tinggi bisa mengakibatkan aritmia jantung atau serangan jantung.[9]
Radiasi
[sunting | sunting sumber]Luka bakar radiasi bisa disebabkan oleh paparan berlarut-larut terhadap sinar ultraviolet (seperti dari matahari, bilik pewarna kulit atau pengelasan busur) atau dari radiasi pengion (seperti dari terapi radiasi, sinar-X atau debu radioaktif).[24] Paparan sinar matahari adalah penyebab paling umum dari luka bakar radiasi dan penyebab paling umum dari luka bakar superfisial secara keseluruhan.[25] Jenis kulit seseorang akan secara bermakna menentukan kerentanannya dalam mengalami sengatan matahari.[26] Efek radiasi pengion pada kulit tergantung pada jumlah paparan ke area tersebut, di mana kerontokan rambut terlihat setelah paparan sebesar 3 Gy, kemerahan terlihat setelah paparan sebesar 10 Gy, pengelupasan kulit basah setelah paparan sebesar 20 Gy, dan nekrosis setelah paparan sebesar 30 Gy.[27] Kemerahan, bila terjadi, mungkin tidak muncul hingga beberapa saat setelah terpapar.[27] Pengobatan luka bakar radiasi sama seperti luka bakar lainnya.[27] Luka bakar gelombang mikro terjadi karena pemanasan termal yang disebabkan oleh gelombang mikro.[28] Meskipun paparan selama dua detik bisa mengakibatkan cedera, secara keseluruhan kasus ini jarang terjadi.[28]
Bukan kecelakaan
[sunting | sunting sumber]Dari semua pasien yang dirawat karena lepuh atau luka bakar api, 3–10% disebabkan oleh serangan orang lain.[29] Alasannya mencakup: penganiayaan anak, konflik pribadi, penganiayaan pasangan, penganiayaan orang tua, dan konflik bisnis.[29] Cedera rendam atau lepuh rendam mungkin mengindikasikan penganiayaan anak.[18] Cedera ini terjadi ketika salah satu anggota tubuh atau bagian bawah tubuh (pantat atau perineum) ditahan di bawah permukaan air panas.[18] Ini biasanya mengakibatkan batasan atas yang tajam dan sering kali simetris.[18] Tanda-tanda kemungkinan penganiayaan lainnya meliputi: luka bakar melingkar, tidak adanya tanda cipratan, luka bakar dengan kedalaman yang sama, dan ditemukannya tanda-tanda penelantaran atau penganiayaan lainnya.[30]
Pembakaran pengantin, merupakan suatu bentuk kekerasan dalam rumah tangga, yang terjadi pada sejumlah budaya seperti misalnya di India dimana perempuan dibakar karena pihak suami atau keluarganya menganggap maskawin dari pihak perempuan tidak memadai.[31][32] Di Pakistan, luka bakar asam merupakan penyebab dari 13% dari luka bakar disengaja, dan umumnya berhubungan dengan kekerasan dalam rumah tangga.[30] Pembakaran-diri (membakar diri sebagai bentuk protes) juga merupakan sesuatu yang relatif umum di antara perempuan India.[3]
Patofisiologi
[sunting | sunting sumber]Pada suhu lebih tinggi dari 44 °C (111 °F), protein mulai kehilangan bentuk tiga dimensinya dan mulai terurai.[33] Keadaan ini menyebabkan kerusakan pada sel dan jaringan.[10] Kebanyakan efek kesehatan langsung dari luka bakar adalah gangguan sekunder terhadap fungsi kulit yang normal.[10] Efek-efek ini meliputi gangguan sensasi kulit, kemampuan untuk mencegah keluarnya air melalui evaporasi, dan kemampuan untuk mengontrol suhu tubuh.[10] Gangguan pada membran sel menyebabkan sel kehilangan kalium yang keluar dari sel dan mengisi ruang di luar sel sehingga sel tersebut mengikat air dan natrium.[10]
Pada luka bakar yang luas (lebih dari 30% dari total area permukaan tubuh), akan terdapat suatu respon peradangan yang signifikan.[34] Keadaan ini menyebabkan meningkatnya kebocoran cairan dari pembuluh kapiler,[7] dan kemudian menyebabkan pembengkakan jaringan edema.[10] Hal ini selanjutnya menyebabkan hilangnya volume darah secara keseluruhan, dan kehilangan plasma yang signifikan dari darah yang tersisa, sehingga menyebabkan darah menjadi lebih kental.[10] Terhambatnya aliran darah ke organ seperti misalnya ginjal dan saluran cerna dapat mengakibatkan gagal ginjal dan tukak lambung.[35]
Meningkatnya kadar katekolamin dan kortisol dapat menyebabkan keadaan hipermetabolik yang dapat berlangsung bertahun-tahun.[34] Keadaan ini berhubungan dengan meningkatnya curah jantung, metabolisme, denyut jantung cepat, dan buruknya fungsi imun.[34]
Diagnosis
[sunting | sunting sumber]Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan kedalaman, mekanisme cedera, luasan dan cedera lain yang diakibatkan oleh luka bakar tersebut. Klasifikasi yang paling umum digunakan adalah yang berdasarkan kedalaman luka bakar. Kedalaman dari luka bakar biasanya ditentukan berdasarkan pemeriksaan, walaupun kadang dapat juga dilakukan pemeriksaan biopsi.[10] Biasanya sangat sulit untuk menentukan kedalaman luka bakar hanya dengan satu kali pemeriksaan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan ulang dalam beberapa hari.[7] Pada pasien dengan keluhan sakit kepala atau pusing dan menderita luka bakar karena api, harus dipertimbangkan keracunan karbon monoksida.[36] Keracunan sianida juga perlu dipertimbangkan.[7]
