HUKUM WARIS DI KAMPUNG ADAT PULO
Akmal Zulpan Firdaus1, Muhammad Ezza Fayduzzaka2, Sicha Sucie Nurani 3,
Silma Asyiva4, Winda Yulia5, Wijaya Kusuma6
123456
Perbandingan Madzhab dan Hukum, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Abstract
The legal system of inheritance in Indonesia can be based on civil law, customary
inheritance law, and Islamic law. Thus, in the division of inheritance in the Pulo Village
indigenous community, the inheritance law that has been going on for generations, which
originated from the era of Embah Dalem Arief Muhammad. Women in the customary
inheritance of Pulo village become the central point in the division of customary
inheritance in this village. This study aims to determine the system and mechanism of
customary inheritance and the settlement of inheritance disputes according to the
customary inheritance law of the community in Pulo Village. The method used in this
research is qualitative with a normative approach. Primary data is sought from the
research location, Kampung Pulo Garut. This research is descriptive analytic by
collecting data in the form of interviews and documentation. Data analysis uses
qualitative analysis, analyzing data obtained from various sources. The object of this
research is the legal system of inheritance in the Pulo Traditional Village.
Keywords : System, Customary Inheritance Law, Kampung Pulo.
Abstrak
Sistem hukum waris yang berlaku di Indonesia dapat dilakukan berdasarkan hukum
perdata, hukum waris adat, dan hukum islam. Demikian dalam pembagian waris di
Masyarakat adat kampung pulo, berlaku hukum waris yang berlangsung secara turun
temurun, yang berasal dari era Embah Dalem Arief Muhammad. Perempuan dalam
kewarisan adat Kampung Pulo menjadi titik sentral dalam pembagian waris adat di
kampung ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem dan mekanisme kewarisan
adat serta penyelesaian sangketa waris menurut hukum waris adat Masyarakat di
kampung pulo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan
pendekatan normative. Data primer dicari dari lokasi penelitian, Kampung Pulo Garut.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan mengumpulkan data berupa interview
(wawancara) dan dokumentasi. Analisis data menggunakan analisis kualitatif,
menganalisis data-data yang diperoleh dari berbagai sumber. Objek penelitian ini adalah
sistem hukum waris di kampung Adat Pulo.
Kata kunci : Sistem, Hukum Waris Adat, Kampung Pulo.
I. PENDAHULUAN
Kematian seseorang adalah hal
yang biasa terjadi pada makhluk hidup
karena hal ini merupakan cara manusia
menyelesaikan siklus hidupnya. Oleh
karena itu, hukum yang mengatur
struktur
sosial,
terutama
yang
memengaruhi keluarga dan anggota
masyarakat lainnya yang masih hidup,
pasti akan muncul dari peristiwa ini. Hal
ini terlihat dari prosedur yang
digunakan untuk memberikan harta
peninggalan orang yang meninggal
dunia kepada keluarga dan pihak-pihak
yang berkepentingan. Dalam hukum
Islam, hukum waris, yang juga dikenal
sebagai ilmu faraid, mengatur proses
pengalihan harta.
Hukum waris diatur oleh tiga
sistem hukum yang berbeda dalam
praktiknya. Hal ini sejalan dengan Pasal
163 Indische Staats Regeling (I.S.) yang
mengklasifikasikan
warga
negara
Indonesia. Pertama, Hukum Waris
Islam; Kedua, Hukum Waris Perdata
Barat (BW); dan Ketiga, Hukum Waris
Adat.
Konflik atas warisan akan
muncul karena keragaman etnis dan
budaya masyarakat Indonesia yang
memang sudah ada. Karena akulturasi
antara budaya dan sistem hukum yang
berlaku di Indonesia-baik hukum
perdata maupun hukum Islam-muncul
banyak konflik antara hukum perdata,
hukum Islam, dan hukum adat.
