Hati-hati! Perhatikan Label Warna pada Obat yang Dibeli

Kode warna merah merupakan obat keras yang harus melalui resep dokter

Editor:
zoom-inlihat foto Hati-hati! Perhatikan Label Warna pada Obat yang Dibeli
net
Label obat yang perlu diperhatikan
Laporan: Ale

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU-Pernahkah Anda memperhatiakan kode di kemasan obat yang Anda beli di toko obat? Kalau belum sebaiknya berhati-hati dari sekarang sebelum Anda mengonsumsinya, karena dari tiga jenis kode obat itu, hijau biru dan merah, salah satunya merupakan kode obat berbahaya yakni kode berwarna merah, yang kini marak dipasarkan dengan bebas di Riau.

Kode lingkaran merah yang  memiliki huruf K ditengahnya merupakan obat keras yang harus dikonsumsi menurut petunjuk atau resep dokter. Berdasarkan ketentuan, obat ini hanya disediakan di apotik. Namun belakangan jenis obat keras ini dijual bebas di toko obat, bahkan ada juga yang memasarkan dalam jumlah besar di toko kelontong.

"Masyarakat tampaknya masih awam dengan label di kemasan obat ini. Hingga sekarang masih banyak yang memasarkan di Riau. Hampir setiap pemeriksaan kami temukan di lapangan. Namun kebanyakan penjual sudah mulai cerdik, dengan menyimpan obat itu di ruang belakang dan mengeluarkan saat ada pembeli saja. Masyarakat harus berhati-hati, dan harus tahu mana obat yang sudah teruji dan terdaftar di BPOM, dan mana yang belum," kata Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen BPOM Riau, Ibrahim, kepada Tribun, Rabu (21/3).

Obat-obatan yang termasuk dalam golongan berlabel lingkaran merah ini adalah antibiotik, misalnya tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya, kemudian obat-obatan yang mengandung hormon, seperti obat kencing manis, obat penenang, dan lain-lain. Obat-obat ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit atau menyebabkan mematikan.

Dijelaskan Ibrahim, selain label merah, label warna lingkaran hijau dengan garis warna hitam di pinggir lingkarannya adalah jenis obat bebas, dapat dijual bebas pula kepada umum tanpa resep dokter, dan tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas, serta telah terdaftar di Depkes RI, misalnya, produk obat jenis minyak kayu putih , obat batuk hitam , obat batuk putih , tablet paracetamol , tablet vitamin C dan lain sebagainya. Tentang penandaan obat bebas ini diatur dalam SK Menkes Rl Nomor 2380/A/SKA/I/1983.

Sedangkan label lingkaran biru dengan garis hitam dipinggirnya merupakan jenis obat bebas terbatas. Sebenarnya obat ini termasuk jenis obat keras, tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, biasanya disertai dengan tanda peringatan-peringatan khusus. Contohnya obat anti mabuk (Antimo), anti flu (Noza), dan lainnya. Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi hitam, dengan tulisan P.No.1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya, P.No.2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan, P.No.3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan, P.No.4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar, dan P.No.5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan

"Dalam keadaaan dan batas tertentu, sakit yang ringan masih dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri, yang tentunya juga obat yang dipergunakan adalah golongan obat bebas dan bebas terbatas yang dengan mudah diperoleh masyarakat di warung dan toko obat. Namun apabila kondisi penyakit semakin serius sebaiknya memeriksakan ke dokter. Dan jangan pernah mencoba obat yang seharusnya diperoleh dari dan atas petunjuk dokter, misalnya penggunaan obat berlabel merah itu," imbuh Ibrahim.

Selain obat-obatan, jenis minuman, makanan, dan produk konsumsi lain yang tidak terdaftar di BPOM, juga marak beredar di Riau. Namun Ibrahim menyebutkan, walau banyak jenis obat yang belum memiliki label merah, biru, atau hijau, namun jika ada tertera nomor register BPOM-nya, masih bisa diberikan dispensasi. Jika tidak ada nomor registrasi BPOM-nya, bisa ditarik langsung di pasaran dan penjualnya bisa ditindak menurut hukum yang berlaku.

"Masyarakat harus benar-benar jeli melihat kondisi ini. Karena kami juga keterbatasan anggota pengawas untuk memantau secara ketat. Untuk 12 kabupaten dan kota di Riau, pengawas kami hanya 20 orang, 12 orang penyidik dan 8 orang pemeriksa," kata Ibrahim, kepada Tribun, Rabu (21/3).

Terpisah, Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidik BPOM, Lumban Gaol mengatakan, pengawasan dilakukan rutin setiap hari di berbeda daerah. Dari data periode 29 Februari hingga 2 Maret 2012 saja di daerah Bagan Siapi-api, ditemukan 22.855 jenis produk obat, makanan, minuman dan jamu Tanpa Izin Edar (TIE) dari 15 toko, dengan total jumlah harga Rp 132.458.333.

Alatas, mahasiswa semester VI di salah satu perguruan tinggi swasta di Pekanbaru mengalami demam tinggi sepekan yang lalu setelah mengkonsumsi jenis obat penurun berat badan yang ia beli di sebuah toko obat Cina Pekanbaru. Usut punya usut ternyata di kemasan dan kotak obat yang ia beli semuanya bertuliskan tulisan Cina, tanpa ada petunjuk dalam bahasa Indonesia.

"Saya hanya mengikuti saran penjual obat. Ia meminta untuk dikonsumsi sekali sehari setelah sarapan. Setelah tiga hari mengkonsumsi obat itusaya merasa puyeng, muntah, setelah itu demam tinggi," kata Alatas. (www.tribunpekanbaru.com/cr12)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved