DEVELOPMENT PRIORITY ON SEAWEED KAPPAPHYCUS ALVAREZII CULTIVATION IN AREA CLUSTER KOLONO DISTRICT KO

Page 1

Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan Volume 9, No. 2, Oktober 2018 ISSN:2086-3861 E-ISSN: 2503-2283

PRIORITAS PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT KAPPAPHYCUS ALVAREZII DI KAWASAN KLASTER KOLONO KABUPATEN KONAWE SELATAN DEVELOPMENT PRIORITY ON SEAWEED KAPPAPHYCUS ALVAREZII CULTIVATION IN AREA CLUSTER KOLONO DISTRICT KONAWE SOUTH

Oce Astuti, Emiyarti, Arman Pariakan

*

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Penulis korespondensi: E-mail : [email protected] (Diterima September 2018/Disetujui Oktober 2018)

ABSTRAK Klaster Kolono Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan kawasan yang mempunyai potensi laut untuk dikembangkan kegiatan budidaya rumput laut Kappahycus alvarezii, dengan manfaat terciptanya peningkatan ekonomi daerah. Selama ini pengembangan budidaya rumput laut secara komersial masih kurang sehingga pendapatan masyarakat dan pendapatan asli daerah belum optimal. Salah satu penyebabnya yaitu belum adanya perencanaan dan kebijakan strategis dalam pengembangan budidaya rumput laut. Sebagai langkah awal perlu menentukan prioritas kebijakan pengembangan budidaya K. alvarezii di kawasan klaster kolono. Metode yang diaplikasikan dalam mengumpulkan data penelitian adalah observasi, wawancara dan kuisioner. Analisis skala prioritas kebijakan ditentukan dengan Proses Hirarki Analitik (PHA). Hasil penelitian, menunjukkan bahwa kegiatan budidaya K. alvarezii di kawasan klaster kolono, Kabupaten Konawe Selatan memerlukan perbaikan pada beberapa faktor yakni ketersediaan sumberdaya manusia, perbaikan sistem permodalan, dan deteksi lingkungan akuatik yang sesuai. Untuk mempertahankan/keberlanjutan usaha perikanan budidaya K. alvarezii, maka diperlukan beberapa kebijakan yang strategis. Alternatif kebijakan praktis yang dapat dilakukan dalam jangka pendek oleh pemerintah Kabupaten Konawe Selatan di kawasan klater kolono adalah mengadakan pelatihan dan percontohan budidaya K. alvarezii yang meliputi desain budidaya, pemilihan lokasi, persiapan penanam, persiapan bibit, teknik pemeliharaan, panen dan pasca panen, proses penjualan dan nilai keuntungan serta alur permodalan. Kata Kunci: Kappaphycus alvarezii, kebijakan, Klaster Kolono ABSTRACT Cluster Kolono Konawe South, Southeast Sulawesi Province is an area that has the potential of the sea to be developed by seaweed cultivation activities Kappahycus alvarezii, with the benefit of creating regional economic improvement. So far, the development of commercial seaweed cultivation is still lacking so that people's income and local revenue are not optimal. One of the causes is the absence of strategic planning and policy in the development of seaweed cultivation. As a first step, it is necessary to determine the priorities for the development of cultivation K. alvarezii in the Kolono cluster area. The method applied in collecting research data is observation, interviews, and questionnaires. Policy priority scale analysis is determined by the Analytical Hierarchy Process (PHA). The results of the study showed that the cultivation activities of K. alvarezii in the Kolono cluster area, South Konawe District required improvements in several factors, namely the availability of human resources, improvement of the capital system, and the detection of an appropriate aquatic environment. To maintain/sustain the aquaculture business K. alvarezii, some strategic policies are needed. The practical alternative policy that can be done in the short term by the South Konawe District government in the Klater Kolono area is to conduct training and demonstration of cultivation K. alvarezii which includes cultivation design, site

To Cite this Paper: Astuti, O., Emiyarti., Pariakan, A. 2018. Prioritas Pengembangan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Kawasan Klaster Kolono Kabupaten Konawe Selatan.Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 9 (1) :70-80 Journal Homepage: https://samakia.aperiki.ac.id/index.php/JSAPI