Di tengah-tengah kawasan Situ
Cangkuang, di sebuah desa di sebuah
Pulau,
terletak
komunitas
adat
Kampung Pulo Garut. Lokasi Kampung
Pulo sebenarnya berada di Kampung
Cangkuang, Desa Cijakar, Kecamatan
Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Menurut
cerita
rakyat,
masyarakat Kampung Pulo dulunya
beragama Hindhu, lalu Embah Dalem
Muhammad singgah di daerah ini
karena ia terpaksa mundur karena
mengalami
kekalahan
pada
penyerangan terhadap Belanda.
Karena kekalahan ini Embah
Dalem Arif Muhammad tidak mau
kembali ke Mataram karena malu dan
takut pada Sultan Agung. Beliau mulai
menyebarkan agama Islam pada
masyarakat kampong Pulo.Embah
Dalem Arif Muhammad beserta kawankawannya
menetap
di
daerah
Cangkuang
yaitu
Kampung
Pulo.Sampai
beliau
wafat
dan
dimakamkan di Kampung Pulo. Beliau
meninggalkan 6 orang anak wanita dan
satu orang pria. Oleh karena itu, di
1
Emma Hardiansyah, Kampung Adat Pulo dalam
https://emmarachmatika.blogspot.co.id/2013/12/Kam
pung-adat-pulo.html pada sabtu 16 desember 2023
Kampung pulo terdapat 6 buah rumah
adat yang berjejer saling berhadapan
masing- masing 3 buah rumah dikiri dan
dikanan ditambah dengan sebuah
mesjid. Jumlah dari rumah tersebut
tidak boleh ditambah atau dikurangi
serta yang berdiam di rumah tersebut
tidak boleh lebih dari 6 kepala keluarga.
Jika seorang anak sudah dewasa
kemudian menikah maka paling lambat
2
minggu
setelah
itu
harus
meninggalkan rumah dan harus keluar
dari lingkungan keenam rumah
tersebut.1
Hal ini didasarkan pada
kehidupan Embah Dalem Arief
Muhammad, yang memiliki satu anak
laki-laki dan enam anak perempuan.
Satu masjid melambangkan satu anak
laki-laki,
dan
enam
rumah
melambangkan enam anak perempuan.
Satu kepala keluarga harus tinggal di
setiap rumah.2
Latar belakang ini mendasari
tujuan penelitian ini, yaitu untuk
mengetahui sistem dan mekanisme
pewarisan adat masyarakat Desa Pulo
dan
bagaimana
sengketa
adat
diselesaikan.
II. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif dengan
pendekatan normative. Data primer dicari
dari lokasi penelitian, Kampung pulo
garut. Penelitian ini bersifat deskriptif
analitik dengan mengumpulkan data
berupa interview (wawancara) dan
dokumentasi. Analisis data menggunakan
analisis kualitatif, menganalisis data-data
yang diperoleh dari berbagai sumber.
Objek penelitian ini adalah sistem hukum
waris di Kampung Adat Pulo.
2
https://digarut.com/Kampung-pulo-cangkuanggarut.html
III. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Sistem kewarisan adat yang berlaku
di Masyarakat Kampung Pulo
Terdapat berbagai perbedaan
antara warisan pada umumnya dengan
pembagian warisan di masyarakat adat
Desa Pulo. Pembagian warisan ini
berkaitan dengan adat yang sudah
berlangsung lama sejak zaman Embah
Dalem Arief Muhammad dan
berlangsung
selama
beberapa
generasi. Di Desa Pulo, adat istiadat
perempuan telah menjadi titik fokus
dari pembagian adat di masyarakat.
Hal ini disebabkan karena keturunan
Embah Dalem Arief Muhammad
dulunya
hanya
terbatas
pada
keturunan perempuan, karena anak
laki-laki tunggal Embah Dalem
meninggal dunia terlebih dahulu.
Akibatnya, anak perempuan telah
menerima warisan adat secara turuntemurun.
Cerita
rakyat
menyatakan bahwa Kampung
Pulo dulunya adalah rumah bagi
umat Hindu. Embah Dalem
Muhammad konon pernah
mengunjungi daerah ini setelah
dipaksa
mundur
dari
serangannya terhadap Belanda.
Embah Dalem Arif Muhammad
merasa malu dan takut kepada
Sultan Agung akibat kekalahan
ini, dan dia tidak ingin kembali
ke
Mataram.