Ukuran
[sunting | sunting sumber]Ukuran luka bakar ditentukan berdasarkan persentase dari luas permukaan tubuh (LPB) yang terkena luka bakar sebagian atau seluruh lapisan kulit.[10] Luka bakar derajat satu hanya menunjukkan warna merah dan tidak melepuh tidak termasuk kedalam perkiraan ini.[10] Kebanyakan luka bakar (70%) mengenai kurang dari 10% LPB.[15]
Terdapat beberapa cara untuk menentukan LPB, didalamnya termasuk "aturan sembilan", tabel Lund dan Browder, serta perkiraan berdasarkan ukuran telapak tangan seseorang.[5] "Aturan sembilan" sangat mudah diingat tetapi hanya akurat untuk orang yang berusia lebih dari 16 tahun.[5] Estimasi yang lebih akurat akan diperoleh bila menggunakan tabel Lund dan Browder, yang juga mempertimbangkan berbagai proporsi bagian tubuh pada orang dewasa dan anak-anak.[5] Ukuran telapak tangan seseorang (termasuk telapak dan jari) mendekati 1% dari LPBnya.[5]
Tingkat Keparahan
[sunting | sunting sumber]Ringan | Sedang | Berat |
---|---|---|
Dewasa <10% LPB | Dewasa 10-20% LPB | Dewasa >20% LPB |
Usia muda atau tua < 5% LPB | Usia muda atau tua 5-10% LPB | Usia muda atau tua >10% LPB |
<2% luka bakar yang mengenai seluruh lapisan kulit |
2-5% luka bakar yang mengenai seluruh lapisan kulit |
>5% luka bakar yang mengenai seluruh lapisan kulit |
Cedera tegangan tinggi | Luka bakar tegangan tinggi | |
Kemungkinan cedera inhalasi | Diketahui menderita cedera inhalasi | |
Luka bakar melingkar | Luka bakar signifikan pada muka, persendian, tangan dan kaki | |
Masalah kesehatan lainnya | Cedera yang berkaitan |
Untuk menentukan apakah diperlukan Referensi untuk dibawa ke pusat perawatan khusus luka bakar, Asosiasi Luka Bakar Amerika merancang suatu sistem klasifikasi. Pada sistem ini, luka bakar diklasifikasikan menjadi berat, sedang, dan ringan. Keadaan ini dinilai berdasrkan sejumlah faktor, di antaranya adalah luas permukaan total tubuh yang terkena, adanya luka bakar pada bagian tubuh tertentu, usia penderita, dan cedera lain yang terkait.[36] Luka bakar ringan pada umumnya dapat diatasi di rumah, luka bakar sedang biasanya dapat diatasi di rumah sakit, luka bakar berat harus ditangani di pusat perawatan khusus luka bakar.[36]
Pencegahan
[sunting | sunting sumber]Berdasarkan sejarah, sekitar setengah dari luka bakar dapat dicegah.[1] Program pencegahan luka bakar secara signifikan telah menurunkan tingkat kejadian luka bakar yang bersifat serius.[33] Tindakan pencegahan termasuk: membatasi suhu air panas, alarm asap, sistem penyemprot air, konstruksi bangunan yang sesuai, dan pakaian tahan api.[1] Para ahli menganjurkan pengaturan pemanas air di bawah suhu 488 °C (910,4 °F).[15] Tindakan lain untuk menghindari lepuh adalah dengan mengukur suhu air mandi dengan termometer, dan meletakkan pelindung cipratan pada kompor.[33] Walaupun pengaruh peraturan penggunaan kembang api masih belum jelas, terdapat bukti sementara bahwa peraturan ini bermanfaat[37] dengan adanya rekomendasi pembatasan penjualan kembang api kepada anak-anak.[15]
Penatalaksanaan
[sunting | sunting sumber]Tindakan resusitasi dimulai dengan menilai dan menstabilkan jalan napas, pernapasan, serta sirkulasi penderita.[5] Jika dicurigai terjadi cedera inhalasi, mungkin diperlukan intubasi awal.[7] Penanganan ini kemudian diikuti dengan penanganan luka bakar itu sendiri. Seseorang dengan luka bakar yang luas dapat dibungkus menggunakan kain seprei bersih sampai tiba di rumah sakit.[7] Karena luka bakar mudah terkena infeksi, suntikan booster tetanus harus diberikan bila pasien tersebut belum mendapatkan imunisasi tetanus ini dalam jangka lima tahun terakhir.[38] Di Amerika Serikat, 95% dari penderita luka bakar yang masuk ke unit gawat darurat dirawat dan diperbolehkan pulang, sementara 5% memerlukan perawatan di rumah sakit.[3] Pada luka bakar berat, pemberian asupan makanan dini sangat penting.[34] Oksigenasi hiperbarik mungkin dapat beguna sebagai tambahan dari penanganan secara tradisional.[39]
Cairan intravena
