Lompat ke isi

Patricius

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 17 Oktober 2024 01.30 oleh TheKrakenz (bicara | kontrib) (Penambahan Media)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Romulus dan saudaranya, Remus, bersama serigala betina. Romulus dianggap sebagai pendiri kelas Patricius

Patricius (Patricii dalam bahasa Latin) adalah istilah yang digunakan di Kekaisaran Romawi kuno untuk merujuk pada kelas bangsawan yang secara tradisional memiliki status sosial tinggi. Asal-usul istilah ini berasal dari kata pater, yang berarti "ayah", dan mengacu pada para pemimpin awal keluarga besar yang memegang kekuasaan politik dan sosial dalam masyarakat Romawi awal. Patricius awalnya merupakan kelompok eksklusif yang memonopoli semua posisi penting dalam pemerintahan Romawi, termasuk jabatan konsul, senator, dan pendeta agama.

Romawi Kuno

[sunting | sunting sumber]

Pada masa awal Republik Romawi (sekitar abad ke-5 SM), kaum patricius adalah sekelompok kecil keluarga bangsawan yang memiliki hak istimewa dalam kehidupan politik dan agama. Mereka dianggap sebagai keturunan langsung dari pendiri kota Roma dan memiliki kendali atas Senat Romawi serta jabatan-jabatan terpenting dalam negara. Kelas ini mendominasi sistem politik, sedangkan sebagian besar populasi, yang dikenal sebagai plebs atau rakyat jelata, memiliki sedikit hak politik.

Kesenjangan sosial dan politik antara patricius dan plebs menyebabkan ketegangan yang memuncak dalam Conflict of the Orders, sebuah perjuangan yang berlangsung selama beberapa abad. Pada akhirnya, plebs berhasil mendapatkan sejumlah hak melalui pembentukan lembaga-lembaga baru seperti Tribunus Plebis (tribun rakyat) yang mewakili kepentingan mereka dalam pemerintahan.

Zaman Kekaisaran

[sunting | sunting sumber]

Setelah kekuasaan Republik Romawi runtuh dan berubah menjadi Kekaisaran di bawah pemerintahan Augustus (27 SM), peran patricius mulai berubah. Status patricius menjadi lebih bersifat seremonial dan kehormatan daripada posisi dengan kekuasaan nyata. Kaisar memiliki wewenang untuk mengangkat seseorang menjadi patricius sebagai tanda kehormatan. Keluarga patricius yang lama tetap ada, tetapi kekuasaan politik mereka menurun, karena kaisar memusatkan kekuasaan di tangannya sendiri.

Selama Kekaisaran, terutama pada masa pemerintahan Konstantinus Agung (306–337 M), gelar patricius tidak lagi terbatas pada kelas keturunan tertentu. Konstantinus mulai memberikan gelar ini kepada pejabat tinggi, terutama mereka yang telah memberikan jasa besar bagi kekaisaran. Oleh karena itu, gelar ini mulai digunakan tidak hanya untuk bangsawan keturunan, tetapi juga sebagai gelar kehormatan bagi orang-orang yang setia kepada kekaisaran, termasuk panglima militer dan birokrat tingkat tinggi.

Abad Pertengahan

[sunting | sunting sumber]

Setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada abad ke-5 M, gelar patricius tetap digunakan di Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) dan di sejumlah kerajaan suksesor di Barat. Di Bizantium, gelar ini diberikan kepada pejabat tinggi dalam administrasi dan militer. Di Kekaisaran Romawi Suci, yang terbentuk pada abad ke-9, gelar patricius juga digunakan sebagai gelar kehormatan bagi bangsawan tinggi dan pejabat istana.

Di beberapa kota Eropa abad pertengahan seperti Roma dan Venesia, istilah patricius juga merujuk pada kelas penguasa lokal. Keluarga-keluarga patricius ini seringkali memegang kendali atas ekonomi dan politik kota melalui posisi di dewan kota atau lembaga serupa.

Peran Sosial dan Politik

[sunting | sunting sumber]

Dalam masyarakat Romawi awal, kaum patricius memegang kekuasaan tidak hanya melalui jabatan politik tetapi juga melalui kepemilikan tanah yang luas dan kontrol atas sumber daya ekonomi. Mereka memonopoli jabatan-jabatan politik dan keagamaan paling penting, termasuk jabatan pontifex maximus (pemimpin tertinggi dalam keagamaan Romawi) dan konsul. Keluarga-keluarga patricius sering kali membentuk aliansi pernikahan untuk mempertahankan kekuasaan mereka dan memperkuat posisi sosial mereka.