Ia
mulai
mengislamkan
penduduk
Kampung Pulo. Embah Dalem
Arif Muhammad dan para
pengikutnya
menetap
di
Kampung Pulo, di lingkungan
Cangkuang. Hingga wafat dan
dimakamkan di Kampung Pulo.
Beliau meninggalkan satu orang
anak laki-laki dan enam orang
anak
perempuan.
Alhasil,
Kampung Pulo memiliki enam
rumah tradisional yang disusun
berjajar saling berhadapan,
dengan tiga rumah di kiri dan
satu di kanan, dan satu masjid.
Jumlah rumah tidak dapat
ditambah atau dikurangi, dan
setiap rumah hanya dapat
menampung maksimal enam
keluarga. Ketika seorang anak
yang sudah dewasa menikah,
mereka memiliki waktu dua
minggu untuk meninggalkan
rumah dan lingkungan enam
rumah di sekitarnya. Embah
Dalem Arief Muhammad, yang
memiliki enam anak perempuan
dan satu anak laki-laki, adalah
contohnya. Enam rumah untuk
enam anak perempuan, dan satu
masjid untuk satu anak laki-laki.
Setiap rumah harus memiliki
satu kepala keluarga yang
tinggal di dalamnya.
2. Mekanisme kewarisan adat yang
berlaku di Masyarakat kampung
pulo adalah sebagai berikut:
1) Harta Warisan
Harta Warisan dalam sistem
pembagian waris di Masyarakat
adat Kampung Pulo terbagi dalam 3
jenis :
a. Harta benda pusaka
Harta yang hanya dapat dialihkan
kepada anak perempuan sebagai
hak pakai dikenal sebagai harta
pusaka. Nama lain dari harta
pusaka ini adalah hak turuntemurun. Rumah adat, sebidang
tanah, kebun dan sawah yang
menjadi ciri khas wilayah Desa
Adat Pulo merupakan harta pusaka.
Benda-benda pusaka juga terdiri
dari kujang, tombak, dan keris,
antara lain. Harta pusaka tidak
dapat dinegosiasikan; meskipun
dapat digunakan, harta pusaka tidak
dapat dialihkan kepada orang lain
karena sifatnya yang melekat
sebagai hak pakai turun-temurun.
b. Harta Waris berupa Kedudukan
Di masing-masing dari enam rumah
adat di Kampung Pulo, kepala
rumah tangga memegang posisi
otoritas dalam Komunitas Adat
Kampung Pulo. Anak laki-laki
yang sudah menikah dan mewarisi
dari kepala keluarga yang tinggal di
rumah adat sebelumnya memegang
peran sebagai kepala rumah tangga.
Namun, hanya satu kepala keluarga
yang diizinkan untuk tinggal di
setiap rumah Kampung Pulo.
c. Harta Bersama
Harta yang diperoleh dari hasil
kerja di luar harta pusaka, seperti
keuntungan
dari
berdagang,
bertani, dan pekerjaan lainnya,
dianggap sebagai harta bersama
masyarakat adat Desa Pulo. Karena
harta bersama masuk dalam
kategori harta pribadi, maka ahli
warisnya akan mendapatkan hak
milik atas harta tersebut.3
2) Ahli Waris
Ahli Waris dalam Pembagian
Waris di Masyarakat Adat
Kampung Pulo, dibagi dalam 3
jenis. Yaitu :
a. Ahli Waris Harta
Benda Pusaka
Seperti yang telah disebutkan
pada paragraf pertama, peran
perempuan merupakan pusat
dari adat waris di Desa Pulo,
dan menjadi pusat perhatian
dalam sistem pembagian harta
warisan di masyarakat adat
Desa Pulo. Anak perempuan
tertua adalah pewaris utama
dan memiliki klaim pertama
atas pembagian harta warisan.
Harta warisan akan diberikan
kepada anak perempuan tertua
lainnya dalam keluarga sesuai
3
Hasil wawancara dengan Juru Kunci Kampung Pulo,
Bapak Tatang Sandjaya, Selasa, 12 Desember 2023,
Pukul 10.00 wib, di rumah Juru Kunci Kampung Pulo.
dengan urutan kelahiran jika
tidak ada anak perempuan
tertua atau jika ia telah
meninggal
dunia.
Akan
diberikan
kepada
anak
perempuan di keluarga lain
yang
masih
memiliki
keturunan dengan Embah
Dalem Arief Muhammad, jika
keluarga
tersebut
tidak
memiliki anak perempuan
sama sekali.
b. Ahli Waris dalam kedudukan
kepala Rumah Tangga
Jika perempuan memegang
peran sentral dalam Ahli Waris
Benda Pusaka, maka peran
Kepala Rumah Tangga secara
eksklusif diwariskan kepada
anak laki-laki yang masih
keturunan Embah Dalem Arief
Muhammad
di
kalangan
masyarakat adat Desa Pulo.
c. Ahli Waris Harta Bersama /
Pribadi
Harta bersama yang dalam hal
ini adalah harta pribadi, bisa
diwariskan
kepada
ahli
warisnya, namun ahli waris ini
dalam
masyarakat
adat
kampung pulo hanya suami,
isteri, anak laki-laki, dan anak
Perempuan.4
3) Cara pembagian harta waris Bersama
Seperti yang telah dijelaskan di atas,
harta warisan dalam masyarakat adat
kampung pulo terbagi dalam 3 jenis,
yaitu
harta
benda
pusaka,
kedudukan, dan harta bersama. Harta
benda pusaka, dan kedudukan secara
jelas diwariskan secara penuh,
kepada anak perempuan untuk harta
benda benda pusaka, dan anak lakilaki untuk kedudukan. Sedangkan
dalam
harta
bersama
yang
menyangkut dengan harta kekayaan
4
Hasil wawancara dengan Juru Kunci Kampung
Pulo, Bapak Tatang Sandjaya, Selasa, 12
Desember 2023, Pukul 10.00 wib, di rumah Juru
Kunci Kampung Pulo.
pribadi, di luar harta benda pusaka,
terdapat beberapa proses pembagian
warisan. Proses pembagian tersebut
yaitu
berdasarkan
kesepakatan
keluarga, untuk dibagi menurut
hukum positif/perdata, atau sesuai
dengan Hukum Kewarisan Islam.
Jika menurut hukum positif, maka
perbandingannya adalah 1:1, dan jika
berdasarkan Hukum Kewarisan
Islam, maka laki-laki mendapat 2,
perempuan 1, atau sesuai dengan
bagian-bagian yang telah diatur
dalam Hukum Kewarisan Islam.5
4) Penyelesaian
sengketa
yang
disebabkan Waris Adat
Di Desa Adat Pulo, menyelesaikan
perselisihan merupakan proses yang
metodis dan bijaksana. Di desa adat
ini, membicarakan segala sesuatunya
di antara keluarga inti yang terlibat
adalah langkah pertama untuk
menyelesaikan konflik.6 Cara hidup
di desa ini sudah mendarah daging
dengan kebiasaan ini. Menariknya,
tidak banyak argumen di Desa Adat
Pulo yang membutuhkan panggung
yang lebih besar. Mayoritas
perselisihan
hanya
dapat
diselesaikan melalui dialog dan
pertimbangan
dalam
keluarga
terdekat. Hal ini menunjukkan
tingginya tingkat persahabatan dan
persatuan di antara penduduk desa.
Kepala adat dan masyarakat
yang lebih besar terlibat dalam
proses penyelesaian sengketa pada
titik ini. Jika perselisihan tidak dapat
diselesaikan secara kekeluargaan,
forum diskusi yang melibatkan ketua
adat dan masyarakat yang lebih luas
akan muncul sebagai pengganti yang
bijaksana. Semua perspektif dari
berbagai pihak yang terlibat di
Kampung Adat Pulo diberi ruang
untuk didengar dalam forum yang
5
Hasil wawancara dengan Ketua Adat, Bapak Zaki
Munawar, Selasa, 12 Desember 2023, Pukul 12.00
wib, di aula Museum Kampung Pulo.