[sunting | sunting sumber]Pada penderita dengan perfusi jaringan yang buruk, harus diberikan bolus larutan kristaloid isotonik.[5] Pada anak-anak dengan kondisi luka bakar lebih dari 10-20% LPB dan pada dewasa dengan kondisi luka bakar lebih dari 15% LPB harus ditindaklanjuti dengan resusitasi cairan formal dan pemantauan.[5][40][41] Bila memungkinkan, tindakan ini harus dilakukan sebelum ke rumah sakit bagi penderita dengan luka bakar lebih luas dari 25% LPB.[40] Formula Parkland dapat membantu menentukan volume cairan intravena yang diperlukan dalam waktu 24 jam pertama. Formula ini didasarkan atas LPB dan berat badan orang yang terkena luka bakar. Setengah dari jumlah cairan ini harus diberikan pada 8 jam pertama, dan sisanya diberikan pada sisa waktu 16 jam. Jangka waktu ini dimulai sejak luka bakar bakar terjadi, bukan dari saat resusitasi cairan diberikan.Pada anak diperlukan pemberian cairan rumatan tambahan berupa glukosa.[7] Selain itu, penderita dengan cedera inhalasi memerlukan lebih banyak cairan.[42] Sementara resusitasi cairan yang tidak cukup dapat menyebabkan masalah, resusitasi yang berlebihan juga dapat berakibat buruk.[43] Formula ini hanya merupakan pedoman, dengan infus yang ideal diberikan berdasarkan keluaran urin yaitu >30 mL/h pada orang dewasa atau >1mL/kg pada anak-anak dan tekanan darah arteri rata-rata lebih tinggi dari 60 mmHg.[7]
Walaupun Larutan ringer laktat sering digunakan, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa larutan ini lebih baik dari larutan salin normal.[5] Cairan kristaloid tampak sama baiknya dengan cairan koloid, dan karena koloid lebih mahal, penggunaan cairan ini tidak dianjurkan.[44] Transfusi darah sangat jarang diperlukan.[10] Transfusi darah hanya dianjurkan bila kadar hemoglobin turun di bawah 60-80 g/L (6-8 g/dL)[45] karena adanya risiko komplikasi.[7] Kateter intravena dapat dipasang melalui kulit yang terbakar bila diperlukan, atau dapat juga menggunakan infus intraoseus.[7]
Perawatan luka
[sunting | sunting sumber]Pendinginan dini (selama 30 menit pertama sejak terjadinya luka bakar) akan mengurangi kedalaman luka bakar dan nyeri, tetapi harus dilakukan dengan hati-hati karena pendinginan berlebih dapat menimbulkan hipotermia.[5][10] Tindakan ini harus dilakukan dengan menggunakan air dingin 10–25 °C (50,0–77,0 °F) dan bukan air es, karena air es dapat menyebabkan cedera yang lebih parah.[5][33] Luka bakar karena zat kimia memerlukan irigasi yang ekstensif[10] Membersihkan, pembersihan jaringan mati menggunakan sabun dan air, dan penggunaan pembalut merupakan aspek yang penting dalam penanganan luka bakar. Bila terdapat lepuh yang utuh, tidak terlalu jelas apa yang harus dilakukan. Beberapa bukti sementara mendukung dibiarkannya lepuh ini apa adanya. Luka bakar derajat dua memerlukan evaluasi kembali setelah dua hari.[33]
Pada penatalaksanaan luka bakar derajat satu dan dua, tidak ditemukan bukti nyata untuk menentukan tipe pembalutan yang harus digunakan.[46][47] Biasanya tidak masalah untuk membiarkan luka bakar tingkat satu tanpa pembalutan.[33] Pemberian antibiotik oles umumnya disarankan, walaupun pemakaian obat ini tidak didukung oleh bukti yang cukup.[48] Perak sulfadiazine (suatu jenis antibiotik) tidak dianjurkan untuk dipakai karena berpotensi memperlambat waktu penyembuhan.[47] Masih belum ada cukup bukti yang mendukung penggunaan balutan yang mengandung perak[49] atau terapi luka tekanan negatif.[50]
Pengobatan
[sunting | sunting sumber]Luka bakar bisa sangat menyakitkan dan terdapat berbagai pilihan yang bisa digunakan untuk mengatasi rasa sakit. Pilihannya meliputi analgesik sederhana (seperti ibuprofen dan asetaminofen) dan opioid seperti morfin. Benzodiazepin bisa digunakan sebagai tambahan untuk analgesik guna membantu menurunkan kecemasan.[33] Selama proses penyembuhan, antihistamin, pijat, atau stimulasi saraf transkutaneus bisa digunakan untuk membantu mengatasi rasa gatal.[8] Namun, antihistamin hanya efektif untuk tujuan ini pada 20% orang.[51] Terdapat bukti sementara yang mendukung penggunaan gabapentin[8] dan penggunaan obat tersebut beralasan pada pasien yang tidak mengalami perbaikan dengan antihistamin.[52]
Antibiotik intravena dianjurkan sebelum pembedahan pada pasien yang mengalami luka bakar luas (>60% LPB).[53] Hingga 2008[update], panduan yang ada tidak menganjurkan penggunaan antibiotik secara umum karena adanya kekhawatiran mengenai resistensi antibiotik[48] dan meningkatnya risiko infeksi jamur.[7] Namun bukti sementara menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik intravena bisa memperbaiki tingkat kelangsungan hidup pada pasien yang mengalami luka bakar luas dan berat.[48] Eritropoietin belum ditemukan efektif untuk mencegah atau mengobati anemia pada orang yang mengalami luka bakar.[7] Pada luka bakar yang disebabkan oleh asam hidrofluorat, kalsium glukonat merupakan antidot khusus dan bisa digunakan secara intravena dan/atau dioleskan.[22]
Pembedahan
[sunting | sunting sumber]Luka yang memerlukan penutupan dengan pembedahan menggunakan cangkok kulit atau flap (biasanya untuk luka bakar yang lebih dari luka bakar ketebalan lengkap berukuran kecil) harus ditangani sesegera mungkin.[54] Luka bakar melingkar pada anggota gerak atau dada mungkin memerlukan bedah segera untuk membuang kulit mati, yang dikenal sebagai eskarotomi.[55] Tindakan ini dilakukan untuk menangani atau mencegah masalah dengan sirkulasi jauh, atau ventilasi.[55] Belum jelas apakah bedah eskarotomi berguna untuk luka bahar pada leher atau jari.[55] Fasiotomi mungkin diperlukan untuk luka bakar akibat sengatan listrik.[55]
Pengobatan Alternatif
[sunting | sunting sumber]Madu sudah digunakan sejak zaman kuno untuk membantu penyembuhan luka dan mungkin bermanfaat untuk luka bakar derajat pertama dan kedua.[56][57] Belum cukup bukti untuk penggunaan lidah buaya.[58] Walaupun perak sulfadiazine mungkin bermanfaat untuk menurunkan rasa sakit,[11] dan tinjauan pustaka yang dilakukan pada tahun 2007 menemukan bukti sementara yang menunjukkan bahwa perak sulfadiazine dapat memperbaiki waktu penyembuhan [59] tinjauan pustaka selanjutnya yang dilakukan pada tahun 2012 tidak menunjukkan perbaikan penyembuhan luka dengan penggunaan perak sulfadiasin.[58]
Ada sedikit bukti bahwa vitamin E dapat membantu menyembuhkan keloid atau bekas luka.[60] Penggunaan mentega tidak dianjurkan.[61] Di negara berpendapatan rendah, sepertiga luka bakar diobati dengan obat tradisional, yang dapat meliputi pengolesan telur, lumpur, daun atau kotoran sapi.[16] Penanganan dengan pembedahan terbatas pada beberapa kasus karena sumber daya dan ketersediaan keuangan yang tidak mencukupi.[16] Ada sejumlah metode lain yang bisa digunakan sebagai tambahan untuk pengobatan guna menurunkan rasa sakit dan kecemasan termasuk: terapi realitas maya, hipnosis, dan pendekatan perilaku seperti teknik pengalihan perhatian.[52]
Prognosis
[sunting | sunting sumber]LPB | Kematian |
---|---|
<10% | 0.6% |
10-20% | 2.9% |
20-30% | 8.6% |
30-40% | 16% |
40-50% | 25% |
50-60% | 37% |
60-70% | 43% |
70-80% | 57% |
80-90% | 73% |
>90% | 85% |
Inhalation | 23% |
Progonosisnya lebih buruk bagi orang dengan luka bakar luas, orang yang berusia tua, dan wanita.[10] Terjadinya cedera karena menghirup asap, cedera signifikan lain seperti patah tulang panjang, dan penyakit penyerta yang bersifat serius (misalnya penyakit jantung, diabetes, penyakit psikiatrik, dan keinginan untuk bunuh diri) juga mempengaruhi prognosis.[10] Rata-rata, dari pasien yang dirawat inap di pusat perawatan luka bakar di Amerika Serikat, 4% meninggal,[15] dengan hasil perawatan untuk tiap orang bergantung pada tingkat keparahan cedera luka bakar. Contohnya, tingkat mortalitas penderita rawat inap dengan luka bakar kurang dari 10% LPB adalah sebesar kurang dari 1%, sementara penderita rawat inap dengan luka bakar 90% LPB memiliki tingkat mortalitas 85%.[62] Di Afghanistan, orang dengan luka bakar lebih dari 60% LPB jarang dapat bertahan hidup.[15] Skor Baux secara historis sudah digunakan untuk menentukan prognosis luka bakar berat; namun, dengan perbaikan dalam teknik perawatan, data ini tidak lagi begitu akurat.[7] Skor tersebut ditentukan dengan menambahkan ukuran luka bakar (% LPB) pada usia penderita, yang dulunya lebih kurang sama dengan risiko kematian.[7]
Komplikasi
[sunting | sunting sumber]Sejumlah komplikasi bisa muncul, dan infeksi merupakan komplikasi yang paling umum terjadi.[15] Berdasarkan urutan frekuensi terjadinya, mulai dari yang paling sering sampai yang paling jarang, komplikasi untuk luka bakar dapat meliputi: pneumonia, selulit, infeksi saluran kencing dan kegagalan pernafasan.[15] Faktor risiko untuk infeksi termasuk: luka bakar dengan lebih dari 30% LPB, luka bakar ketebalan lengkap, usia ekstrem (muda atau tua), atau luka bakar yang terjadi pada kaki atau perineum.[63] Pneumonia umumnya terjadi pada mereka dengan cedera inhalasi.[7]
Anemia sekunder pada luka bakar ketebalan lengkap dengan LPB lebih dari 10% sering ditemukan.[5] Luka bakar karena listrik bisa menyebabkan sindrom kompartemen atau rabdomiolisis karena kerusakan otot.[7] Penggumpalan darah dalam vena kaki diperkirakan terjadi pada 6% hingga 25% orang.[7] Keadaan hipermetabolik yang mungkin tidak sembuh selama bertahun-tahun setelah luka bakar berat menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan hilangnya massa otot.[34] Keloid bisa terjadi sebagai akibat dari luka bakar, terutama pada orang yang berusia muda dan berkulit gelap.[60] Setelah mengalami luka bakar, anak-anak mungkin mengalami trauma dan mengalami gangguan stress paska trauma.[64] Bekas luka juga bisa mengakibatkan gangguan citra tubuh.[64] Di Negara-negara berkembang, luka bakar parah bisa mengakibatkan isolasi sosial, kemiskinan ekstrem dan di kalangan anak-anak pengucilan.[3]
Epidemiologi
[sunting | sunting sumber] no data < 50 50-100 100-150 150-200 200-250 250-300 | 300-350 350-400 400-450 450-500 500-600 > 600 |