70


selection, planter preparation, seed preparation, maintenance, harvest and post-harvest techniques, processes sales and profit value and capital flow. Keywords: Kappaphycus alvarezii, policy, Cluster Kolono PENDAHULUAN Budidaya rumput laut merupakan alternatif kegiatan yang berwawasan lingkungan dan produktif bagi penduduk di kawasan pesisir (Trono, 1995; Sukadki, 2006). Berbagai jenis rumput laut ekonomis tinggi dan telah berhasil dibudidayakan di perairan Indonesia secara umum berasal dari jenis alga merah (Rhodophyceae) antara lain: Eucheuma cottoni atau Kappaphycus alvarezii Doty, Eucheuma spinosum, Gracilaria sp, Ptylopora, dan Halymenia sp. Sejauh ini budidaya rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii di Indonesia telah memberikan dampak perubahan yang positif pada segi sosial ekonomi, devisa negara maupun pendapatan pembudidaya. Perencanaan yang tepat merupakan alternatif guna pengembangan budidaya rumput laut dalam satu kawasan. Tahun 2010 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memfokuskan pengembangan budidaya dalam sebuah kebijakan Program Minapolitan, dimana perairan Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu kawasan pengembangan Program Minapolitan budidaya rumput laut berdasarkan Kep.39/Men/2011 Tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Melihat rumput laut menjadi komoditas unggulan nasional dan telah secara nyata mampu menggerakkan ekonomi lokal, regional dan nasional serta menjadi salah satu kegiatan yang mampu menyentuh peran pemberdayaan masyarakat secara luas, maka kebijakan industrialisasi rumput laut saat ini telah menjadi isu penting dan telah ditindaklanjuti melalui nota kesepahaman mengenai pengembangan kawasan budidaya dan industri rumput laut di tujuh provinsi yaitu: Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku dan Maluku Utara. Pengembangan kawasan rumput laut di Kabupaten Konawe Selatan telah ditetapkan pada dua kawasan pusat pertumbuhan yakni kawasan klaster kolono dan kawasan klaster tinanggea (BAPPEDA, 2011). Pada dua kawasan klaster ini diarahkan untuk berkembangnya usaha budidaya, pengolahan hasil dan pemasaran produk rumput laut. Pengembangan usaha tersebut diarahkan pada upaya menumbuhkembangkan dan mengintegrasikan dalam struktur ruang wilayah. Kebijakan peningkatan budidaya rumput laut dalam pembangunan wilayah pesisir diarahkan guna peningkatan produktivitas, nilai tambah, daya saing dan moderenisasi sistem produksi dari hulu hingga hilir. Selama ini, pengembangan budidaya rumput laut jenis K. alvarezii secara komersial di kawasan klaster kolono Kabupaten Konawe Selatan masih sangat kurang sehingga pendapatan masyarakat dan pendapatan asli daerah dari budidaya rumput laut belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah belum adanya perencanaan dan kebijakan yang strategis untuk pengembangan budidaya rumput laut di kabupaten tersebut, kendala yang dihadapi oleh pembudidaya seperti pengetahuan pembudidayaan yang masih jauh dari kategori baik dan penggunaan bibit yang tidak tahan penyakit; meningkatnya biaya operasional dibandingkan keuntungan yang didapatkan; perubahan harga pasar yang tidak menentu; dan tidak adanya kontrol usaha budidaya dari pemerintah daerah, sehingga memberikan anggapan kepada pembudidaya bahwa tidak menguntungkannya melakukan usaha ini. Sebagai langkah awal untuk membuat perencanaan dan kebijakan yang diperlukan maka, diperlukan data dan informasi pendukung yang memiliki pengaruh terhadap pengembangan kegiatan budidaya rumput laut, melalui pendekatan berbasis skala prioritas yaitu sosial ekonomi, teknologi, kelembagaan dan lingkungan perairan, Konsep ini merupakan suatu alternatif pemanfaatan kawasan pesisir dan laut untuk peningkatan produksi secara berkelanjutan, bertanggung jawab dalam jangka waktu yang panjang tanpa merusak ekosistem. Brooks et al., (2015) menjelaskan bahwa pendekatan berbasis perikanan harus mampu untuk memahami kesejahteraan manusia, yang secara tidak langsung akan berdampak pada pengelolaan ekosistem laut. Sebagai komoditas utama untuk ekspor sektor kelautan dan perikanan, menuntut adanya arah kebijakan atau grand design (desain utama) rumput laut yang jelas dan berkelanjutan. Resources based indutries sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu unggulan komparatif yang berpotensi menjadi keunggulan kompetitif untuk menggerakkan perekonomian rakyat (Dillon, 1999). Berdasarkan uraian diatas, sebagai langkah awal untuk memaksimalkan pengembangan budidaya rumput laut K. alvarezii di kawasan klaster kolono Kabupaten Konawe Selatan perlu diketahui dan mempertimbangkan faktor-faktor pendukung (prioritas) yang memberikan kontribusi (preferensi publik dan pemangku kepentingan (Estevez, 2015) dalam pengembangan budidaya rumput laut.

To Cite this Paper: Astuti, O., Emiyarti., Pariakan, A. 2018. Prioritas Pengembangan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Kawasan Klaster Kolono Kabupaten Konawe Selatan.Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 9 (1) :70-80 Journal Homepage: https://samakia.aperiki.ac.id/index.php/JSAPI

71


Tujuan penelitian ini adalah menentukan prioritas kebijakan dalam pengembangan budidaya rumput laut di kawasan klaster kolono, sehingga memberikan informasi bagi pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan pengembangan budidaya rumput laut secara berkelanjutan di wilayah pesisir Kabupaten Konawe Selatan. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan klaster kolono yang meliputi Kecamatan Kolono, Laonti, Moramo dan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian dilakukan pada bulan April hingga Juli tahun 2017. Pengumpulan Data Penelitian ini diawali dengan pertemuan dengan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Konawe Selatan di Andoolo, kemudian menentukan responden yang memiliki peran dalam pengembangan budidaya rumput laut K. alvarezii di kawasan klaster kolono, Kabupaten Konawe Selatan. Metode yang diaplikasikan dalam mengumpulkan data penelitian adalah observasi, wawancara dan kuisioner. Untuk mendapatkan data primer, dilakukan melalui permohonan pengisian kuesioner kepada responden secara terstruktur (Wirartha, 2006; Singarimbun dan Effendi, 2011). Responden dalam penelitian ini berjumlah 50 orang dari berbagai instansi dan profesi kerja diantaranya adalah: Perguruan Tinggi Universitas Halu Oleo, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Konawe Selatan, Badan Perecanaan dan Pembangunan (BAPPEDA) Kabupaten Konawe Selatan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe Selatan, Penyuluh, Camat, Kepala Desa, dan sejumlah pembudidaya rumput laut di kawasan klaster kolono. Data sekunder yang dikumpulkan adalah kondisi umum daerah penelitian dari Kantor BAPPEDA dan Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Konawe Selatan serta data kependudukan dari Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Konawe Selatan. Whitmarsh (2009) ukuran sampel yang kecil sudah cukup untuk di lanjutkan dalam analisis PHA. Morgan (2017) dalam penelitiannya menggunakan jumlah reponden (stekholder) kurang dari 50 orang.