Setelah reformasi politik selama Republik, peran politik patricius mulai berkurang seiring dengan meningkatnya kekuasaan plebs, yang melalui lembaga-lembaga baru seperti Tribunus Plebis dan Concilium Plebis mulai memperoleh lebih banyak hak dan pengaruh politik.

Meskipun demikian, kaum patricius tetap mempertahankan status sosial tinggi dan seringkali menjadi pelindung bagi kelompok-kelompok masyarakat lain melalui sistem patronase. Sebagai patron, seorang patricius akan memberikan perlindungan hukum, bantuan keuangan, atau bantuan lainnya kepada klien-kliennya, yang biasanya berasal dari kelas bawah. Sebagai imbalannya, klien tersebut akan memberikan dukungan politik dan sosial kepada patron mereka.

Keluarga-Keluarga Patricius Terkenal

[sunting | sunting sumber]

Sejumlah keluarga patricius terkenal dalam sejarah Romawi, seperti:

  • Gens Julia: Keluarga ini mengklaim keturunan langsung dari dewa Venus melalui pahlawan Aeneas. Julius Caesar, salah satu tokoh terbesar dalam sejarah Romawi, berasal dari keluarga ini. Keluarga Julia memainkan peran penting dalam politik Romawi, terutama selama transisi dari Republik ke Kekaisaran.
  • Gens Cornelia: Salah satu keluarga patricius paling kuat dalam sejarah Romawi. Keluarga ini menghasilkan banyak tokoh penting, termasuk Lucius Cornelius Sulla, seorang diktator Romawi, dan Scipio Africanus, pahlawan dalam Perang Punisia Kedua.
  • Gens Fabia: Keluarga ini terkenal karena peran mereka dalam pertahanan Roma melawan invasi Etruria dan musuh-musuh lainnya. Salah satu anggota keluarga ini, Quintus Fabius Maximus, dikenal karena taktiknya yang lambat tapi pasti dalam melawan Hannibal selama Perang Punisia Kedua.

Pengaruh Patricius dalam Budaya Romawi

[sunting | sunting sumber]

Kaum patricius memainkan peran penting dalam membentuk budaya Romawi. Mereka adalah pelindung utama seni, sastra, dan agama. Patricius seringkali menjadi patron bagi para seniman dan penulis, mendanai proyek-proyek pembangunan monumental, serta memegang peran kunci dalam ritus-ritus keagamaan yang mempertahankan keutuhan tradisi Romawi.

Pada masa Kekaisaran, status patricius menjadi simbol kehormatan dan prestise sosial, meskipun peran politik mereka telah menurun. Patricius yang kaya sering kali mengalihkan perhatian mereka dari politik ke bidang budaya dan kehidupan pribadi, membangun villa-villa besar di pedesaan dan mensponsori proyek-proyek keagamaan atau artistik.

Akhir Kelas Patricius

[sunting | sunting sumber]

Selama akhir Kekaisaran Romawi, khususnya di Kekaisaran Barat, pengaruh dan jumlah kaum patricius mulai menurun. Banyak keluarga patricius tradisional yang kehilangan kekayaan dan pengaruh mereka akibat krisis ekonomi dan invasi barbar. Setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat, sisa-sisa kelas patricius di Barat hanya bertahan dalam bentuk gelar kehormatan di beberapa kerajaan Eropa, sementara di Timur, gelar ini terus digunakan hingga era Bizantium akhir.

Pada abad pertengahan, sistem feodalisme menggantikan struktur sosial Romawi, dan status patricius perlahan-lahan digantikan oleh sistem bangsawan yang baru.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  • Bury, John B. (1911). The Imperial Administrative System of the Ninth Century. Oxford University Publishing. 
  • Kazhdan, Alexander, ed. (1991). Oxford Dictionary of Byzantium. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-504652-6. 
  • Kurt Raaflaub, ed. Social Struggles in Archaic Rome: New Perspectives on the Conflict of the Orders (Blackwell Publishing, 2005)
  • Gary Forsythe, 2005, A Critical History of Early Rome. University of California Press.
  • Kenny Zeng, 2007, A History Of Ancient and Early Rome