Hingga tahun 2004, 11 juta kasus luka bakar memerlukan perawatan medis di seluruh dunia dan menyebabkan 300.000 kematian.[3] Hal ini membuat luka bakar menjadi penyebab cedera utama keempat setelah kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, dan tindak kekerasan.[3] Sekitar 90% luka bakar terjadi di negara berkembang.[3] Hal ini sebagian disebabkan oleh kepadatan penduduk yang berlebihan dan kondisi memasak yang tidak aman.[3] Secara keseluruhan, hampir 60% dari luka bakar yang bersifat fatal terjadi di Asia Tenggara dengan tingkat kejadian 11,6 per 100.000 penduduk.[15]
Di negara maju, tingkat mortalitas karena luka bakar pada pria dewasa dua kali lebih tinggi dari wanita. Hal ini kemungkinan terjadi karena pria dewasa memiliki pekerjaan dan aktivitas dengan risiko lebih tinggi. Namun, di banyak negara berkembang wanita berisiko dua kali lebih tinggi daripada pria. Hal ini sering dikaitkan dengan kecelakaan di dapur dan kekerasan rumah tangga.[3] Di kalangan anak-anak, kematian karena luka bakar terjadi lebih dari sepuluh kali lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan di negara maju.[3] Secara keseluruhan, luka bakar merupakan salah satu dari lima belas penyebab utama kematian di kalangan anak-anak.[1] Dari tahun 1980an hingga 2004, banyak negara sudah mengalami penurunan dalam tingkat kematian karena luka bakar yang bersifat fatal dan luka bakar pada umumnya.[3]
Negara maju
[sunting | sunting sumber]Diperkirakan 500.000 cedera luka bakar mendapatkan perawatan medis tiap tahunnya di Amerika Serikat.[33] Cedera ini menyebabkan sekitar 3.300 kematian pada tahun 2008.[1] Kebanyakan luka bakar (70%) dan kematian karena luka bakar terjadi di kalangan pria.[4][10] Insiden tertinggi luka bakar api terjadi di kalangan usia 18–35 tahun, sementara insiden luka bakar lepuh tertinggi terjadi di kalangan anak-anak di bawah 5 tahun dan orang dewasa di atas 65 tahun.[10] Luka bakar karena listrik menyebabkan sekitar 1.000 kematian per tahun.[66] Petir menyebabkan kematian sekitar 60 orang per tahun.[9] Di Eropa, luka bakar dengan sengaja paling sering terjadi di kalangan pria setengah baya.[29]
Negara berkembang
[sunting | sunting sumber]Di India, sekitar 700.000 hingga 800.000 orang per tahunnya menderita luka bakar berat, walaupun hanya sedikit yang dirawat di pusat perawatan khusus luka bakar.[67] Tingkat luka bakar tertinggi terjadi di kalangan wanita berusia 16–35 tahun.[67] Sebagian dari tingginya tingkat kejadian ini berkaitan dengan dapur yang tidak aman dan pakaian longgar khas India.[67] Diperkirakan sepertiga dari semua luka bakar di India disebabkan oleh pakaian yang terbakar oleh nyala api terbuka.[68] Luka bakar karena disengaja juga penyebab utama dan tingkatnya tinggi di kalangan wanita muda, nomor dua setelah kekerasan rumah tangga dan perlukaan diri sendiri.[3][29]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Lukisan gua dari lebih dari 3500 tahun yang lalu mendokumentasikan luka bakar dan cara pengobatannya.[2] Papirus Smith Mesir pada 1500 tahun sebelum masehi menggambarkan pengobatan menggunakan madu dan salep damar.[2] Banyak pengobatan lain yang sudah lama digunakan, termasuk penggunaan daun teh oleh orang Cina yang didokumentasikan hingga tahun 600 sebelum masehi, lemak babi dan cuka oleh Hipokrates yang didokumentasikan hingga tahun 400 sebelum masehi, dan anggur dan mur oleh Celsus yang didokumentasikan hingga 100 tahun sebelum Masehi.[2] Ahli bedah Prancis Ambroise Paré adalah orang pertama yang menggambarkan berbagai derajat luka bakar pada tahun 1500an.[69] Guillaume Dupuytren memperluas derajat ini menjadi enam tingkat keparahan yang berbeda pada tahun 1832.[2][70]
Rumah sakit pertama yang merawat luka bakar dibuka pada tahun 1843 di London, Inggris dan perkembangan perawatan luka bakar modern dimulai pada akhir tahun 1800an dan awal 1900an.[2][69] Selama Perang Dunia I, Henry D. Dakin dan Alexis Carrel mengembangkan standar untuk membersihkan dan membasmi kuman dari luka dan luka bakar dengan menggunakan larutan sodium hipoklorit, yang secara signifikan menurunkan mortalitas.[2] Pada tahun 1940an, pentingnya eksisi dini dan cangkok kulit telah diakui, dan pada sekitar kurun waktu yang sama, resusitasi cairan dan formula untuk pedoman resusitasi telah dikembangkan.[2] Pada tahun 1970an, para peneliti menunjukkan pentingnya keadaan hipermetabolik yang terjadi setelah luka bakar berukuran besar.[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f g h Herndon D (ed.). "Chapter 4: Prevention of Burn Injuries". Total burn care (edisi ke-4th). Edinburgh: Saunders. hlm. 46. ISBN 978-1-4377-2786-9.
- ^ a b c d e f g h i Herndon D (ed.). "Chapter 1: A Brief History of Acute Burn Care Management". Total burn care (edisi ke-4th). Edinburgh: Saunders. hlm. 1. ISBN 978-1-4377-2786-9.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o Peck, MD (2011 Nov). "Epidemiology of burns throughout the world. Part I: Distribution and risk factors". Burns : journal of the International Society for Burn Injuries. 37 (7): 1087–100. doi:10.1016/j.burns.2011.06.005. PMID 21802856.
- ^ a b c "Burn Incidence and Treatment in the United States: 2012 Fact Sheet". American Burn Association. 2012. Diakses tanggal 20 April 2013.
- ^ a b c d e f g h i j k l m Granger, Joyce (2009). "An Evidence-Based Approach to Pediatric Burns". Pediatric Emergency Medicine Practice. 6 (1).
- ^ a b c d e f g h i j Herndon D, ed. (2012). "Chapter 10: Evaluation of the burn wound: management decisions". Total burn care (edisi ke-4th). Edinburgh: Saunders. hlm. 127. ISBN 978-1-4377-2786-9.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Brunicardi, Charles (2010). "Chapter 8: Burns". Schwartz's principles of surgery (edisi ke-9th). New York: McGraw-Hill, Medical Pub. Division. ISBN 978-0-07-154769-7.
- ^ a b c Goutos, I (2009 Mar-Apr). "Pruritus in burns: review article". Journal of burn care & research : official publication of the American Burn Association. 30 (2): 221–8. PMID 19165110.
- ^ a b c d e f g Marx, John (2010). "Chapter 140: Electrical and Lightning Injuries". Rosen's emergency medicine : concepts and clinical practice (edisi ke-7th). Philadelphia: Mosby/Elsevier. ISBN 0-323-05472-2.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap Tintinalli, Judith E. (2010). Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide (Emergency Medicine (Tintinalli)). New York: McGraw-Hill Companies. hlm. 1374–1386. ISBN 0-07-148480-9.
- ^ a b Lloyd, EC (2012 Jan 1). "Outpatient burns: prevention and care". American family physician. 85 (1): 25–32. PMID 22230304.
- ^ Buttaro, Terry (2012). Primary Care: A Collaborative Practice. Elsevier Health Sciences. hlm. 236. ISBN 978-0-323-07585-5.
- ^ Kowalski, Caroline Bunker Rosdahl, Mary T. (2008). Textbook of basic nursing (edisi ke-9th). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 1109. ISBN 978-0-7817-6521-3.
- ^ National Burn Repository Pg. i
- ^ a b c d e f g h i j k l m Herndon D (ed.). "Chapter 3: Epidemiological, Demographic, and Outcome Characteristics of Burn Injury". Total burn care (edisi ke-4th). Edinburgh: Saunders. hlm. 23. ISBN 978-1-4377-2786-9.
- ^ a b c Forjuoh, SN (2006 Aug). "Burns in low-and middle-income countries: a review of available literature on descriptive epidemiology, risk factors, treatment, and prevention". Burns : journal of the International Society for Burn Injuries. 32 (5): 529–37. PMID 16777340.
- ^ Murphy, Catherine; Gardiner, Mark; Sarah Eisen, ed. (2009). Training in paediatrics : the essential curriculum. Oxford: Oxford University Press. hlm. 36. ISBN 978-0-19-922773-0.
- ^ a b c d Maguire, S (2008 Dec). "A systematic review of the features that indicate intentional scalds in children". Burns : journal of the International Society for Burn Injuries. 34 (8): 1072–81. PMID 18538478.
- ^ Peden, Margie (2008). World report on child injury prevention. Geneva, Switzerland: World Health Organization. hlm. 86. ISBN 978-92-4-156357-4.