Gambar 1. Peta kawasan klaster kolono Kabupaten Konawe Selatan Sumber : Peta RTRW Kab. Konawe Selatan 2011, Survei kelengkapan lapangan 2017 Tabel 1. Beberapa Indikator Pertanyaan Kepada Responden, yang nantinya terjadi interaksi wawancara secara mendalam dan terstruktur. No Faktor Indikator 1 Ketersediaan Sumberdaya Manusia Waktu panen, metode budidaya, pengetahuan local dalam

To Cite this Paper: Astuti, O., Emiyarti., Pariakan, A. 2018. Prioritas Pengembangan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Kawasan Klaster Kolono Kabupaten Konawe Selatan.Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 9 (1) :70-80 Journal Homepage: https://samakia.aperiki.ac.id/index.php/JSAPI

72


No

Faktor (SM) /Human Resources Availability

Indikator pengelolaan sumberdaya alam laut/ Harvest time, cultivation method, local knowledge in marine natural resource management

2

Peminjaman Modal Usaha (M/D) /Loan Capital Employed

Sumber pendanaan, sumber bibit, sumber bibit tahan penyakit/ Source of funding, source of seeds, source of disease-resistant seeds

3

Kesesuaian Lahan (KL)/Areal Suitability

Kualitas air, daerah pembudidayaan (produktivitas areal budidaya rumput laut)/ Water Quality, Cultivation Area (productivity of seaweed cultivation area)

4

Persepsi Masyarakat (PM) /Public Perception

Konflik perikanan, bentuk kerjasama antara masyarakatpembudidaya, nelayan-pembudidaya, dan sesama pembudidaya/ fishery conflicts, forms of cooperation between communities-farmers, fishermen-farmers, and cultivators

5

Infrastruktur (I) /Infrastructure

Akses transportasi, bangunan sarana-prasarana produksi/ Access to transportation, building of production facilities

6

Keberadaan Pangsa Pasar (PP) /Market Share Availability

Hasil Penjualan, nilai tukar, pendapatan rumah tangga/kelompok kerja/ Sales results, exchange rate, household income/working group

7

Peraturan/ Birokrasi yang Mendukung (P/B)/Regulation / Bureaucratic Support

Partisipasi pemangku kepentingan, kelengkapan aturan main yang diberikan oleh pemerintah daerah, sosialisasi pembahasan rencana pengelolaan perikanan khususnya budidaya rumput laut, sinergitas kebijakan dengan kelompok budidaya/ Participation of stakeholders, completeness of rules given by local government, socialization of discussion of fishery management plan especially seaweed cultivation, synergy policy with group of cultivation

8

Ketersediaan Teknologi (KT)/ Technology Availability

Sarana alat budidaya yang tersedia/ Means of cultivation tools available

Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah Analitic Hierarchi Process (AHP) atau Proses Hierarki Analitik (PHA) (Saaty, 1977, 1993). Pendekatan ini telah digunakan dalam berbagai konteks, termasuk perikanan secara internasional (Leung, 1998), Ting et al. (2015) mengevaluasi kinerja kebijakan perikanan budidaya berkelanjutan di Taiwan menggunakan PHA. Hasil analisis data disajikan dalam nilai indeks prioritas. Menurut Jadwiga (2008), PHA sangat baik digunakan dalam pengambilan suatu keputusan sebagai solusi dalam masalah yang kompleks. Penetapan prioritas kebijakan pengembangan budidaya K. alvarezii dilakukan dengan menangkap secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang intangible (yang tidak terukur) ke dalam aturan yang biasa, sehingga dapat dibandingkan. Adapun tahapan dalam analisis data yaitu ; (a) Identifikasi permasalahan yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi, (b) Penyusunan struktur hierarki yang diawali dengan dimensi fokus, dilanjutkan dengan dimensi faktor, dimensi sasaran dan dimensi kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan hierarki yang paling bawah. Hierarki pengembangan ini dapat dilihat pada Gambar 2, (c) Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing dimensi yang setingkat. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam PHA berdasarkan “judgement” atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai “key person“. Responden terdiri atas: (i) pengambil keputusan; (ii) para pakar; (iii) orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi. Untuk menilai secara rasional persepsi orang dalam satu cara yang logis, digunakan ukuran tingkat kapentingan dan definisi skala 1-9 (Saaty, 1993), seperti terlihat pada Tabel 2, (d) Matriks pendapat individu, formulasinya dilakukan melalui software microsoft office excel 2007, dalam hal ini mencerminkan nilai kepentingan, (e) Revisi pendapat, dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi (>0,1) (Alonso dan Lamata, 2006). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya.