6
Hasil wawancara dengan Ketua Adat, Bapak Zaki
Munawar, Selasa, 12 Desember 2023, Pukul 12.00 wib,
di aula Museum Kampung Pulo.
lebih besar ini. Demi keharmonisan
dan
keberlanjutan
kehidupan
masyarakat, semua pihak berusaha
mencapai kesepakatan yang adil
dan langgeng.
Perselisihan tersebut kemudian
harus dibawa ke tingkat desa jika
forum musyawarah tidak dapat
menyelesaikannya
dengan
memuaskan semua pihak. Peran
pemerintah desa dalam proses ini
adalah menawarkan pendekatan
yang lebih formal dan dukungan
untuk menyelesaikan konflik di
Kampung Adat Pulo dengan cara
yang dapat diterima oleh semua
pihak. Ini adalah jalan terakhir,
meskipun tidak umum, untuk
menjamin bahwa perselisihan
diselesaikan secara adil dan sesuai
dengan kepercayaan dan tradisi
yang telah berlangsung lama di
desa tersebut.7
IV. KESIMPULAN
Sistem hukum waris yang
berlaku di Indonesia mencakup
hukum perdata, hukum waris adat,
dan hukum Islam. Di Masyarakat
Adat Kampung Pulo, pembagian
waris itu berlaku hukum waris yang
berlangsung secara turun temurun,
yang berasal dari era Embah Dalem
Arief Muhammad. Perempuan
dalam pewarisan menjadi titik
sentral dalam pembagian waris adat
di kampung ini. Sehingga terdapat
Mekanisme kewarisan adat di
Kampung Pulo yang meliputi Harta
Benda Pusaka, Harta Waris seperti
Kedudukan, dan Harta Bersama.
Sistem ini menunjukkan bahwa
kewarisan adat di kampung ini
adalah bagian kuat dari warisan
budaya, dengan mekanisme yang
7
Hasil wawancara dengan Ketua Adat,
Bapak Zaki Munawar, Selasa, 12
Desember 2023, Pukul 12.00 wib, di aula
Museum Kampung Pulo.
sesuai dengan tradisi dan nilai-nilai
yang diwariskan dari generasi ke
generasi. Selain itu, penyelesaian
sengketa
dalam
masyarakat
kampung adat ini didasarkan pada
prinsip kearifan lokal, dialog, dan
musyawarah
untuk
mencapai
kesepakatan yang adil. Hal ini
menunjukkan keberhasilan sistem
kewarisan
adat
dalam
mempertahankan identitas dan
harmoni
dalam
masyarakat
kampung adat pulo.
V. DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Izzat. Sistem pembagian waris
dalam tradisi masyarakat adat
Kampung Pulo Garut. BS thesis.
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Umami, Annisa Ainul, Ute Lies Siti
Khadijah, and Elnovani Lusiana.
"Pelestarian
Warisan
Budaya
Takbenda di Kampung Pulo
Kabupaten Garut." Jurnal Ilmiah
Multidisiplin 2.03 (2023): 42-51.
Ningsih, Indra Rahayu, Mulkanur Rohim,
and V. Indah Sri Pinasti. "Dikotomi
Subkultur Masyarakat Kampung
Pulo Desa Cangkuang Garut Jawa
Barat."
Anthropos:
Jurnal
Antropologi Sosial dan Budaya
(Journal of Social and Cultural
Anthropology) 8.1: 1-10.
Hasil wawancara dengan Juru Kunci
Kampung Pulo, Bapak Tatang
Sandjaya, Selasa, 12 Desember
2023, Pukul 10.00 wib, di rumah Juru
Kunci Kampung Pulo.
Hasil wawancara dengan Ketua Adat,
Bapak Zaki Munawar, Selasa, 12
Desember 2023, Pukul 12.00 wib, di
aula Museum Kampung Pulo.
Emma Hardiansyah, Kampung
Adat
Pulo
https://emmarachmatika.blogsp
ot.co.id/2013/12/Kampungadat-pulo.html pada sabtu 16
desember 2023
https://digarut.com/Kampung-pulocangkuang-garut.html