- ^ World Health Organization. "World report on child injury prevention" (PDF).
- ^ a b Hardwicke, J (2012 May). "Chemical burns--an historical comparison and review of the literature". Burns : journal of the International Society for Burn Injuries. 38 (3): 383–7. PMID 22037150.
- ^ a b Makarovsky, I (2008 May). "Hydrogen fluoride--the protoplasmic poison". The Israel Medical Association journal : IMAJ. 10 (5): 381–5. PMID 18605366.
- ^ Edlich, RF (2005). "Modern concepts of treatment and prevention of lightning injuries". Journal of long-term effects of medical implants. 15 (2): 185–96. PMID 15777170.
- ^ Prahlow, Joseph (2010). Forensic pathology for police, death investigators, and forensic scientists. Totowa, N.J.: Humana. hlm. 485. ISBN 978-1-59745-404-9.
- ^ Kearns RD, Cairns CB, Holmes JH, Rich PB, Cairns BA (2013). "Thermal burn care: a review of best practices. What should prehospital providers do for these patients?". EMS World. 42 (1): 43–51. PMID 23393776.
- ^ Balk, SJ (2011 Mar). "Ultraviolet radiation: a hazard to children and adolescents". Pediatrics. 127 (3): e791–817. PMID 21357345.
- ^ a b c Marx, John (2010). "Chapter 144: Radiation Injuries". Rosen's emergency medicine : concepts and clinical practice (edisi ke-7th). Philadelphia: Mosby/Elsevier. ISBN 0-323-05472-2.
- ^ a b Krieger, John (2001). Clinical environmental health and toxic exposures (edisi ke-2nd). Philadelphia, Pa. [u.a.]: Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 205. ISBN 978-0-683-08027-8.
- ^ a b c d Peck, MD (2012 Aug). "Epidemiology of burns throughout the World. Part II: intentional burns in adults". Burns : journal of the International Society for Burn Injuries. 38 (5): 630–7. PMID 22325849.
- ^ a b Herndon D, ed. (2012). "Chapter 61: Intential burn injuries". Total burn care (edisi ke-4th). Edinburgh: Saunders. hlm. 689-698. ISBN 978-1-4377-2786-9.
- ^ Jutla, RK (2004 Mar-Apr). "Love burns: An essay about bride burning in India". The Journal of burn care & rehabilitation. 25 (2): 165–70. PMID 15091143.
- ^ Peden, Margie (2008). World report on child injury prevention. Geneva, Switzerland: World Health Organization. hlm. 82. ISBN 978-92-4-156357-4.
- ^ a b c d e f g h Marx, John (2010). "Chapter 60: Thermal Burns". Rosen's emergency medicine : concepts and clinical practice (edisi ke-7th). Philadelphia: Mosby/Elsevier. ISBN 978-0-323-05472-0.
- ^ a b c d e Rojas Y, Finnerty CC, Radhakrishnan RS, Herndon DN (2012). "Burns: an update on current pharmacotherapy". Expert Opin Pharmacother. 13 (17): 2485–94. doi:10.1517/14656566.2012.738195. PMC 3576016 . PMID 23121414.
- ^ Hannon, Ruth (2010). Porth pathophysiology : concepts of altered health states (edisi ke-1st Canadian). Philadelphia, PA: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 1516. ISBN 978-1-60547-781-7.
- ^ a b c d Garmel, edited by S.V. Mahadevan, Gus M. (2012). An introduction to clinical emergency medicine (edisi ke-2nd). Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 216–219. ISBN 978-0-521-74776-9.
- ^ Jeschke, Marc (2012). Handbook of Burns Volume 1: Acute Burn Care. Springer. hlm. 46. ISBN 978-3-7091-0348-7.
- ^ Klingensmith M, ed. (2007). The Washington manual of surgery (edisi ke-5th). Philadelphia, Pa.: Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 422. ISBN 978-0-7817-7447-5.
- ^ Cianci, P (2013 Jan-Feb). "Adjunctive hyperbaric oxygen therapy in the treatment of thermal burns". Undersea & hyperbaric medicine : journal of the Undersea and Hyperbaric Medical Society, Inc. 40 (1): 89–108. PMID 23397872.
- ^ a b Enoch, S (2009 Apr 8). "Emergency and early management of burns and scalds". BMJ (Clinical research ed.). 338: b1037. PMID 19357185.
- ^ Hettiaratchy, S (2004 Jul 10). "Initial management of a major burn: II--assessment and resuscitation". BMJ (Clinical research ed.). 329 (7457): 101–3. PMID 15242917.
- ^ Jeschke, Marc (2012). Handbook of Burns Volume 1: Acute Burn Care. Springer. hlm. 77. ISBN 978-3-7091-0348-7.
- ^ Endorf, FW (2011 Dec). "Burn management". Current opinion in critical care. 17 (6): 601–5. PMID 21986459.
- ^ Perel, P (2012 Jun 13). Perel, Pablo, ed. "Colloids versus crystalloids for fluid resuscitation in critically ill patients". Cochrane database of systematic reviews (Online). 6: CD000567. doi:10.1002/14651858.CD000567.pub5. PMID 22696320.
- ^ Curinga, G (2011 Aug). "Red blood cell transfusion following burn". Burns : journal of the International Society for Burn Injuries. 37 (5): 742–52. PMID 21367529.