To Cite this Paper: Astuti, O., Emiyarti., Pariakan, A. 2018. Prioritas Pengembangan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Kawasan Klaster Kolono Kabupaten Konawe Selatan.Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 9 (1) :70-80 Journal Homepage: https://samakia.aperiki.ac.id/index.php/JSAPI

73


Tabel 2. Tingkat kepentingan, definisi dan penjelasan proses hierarki analitik Nilai skala Definisi Penjelasan Dua kriteria mempunyai pengaruh yang 1 Kedua kriteria sama penting sama besar 3

Kriteria yang satu sedikit lebih penting daripada kriteria yang lain

Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu kriteria dibanding kriteria yang lainnya

5

Kriteria yang satu lebih penting daripada kriteria yang lain

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu kriteria dibanding kriteria yang lainnya

7

Satu kriteria jelas lebih penting dari kriteria lainnya

Satu kriteria dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek

9

Satu kriteria mutlak lebih penting daripada kriteria yang lainnya

Bukti yang mendukung kriteria yang satu terhadap kriteria lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangaan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara dua pilihan

2, 4, 6, 8

Jika untuk kriteria A mendapat satu angka bila dibandingkan dengan kriteria B, maka kriteria B mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan kriteria A Sumber/Source: Saaty (1993)/ Saaty (1993) Kebalikan

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Hierarki Analitik Pendekatan proses hierarki analitik digunakan sebagai analisis pengembangan budidaya K. alvarezii. Hasil proses hierarki analitik ini dinyatakan dalam indeks prioritas yang didasari kondisi kegiatan budidaya yang ada. Nilai indeks prioritas pada setiap dimensi merupakan hasil dari pendapat responden di kawasan klaster kolono, melalui pemberian bobot pada masingmasing dimensi. Penyusunan keseluruhan dimensi hierarki pengembangan budidaya K. alvarezii di kawasan klaster kolono meliputi: 1) dimensi fokus merupakan masa depan yang diinginkan stekholder klaster kolono, yakni pengembangan budidaya; 2) dimensi faktor merupakan pertimbangan berbagai persoalan, peluang internal dan eksternal yang dihadapi dalam upaya mewujudkan pengembangan budidaya; 3) dimensi sasaran merupakan tujuan dari permasalahan yang memiliki pengaruh terhadap sebuah solusi yang ingin dicapai dalam pengembangan budidaya; 4) dimensi alternatif merupakan pertimbangan solusi yang dapat digunakan oleh pemerintah dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan guna pengembangan budidaya (Tabel 3 dan gambar 2). Hasil analisis matriks perbandingan atribut pada dimensi faktor kegiatan budidaya K. alvarezii diperoleh skala prioritas yaitu: (1) ketersediaan sumberdaya manusia (SM); (2) peminjaman modal usaha (M/D), (3) Kesesuian lahan (KL) (Tabel 3). Tabel 3. Skala prioritas faktor terhadap tujuan penentuan prioritas kebijakan dalam pengembangan budidaya rumput laut K. alvarezii kawasan klaster kolono Faktor Bobot Persentase Prioritas Ketersediaan sumberdaya manusia (SM) 0.320 32,0 1 Peminjaman modal usaha (M/D) 0.219 21,9 2 Kesesuaian lahan (KL) 0.126 12,6 3 Persepsi masyarakat (PM) 0.095 9,5 4 Infrastruktur (I) 0.073 7,3 5 Keberadaan pangsa pasar (PP) 0.069 6,9 6 Peraturan/birokrasi yang mendukung (P/B) 0.059 5,9 7 Ketersediaan teknologi (KT) 0.039 3,9 8 Jumlah 1 100 Sumber: Data primer diolah 2017

To Cite this Paper: Astuti, O., Emiyarti., Pariakan, A. 2018. Prioritas Pengembangan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Kawasan Klaster Kolono Kabupaten Konawe Selatan.Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 9 (1) :70-80 Journal Homepage: https://samakia.aperiki.ac.id/index.php/JSAPI

74


Gambar 2. Skema hierarki Pengembangan kawasan budidaya Kappaphycus alvarezii di kawasan klaster kolono Kabupaten Konawe Selatan Keterangan: Dimensi Sasaran: PKB (peningkatan keberhasilan budidaya), PPP (peningkatan pendapatan pembudidaya), PPKB (penataan ruang budidaya), PPDB (peningkatan penyediaan dan distribusi budidaya), PPAD (peningkatan pendapatan asli daerah), PKKB (peningktan kesempatan kerja dan berusaha), PLE (pelestarian lingkungan ekosistem), PKDM (peningkatan kualitas sumberdaya manusia). Dimensi Alternatif : MSPB (menyediakan sarana produksi budidaya), MPPB (mengadakan pelatihan dan percontohan budidaya), MPMB/KL (memberikan pinjaman modan bergulir/kredit lunak), MDHB (mengembangkan distribusi dari hasil budidaya), MKITPB (melakukan koordinasi antar instansi terkait dalam pengembangan budidaya), MKBB (membangun sarana prasarana budidaya), MBBL (mengembangkan budidaya K. alvarezii berwawasan lingkungan), MSPUB (membangun sarana produksi budidaya).

To Cite this Paper: Astuti, O., Emiyarti., Pariakan, A. 2018. Prioritas Pengembangan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Kawasan Klaster Kolono Kabupaten Konawe Selatan.Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 9 (1) :70-80 Journal Homepage: https://samakia.aperiki.ac.id/index.php/JSAPI

75


Pengembangan Budidaya Kappaphycus alvarezii Pengembangan budidaya K. alvarezii merupakan salah satu cara dalam meningkatkan pemanfaatan kawasan secara luas dan berkelanjutan. Hasil penelitian melalui survei dan wawancara terhadap responden tergambar bahwa budidaya K. alvarezii telah mengalami penurunan di kawasan klaster kolono Kabupaten Konawe Selatan. Kegiatan budidaya ini dapat dilihat pada beberapa titik lokasi perairan yang tidak difungsikan lagi sebagai lokasi budidaya K. alvarezii, adapun kegiatan yang masih aktif terlihat hasil produksinyapun cenderung terus menurun setiap tahun. Menjadi kendala tidak adanya informasi akurat berapa besar areal budidaya yang sebelumnya pernah dikelola, namun hasil wawancara ditemukan bahwa pesisir klaster kolono sebelumnya pernah di padati lokasi - lokasi pembudidayaan rumput laut K. alvarezii selama beberapa tahun, bukti lain yang ditemukan adanya tiga bangunan yang pernah dijadikan sebagai tempat mengumpul hasil panen kegiatan budidaya rumput laut K. alvarezii dan saat ini masih dalam kondisi baik yakni di Kecamatan Moramo Utara. Menurunnya penggunaan kawasan perairan untuk budidaya rumput laut K. alvarezii ini memberikan momentum dan kemudahan bagi pemerintah daerah dalam membuat sebuah arahan kebijakan tata kelola yang efektif, sehingga dapat memberikan nilai keuntungan khususnya bagi pembudidaya ke depannya. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah, mengamanatkan setiap daerah semakin dituntut kemampuannya untuk mengidentifikasi potensi dan nilai ekonomi daerah yang dimilikinya, serta mampu mengelola sumberdaya perikanan dan kelautan secara tepat dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Charles (2001) menjelaskan terdapat tiga komponen kunci dalam sistem perikanan berkelanjutan, yaitu: (1) sistem alam yang mencakup ikan, ekosistem, dan lingkungan persyaratan tumbuh; (2) sistem manusia yang mencakup nelayan, sektor pengolah, pengguna, komunitas perikanan, lingkungan sosial/ekonomi/budaya; dan (3) sistem pengelolaan perikanan yang mencakup perencanaan dan kebijakan perikanan, manajemen perikanan, pembangunan perikanan, dan penelitian perikanan. Batista dan Cabral, 2016; Xu dan Chang, 2017, menjelaskan bahwa dalam membuat pengelolaan perikanan modern sangat penting melihat perspektif yang luas dari waktu ke waktu. Mengacu pada atribut-atribut dari proses hierarki analitik, maka prioritas pengembangan kegiatan budidaya K. alvarezii di klaster kolono Kabupaten Konawe Selatan adalah: -

Faktor ketersediaan sumberdaya manusia

Prioritas utama untuk mencapai pengembangan budidaya K. alvarezii secara berkelanjutan adalah bagaimana meningkatkan ketersediaan sumberdaya manusia (kualitas pengetahuan) dalam setiap kegiatan pemanfaatan budidaya ini. Prioritas utama ini memang beralasan, dikarenakan pengetahuan pembudidaya di kawasan klaster kolono akan budidaya K. alvarezii memperlihatkan kondisi yang jauh dari harapan untuk mendapatkan hasil produksi K. alvarezii secara berkelanjutan. Data yang dikumpulkan masyarakat pembudidaya di dominasi pada tingkat pendidikan SD bahkan masih ada yang tidak mengenyam bangku pendidikan (hasil survei). Informasi ini menjadi asumsi bahwa kesempatan akan berkerja dan berusaha menjadi sulit dan kualitas pengetahuan menjadikan pengembangan budidaya K. alvarezii secara berkelanjutan sulit untuk dicapai. Pengembangan melalui peningkatan ketersediaan sumberdaya manusia memiliki prioritas sasaran (tujuan) yaitu peningkatan kesempatan kerja dan berusaha (PKKB) dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia (PKSM), sasaran ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah, efisiesi dan skala produksi yang berdaya saing tinggi. Dari hasil analisis matriks perbandingan atribut berpasangan diperoleh secara berurutan sasaran yang ingin dicapai untuk pengembangan budidaya K. alvarezii, yakni: PKSM (0.284), kemudian diikuti PKKB (0.036). Hal ini disebabkan sebagian besar pembudidaya masih berada pada kondisi berpengetahuan rendah akan pengembangan produksi K. alvarezii. Atribut tersebut perlu mendapatkan perhatian dengan baik agar nilai pengembangan ini, dapat meningkat pada tahun-tahun yang akan datang. Bagi masyarakat pesisir di kawasan klaster kolono selama ini dalam memanfaatkan sumberdaya K. alvarezii dilakukan secara bergotong royong dengan tingkat antusiame yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pekerjaan ini memberikan harapan perbaikan tingkat kesejahteraan bagi masyarakat pesisir. Budidaya K. alvarezii bagi masyarakat pesisir klaster kolono mempunyai kelebihankelebihan yang tidak dipunyai oleh mata pencaharian lainnya, antara lain, modal relatif kecil, teknologi yang digunakan sederhana dan pasarnya selalu tersedia, karena itu jumlah rumah tangga pembudidaya K. alvarezii setiap tahun semakin bartambah banyak, namun kegiatan ini

To Cite this Paper: Astuti, O., Emiyarti., Pariakan, A. 2018. Prioritas Pengembangan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Kawasan Klaster Kolono Kabupaten Konawe Selatan.Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 9 (1) :70-80 Journal Homepage: https://samakia.aperiki.ac.id/index.php/JSAPI

76


tidak diikuti/ditunjang tenaga yang profesional yang paham baik dengan budidaya K. alvarezii, sehingga kondisi ini meyebabkan perekonomian masyarakat relatif rendah. Berdasarkan hasil survei, pola sehari-hari pembudidaya K. alvarezii melakukan kegiatan budidaya, antara lain: (1) membudidayakan K. alvarezii pada kondisi daerah yang sudah tidak sesuai; (2) menggunakan bibit yang telah beberapa kali digunakan; (3) jarak tanam K. alvarezii Âą 7 cm; (4) pada beberapa tali diperbanyak pelampungnya sehingga membuat K. alvarezii berada hingga permukaan air (terkena langsung paparan sinar matahari); (5) pengontrolan budidaya K. alvarezii dilakukan seminggu sekali; dan (6) membiarkan begitu saja K. alvarezii yang terjangkit penyakit ice-ice. Melihat kondisi perkembangan budidaya K. alvarezii di klaster kolono yang menurun, namun memiliki potensi pada prospek ekonomi yang tinggi, khususnya, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir yang relatif rendah, maka perlu dilakukan perbaikan pada peningkatan sumberdaya manusia, alternatif kebijakan yang direkomendasikan dengan melihat situasi di kawasan klaster kolono Kabupaten Konawe Selatan adalah MPPB (mengadakan pelatihan dan percontohan budidaya) (0.284) K. alvarezii. Namun bentuk pelatihan perlu memperhatikan aspek budaya yang berkembang di kawasan ini, DeSilva (2015) menjelaskan pada negara berkembang, pengembangan perikanan budidaya berbasis budaya dapat digunakan sebagai sarana potensial untuk meningkatkan produksi pangan ikan, terutama di daerah pedesaan. Dengan adanya pelatihan dan percontohan budidaya K. alvarezii diharapkan ke depannya dapat memberikan nilai tambah akan luas dan hasil produksi, terkhusus bagi pembudidaya dapat keluar dari perekonomian yang relatif rendah. -

Faktor Modal Usaha

Sejauh ini, pembiayaan atau modal yang digunakan pembudidaya dalam melakukan kegiatan budidaya K. alvarezii diusahakan secara mandiri atau bekerja sama dengan pihak pembudidaya lainnya. Responden menjelaskan bahwa pentingnya modal pada usaha mereka untuk membeli perlengkapan budidaya. Tingginya biaya investasi untuk persiapan produksi seperti sulit dan mahalnya bibit dan biaya pemeliharaan sampai saat panen. Hal lain, dengan adanya modal dapat menjadi faktor pendorong untuk memotivasi pembudidaya untuk meningkatkan skala produksi dengan nilai tambah yang besar. Kolflaath (2015) menjelaskan bahwa salah satu hal dalam menjawab analisis kompleksitas dalam tata kelola perikanan adalah pembiayaan. Usaha budidaya K. alvarezii di kawasan klaster kolono bagi pembudidaya merupakan salah satu mata pencaharian utama yang sangat perlu mendapatkan perhatian dalam pengembangannya. Selama ini kegiatan budidaya K. alvarezii masih terhambat pada beberapa permasalahan, antara lain seperti sulitnya mengembangkan usaha karena keterbatasan modal usaha dan belum terbukanya akses pada sumber-sumber permodalan yang dapat menguntungkan bagi pembudidaya K. alvarezii. Lembaga keuangan BRI (Bank Rakyat Indonesia) telah terdapat di Kecamatan Tinanggea dan telah memiliki mekanisme pemberian kredit untuk pengembangan usaha dengan bunga kredit, namun pembudidaya hingga saat ini sangat sulit bahkan tidak mungkin mengakses kredit tersebut, karena persyaratan administrasi yang rumit juga karena harus punya agunan, Di mana, pembudidaya K. alvarezii hanya punya lahan yang sampai saat ini masih berupa hak pakai sehingga tidak ada nilai agunannya, kondisi ini menyebabkan penyediaan kebutuhan modal usaha tidak ada, dan membuat jenuh untuk bekerja di bidang budidaya K. alvarezii, Hasil analisis responden menunjukkan modal usaha digunakan atau memiliki sasaran untuk PKKB (0.175) dan peningkatan keberhasilan budidaya (PKB) (0.0444) Untuk mencapai peningkatan kesempatan kerja dan berusaha dibidang budiaya K. alvarezii, maka pemerintah perlu berkerja sama dengan kelompok-kelompok pembudidaya mengelola modal yang bukan didasarkan pada pemberian bantuan uang lagi, melainkan melalui alternatif kebijakan yaitu melakukan pelatihan dan percontohan budidaya (MPPB) (0.087), yang didalamnya pemerintah menyediakan kebutuhan proses produksi dengan tetap melakukan monitoring dan evaluasi, skenario berikutnya pemerintah dapat bekerja sama dengan pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat dan pembudidaya dalam membangun/mendirikan koperasi khusus pada kegiatan budidaya K. alvarezii, yang memiliki fungsi sebagai tempat memperoleh sarana produksi dan pendistribusian semua hasil produksi budidaya K. alvarezii. Namun dengan syarat produksi K. alvarezii yang dihasilkan berkualitas baik. Hal ini, dapat memotong rantai pemasaran K. alvarezii dan sekaligus berdampak baik pada jual beli yang lebih adil bagi para pembudidaya.

To Cite this Paper: Astuti, O., Emiyarti., Pariakan, A. 2018. Prioritas Pengembangan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Kawasan Klaster Kolono Kabupaten Konawe Selatan.Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 9 (1) :70-80 Journal Homepage: https://samakia.aperiki.ac.id/index.php/JSAPI

77


-

Faktor Kesesuaian Lahan

Keberlanjutan suatu unit budidaya K. alvarezii sangat ditentukan oleh kesesuaian perairannya, oleh karena itu pemilihan lokasi yang sesuai dengan persyaratan tumbuh budidaya K. alvarezii menjadi penentu dalam memperoleh hasil produksi yang optimal. Keberhasilan strategi pengelolaan wilayah pesisir adalah memahami faktor-faktor fisik, kimia, biologi (Pye dan John, 2000). Banyak penelitian menegaskan pentingnya menghubungkan dimensi sosial dan ekologi, dimana penggunaan penilaian sosial-ekologi ini dapat menjadi pedoman dalam yang mengelola isu-isu kunci perikanan (Santos et al., 2017). Penentuan kesesuaian perairan harus dilakukan dengan membandingkan kriteria peubah-peubah penentu kesesuaian lahan dengan kondisi yang ada, melalui teknik tumpang susun dan analisis tubular dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) (Bengen, 2005). Hasil analisis kesesuaian lahan menjadi bahan bagi analisis daya dukung perairan untuk budidaya K. alvarezii. Analisis kesesuian lahan yang dilakukan nantinya dapat mencakup seluruh kawasan klaster kolono. Walaupun kawasan yang diperuntukkan untuk lokasi budidaya masih sangat luas di kawasan klaster kolono dan belum dikelola akan tetapi untuk pengembangan budidaya K. alvarezii sangat perlu memperhitungkan daya dukung perairan. Sebab apabila daya dukung kawasan tidak mendukung kegiatan budidaya K. alvarezii, maka mata pencarian masyarakat pesisir utama ini akan hilang di kawasan Klaster kolono, dan lebih jauh perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir tidak dapat di capai. Hasil analisis responden kesesuaian lahan sangat diperlukan untuk Peningkatan keberhasilan budidaya (PKB) (0.099), dibandingkan Peningkatan Pendapatan Budidaya (PPP) (0.014) dan Pelestarian Lingkungan Ekosistem (PLE) (0.013). Dominasi untuk meningkatkan keberhasilan budidaya ini sangat beralasan karena permasalahan yang dirasakan oleh pembudidaya yaitu banyaknya rumput laut K. alvarezii yang di budidayakan terjangkit penyakit ice-ice dan hal ini sangat merugikan pembudidaya, olehnya diperlukan rekomendasi alternatif yang dapat memecahkan masalah tersebut yaitu pemerintah dapat melakukan pelatihan dan percontohan budidaya ((MPPB) (0.099)), dimana secara mendalam pembudidaya dapat mengetahui kawasan yang sesuai untuk lokasi, musim tanam yang baik dan konstruksi budidaya yang tepat, namun tetap mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu sebagai faktor pembatas budidaya K. alvarezii di masa yang akan datang. Hal lain yang perlu diperhatikan untuk menjauhi konflik diantara sesama pemangku kepentingan agar tidak mengalami kegagalan dalam kegiatan budidaya K. alvarezii yaitu pengetahuan akan pemakaian ruang kawasan untuk kegiatan lainnya, walaupun nantinya kondisi titik-titik perairan di kawasan klaster kolono didapatkan berada pada kondisi yang sesuai untuk melakukan kegiatan budidaya K. alvarezii. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan budidaya K. alvarezii di kawasan klaster kolono, Kabupaten Konawe Selatan memerlukan perbaikan pada beberapa faktor yakni faktor ketersediaan sumberdaya manusia, perbaikan sistem permodalan, dan deteksi lingkungan akuatik yang sesuai. Untuk mempertahankan/keberlanjutan usaha perikanan yang dijalankan masyarakat pesisir saat ini, maka diperlukan beberapa langkah-langkah kebijakan yang strategis. Alternatif kebijakan praktis yang dapat dilakukan dalam jangka pendek oleh pemerintah Kabupaten Konawe Selatan adalah mengadakan pelatihan dan percontohan budidaya yang meliputi desain budidaya, pemilihan lokasi, persiapan penanam, persiapan bibit, pemeliharaan, panen dan pasca panen, proses penjualan dan nilai keuntungan serta alur permodalan. Walaupun, pengembangan budidaya ini dapat memberikan nilai positif kedepannya, namun nilainilai kesadaran dan persepsi yang ada pada masyarakat tetap dan perlu ditingkatkan, sehingga persoalan sosial-ekonomi dapat terselesaikan dan memberikan pengaruh yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat pesisir klaster kolono. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dirjen Dikti Republik Indonesia yang telah memberikan bantuan biaya penelitian melalui skema Program Hibah Penelitian tahun 2017.

To Cite this Paper: Astuti, O., Emiyarti., Pariakan, A. 2018. Prioritas Pengembangan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Kawasan Klaster Kolono Kabupaten Konawe Selatan.Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 9 (1) :70-80 Journal Homepage: https://samakia.aperiki.ac.id/index.php/JSAPI

78


DAFTAR PUSTAKA Alonso, J.A., and M.T. Lamata. 2006. Consistency in the analytic hierarchy process: a new approach. International Journal of Uncertainty, Fuzziness and Knowledge-Based Systems, Vol. 14 No. 4: 445-459. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Konawe Selatan. 2011. Laporan Akhir Rencana Aksi Pengembangan Minapolitan Kabupaten Konawe Selatan. Batista, M.I. and H.N. Cabral. 2016. An overview of Marine Protected Areas in SW Europe: factors contributing to their management effectiveness. Ocean Coast. Manag. Vol. 132 : 15–23. Bengen, D.G. 2005. Pentingnya Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Kesesuaian Lingkungan bagi Keberlanjutan Pembangunan Kelautan: Perspektif Keterpaduan dalam Penataan Ruang Darat-Laut. Merajut Inisiatif Lokal Menuju Kebijakan Nasional. Mitra Pesisir (CRMP II), Jakarta. Biro Pusat Statistik Kabupaten Konawe Selatan. 2016. Kabupaten Konawe Selatan dalam Angka 2016. Brooks, K., J. Schirmer, S. Pascoe, L. Triantafillos, E. Jebreen, T. Cannard, and C.M. Dichmont. 2015. Selecting and assessing social objectives for Australian fisheries management, Mar. Policy Vol. 53 : 111-122. Charles, A.T. 2001. Sustainable Fishery Systems. Balckwell Science. Saint Mary’s University Halifax, Nova Scotia, Canada. De Silva, S.S. 2015. Fisheries enhancements in inland waters with special reference to culture based fisheries in Asia: current status and prospects. Responsible Stocking and Enhancement of Inland Waters in Asia. FAO Regional Office for Asia and the Pacific, Bangkok. Dillon, H.S. 1999. Strategi Pemulihan Ekonomi Indonesia Melalui Pengembangan Agribisnis. Majalah Agribisnis, Manajemen dan Teknologi, Vol. 5 No. 1, IPB-Bogor. Estevez, R.A., and S. Gelcich. 2015. Participative multi-criteria decision analysis in marine management and conservation: research progress and the challenge of integrating value judgments and uncertainty, Mar. Policy Vol. 61 : 1–7. Jadwiga, Z. 2008. Evaluation of agri-environmental measures. International Journal of Rural Management Vol. 4 No.1-2: 1-24. Kolflaath, B.S., 2015. The New Common Fisheries Policy and its Lansing Obligations- implications for Governability and Legitimacy. Norwegian College of Fisheries Science. University of Tromso Master Thesis. Norwegia Morgan, R. 2017. An investigation of constraints upon fisheries diversification using the Analytic Hierarchy Process (AHP). Mar. Policy Vol. 86 : 24–30 Leung, P. J. Muraoka, S.T. Nakamoto, and S. Pooley. 1998. Evaluating Fisheries Management Options in Hawaii using analytic hierarchy process (AHP) 1, Fish. Res. Vol. 36 No. 2-3 : 171 – 183. Pye, K. and R.L.A. John. 2000. Past, Present and Future Interactions, Management Challenges and Research Needs In Coastal and Estuarine Environments. Geological Society, London. Saaty, T.L. 1977. A scaling method for priorities in hierarchical structures. Journal of Mathematical Psychology, Vol. 15 : 234-281. Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Diterjemahkan: K. Peniwati. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Santos, L.C.M., M.A. Gasalla, F. Dahdouh-Guebas, and M.D. Bitencourt. 2017. Socio-ecological assessment for environmental planning in coastal fishery areas: a case study in Brazilian mangroves, Ocean Coast. Manag. Vol.138: 60-69.

To Cite this Paper: Astuti, O., Emiyarti., Pariakan, A. 2018. Prioritas Pengembangan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Kawasan Klaster Kolono Kabupaten Konawe Selatan.Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 9 (1) :70-80 Journal Homepage: https://samakia.aperiki.ac.id/index.php/JSAPI

79


Singarimbun, M. dan S. Effendi. 2011. Metoda Penelitian Survei. Edisi Revisi. LP3ES, Jakarta. Sukadi, M.F. 2006. Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia: kinerja dan prospeknya. Dalam: Cholik, F., S. Moeslim, E.S. Heruwati, T. Ahmad dan A. Jauzi (eds.), 60 Tahun Perikanan Indonesia. Masyarakat Perikanan Nusantara, Jakarta. Ting, K.H., K.L. Lin, H.T. Jhan, T.J. Huang, C.M. Wang, and W.H. Liu. 2015. Application of a sustainable fisheries development indicator system for Taiwan's aquaculture industry. Aquaculture Vol. 437 : 398–407. Trono, G.C.Jr. 1995. Seaweed farming: an alternative livelihood for fishers. In: M.A. JuinioMeñes and G.F. Newkirk (eds.), Philippine Coastal Resources Under Stress. Marine Science Institute, University of the Philippines, Quezon City. Whitmarsh, D. and M.G. Palmieri. 2009. Social acceptability of marine aquaculture: the use of survey-based methods for eliciting public and stakeholder preferences, Mar. Policy Vol. 33 : 452–457. Wirartha, I M. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Penerbit Andi, Yogyakarta. Xu, B. and Y.C. Chang. 2017. The new development of the ocean governance mechanism in Taiwan and its reference for China. Ocean Coast. Manag. Vol. 136 : 56–72.

To Cite this Paper: Astuti, O., Emiyarti., Pariakan, A. 2018. Prioritas Pengembangan Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii di Kawasan Klaster Kolono Kabupaten Konawe Selatan.Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan, 9 (1) :70-80 Journal Homepage: https://samakia.aperiki.ac.id/index.php/JSAPI

80


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.