Terdapat mitos yang berkembang seputar masalah keperawanan, seperti keperawanan bisa dilihat dari bentuk pinggul dan cara berjalan, perempuan yang masih perawan adalah perempuan yang mengeluarkan darah saat berhubungan badan pertama kali, perempuan yang tidak perawan kehilangan harga diri seumur hidupnya. Mitos-mitos tersebut lantas ditegaskan oleh konstruksi sosial masyarakat atau dilegitimasi keberadaannya oleh adat isitiadat maupun ajaran agama. Akibatnya, perempuan semakin terpojok, hampir tanpa kesempatan untuk mendudukan persoalan pada proporsi sewajarnya.
Banyak yang berkata bahwa keperawanan adalah seorang gadis yang mengeluarkan darah saat pertama kali berhubungan seksual, diakibatkan karena robeknya selaput dara. Mengaitkan keperawanan dan keutuhan selaput dara sebenarnya kurang tepat. Perlu diketahui bahwa tidak semua wanita terlahir dengan selaput dara dan ada bentuk selaput dara yang tidak robek saat melakukan hubungan seksual pertama kali.
Selain itu, selaput dara bisa robek dengan mudah karena aktivitas selain hubungan seksual. Berikut adalah beberapa hal yang bisa menyebabkan selaput dara robek, diantaranya cedera saat berkuda, cedera saat bersepeda, masturbasi menggunakan alat bantu seks, menggunakan tampon, menjalani USG transvaginal, sampai pernah melakukan tindakan medis tertentu seperti operasi pada vagina.
Seorang wanita bisa tidak menyadari bahwa selaput daranya telah sobek sebelum melakukan hubungan seksual pertama kalinya. Pasalnya, robeknya selaput dara tidak selalu menimbulkan rasa sakit maupun perdarahan. Jika memang ingin memastikan keutuhan selaput dara, hal ini bisa diperiksakan pada dokter.
Referensi :
Sartika Sirait, ‘Hubungan Antara Mitos Keperawanan dengan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Di SMA Negeri 9 Manado’, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.
Penulis : Raudhatushafytra Kuntari
Editor : Risky Nur Marcelina