- ^ Wasiak, J (2013 Mar 28). "Dressings for superficial and partial thickness burns". Cochrane database of systematic reviews (Online). 3: CD002106. PMID 23543513.
- ^ a b Wasiak J, Cleland H, Campbell F (2008). Wasiak, Jason, ed. "Dressings for superficial and partial thickness burns". Cochrane Database Syst Rev (4): CD002106. doi:10.1002/14651858.CD002106.pub3. PMID 18843629.
- ^ a b c Avni T, Levcovich A, Ad-El DD, Leibovici L, Paul M (2010). "Prophylactic antibiotics for burns patients: systematic review and meta-analysis". BMJ. 340: c241. doi:10.1136/bmj.c241. PMC 2822136 . PMID 20156911.
- ^ Storm-Versloot, MN (2010 Mar 17). Storm-Versloot, Marja N, ed. "Topical silver for preventing wound infection". Cochrane database of systematic reviews (Online) (3): CD006478. doi:10.1002/14651858.CD006478.pub2. PMID 20238345.
- ^ Dumville, JC (2012 Dec 12). "Negative pressure wound therapy for partial-thickness burns". Cochrane database of systematic reviews (Online). 12: CD006215. PMID 23235626.
- ^ Zachariah, JR (2012 Aug). "Post burn pruritus--a review of current treatment options". Burns : journal of the International Society for Burn Injuries. 38 (5): 621–9. PMID 22244605.
- ^ a b Herndon D, ed. (2012). "Chapter 64: Management of pain and other discomforts in burned patients". Total burn care (edisi ke-4th). Edinburgh: Saunders. hlm. 726. ISBN 978-1-4377-2786-9.
- ^ Herndon D, ed. (2012). "Chapter 31: Etiology and prevention of multisystem organ failure". Total burn care (edisi ke-4th). Edinburgh: Saunders. hlm. 664. ISBN 978-1-4377-2786-9.
- ^ Jeschke, Marc (2012). Handbook of Burns Volume 1: Acute Burn Care. Springer. hlm. 266. ISBN 978-3-7091-0348-7.
- ^ a b c d Orgill, DP (2009 Sep-Oct). "Escharotomy and decompressive therapies in burns". Journal of burn care & research : official publication of the American Burn Association. 30 (5): 759–68. PMID 19692906.
- ^ Jull AB, Rodgers A, Walker N (2008). Jull, Andrew B, ed. "Honey as a topical treatment for wounds". Cochrane Database Syst Rev (4): CD005083. doi:10.1002/14651858.CD005083.pub2. PMID 18843679.
- ^ Wijesinghe, M (2009 May 22). "Honey in the treatment of burns: a systematic review and meta-analysis of its efficacy". The New Zealand medical journal. 122 (1295): 47–60. PMID 19648986.
- ^ a b Dat, AD (2012 Feb 15). "Aloe vera for treating acute and chronic wounds". Cochrane database of systematic reviews (Online). 2: CD008762. PMID 22336851.
- ^ Maenthaisong, R (2007 Sep). "The efficacy of aloe vera used for burn wound healing: a systematic review". Burns : journal of the International Society for Burn Injuries. 33 (6): 713–8. PMID 17499928.
- ^ a b Juckett, G (2009 Aug 1). "Management of keloids and hypertrophic scars". American family physician. 80 (3): 253–60. PMID 19621835.
- ^ Cox, Carol Turkington, Jeffrey S. Dover ; medical illustrations, Birck (2007). The encyclopedia of skin and skin disorders (edisi ke-3rd ed.). New York, NY: Facts on File. hlm. 64. ISBN 9780816075096.
- ^ a b National Burn Repository, Pg. 10
- ^ Young, Christopher King, Fred M. Henretig, ed. (2008). Textbook of pediatric emergency procedures (edisi ke-2nd). Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 1077. ISBN 978-0-7817-5386-9.
- ^ a b Roberts, edited by Michael C. (2009). Handbook of pediatric psychology (edisi ke-4th). New York: Guilford. hlm. 421. ISBN 978-1-60918-175-8.
- ^ "WHO Disease and injury country estimates". World Health Organization. 2009. Diakses tanggal Nov. 11, 2009.
- ^ Edlich, RF (2005). "Modern concepts of treatment and prevention of electrical burns". Journal of long-term effects of medical implants. 15 (5): 511–32. PMID 16218900.
- ^ a b c Ahuja, RB (2004 Aug 21). "Burns in the developing world and burn disasters". BMJ (Clinical research ed.). 329 (7463): 447–9. PMID 15321905.
- ^ Gupta (2003). Textbook of Surgery. Jaypee Brothers Publishers. hlm. 42. ISBN 978-81-7179-965-7.
- ^ a b Song, David. Plastic surgery (edisi ke-3rd ed.). Edinburgh: Saunders. hlm. 393.e1. ISBN 9781455710553.
- ^ Wylock, Paul (2010). The life and times of Guillaume Dupuytren, 1777-1835. Brussels: Brussels University Press. hlm. 60. ISBN 9789054875727.
- Catatan
- National Burn Repository (PDF). American Burn Association. 2012. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-03-03. Diakses tanggal 2014-01-13.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Luka bakar di Curlie (dari DMOZ)