Kartesianisme
Kartesianisme (Cartesianism atau Cartesian) adalah sistem pemikiran filsafat yang diperkenalkan oleh René Descartes[1]. Descartes dianggap sebagai tokoh utama dalam menekankan pentingnya penggunaan akal untuk mengembangkan pengetahuan dalam ilmu alam[2]. Baginya, filsafat merupakan suatu sistem berpikir yang mencakup seluruh bidang pengetahuan. Kartesian percaya bahwa pikiran sepenuhnya terpisah dari tubuh fisik. Mereka menganggap sensasi dan persepsi tentang realitas sebagai penyebab ketidakbenaran dan ilusi, sehingga satu-satunya kebenaran yang dapat diandalkan adalah keberadaan pikiran metafisik. Meskipun pikiran semacam itu mungkin dapat berinteraksi dengan tubuh fisik, tetapi pikiran tersebut tidak terdapat di dalam tubuh, bahkan tidak berada dalam dimensi fisik yang sama dengan tubuh.
Prinsip-prinsip kartesianisme
[sunting | sunting sumber]Metafisika
Dalam karyanya bersama Beeckman, Descartes telah menetapkan bahwa semua materi terdiri dari partikel-partikel kecil yang dikenal sebagai atom. Descartes memperluas karya ini dalam fisika dan matematika untuk mencakup cabang filsafat yang dikenal sebagai metafisika. Metafisika meneliti alam semesta dalam tiga bidang utama: materi yang membentuk alam, pikiran/jiwa manusia, dan Tuhan. Bentuk filsafat Cartesian ini berfokus pada eksplorasi metafisik tentang persimpangan antara materi, pikiran, dan Tuhan.[3]
Rasionalisme
Para cendekiawan dan filsuf Yunani dan Romawi kuno menggambarkan materi dalam kategori seperti panas, dingin, basah, dan kering. Dalam Aristotelianisme, filsafat alam yang dikembangkan oleh Aristoteles, kualitas-kualitas ini digunakan bersama dengan empat unsur—tanah, air, api, dan udara. Dalam hal materi, Descartes melampaui model-model klasik untuk mengevaluasi alam ini dengan memasukkan pengetahuan bawaan yang dimiliki manusia sejak lahir.
Metode dalam model kartesianisme
[sunting | sunting sumber]Inti dari model Cartesian adalah penggunaan metode ilmiah untuk memverifikasi pengetahuan menggunakan rasionalitas yang diberikan Tuhan kepada manusia. Descartes memastikan keberadaan pengetahuan apriori ini melalui serangkaian meditasi di mana ia menyimpulkan Cogito, ergo sum , yang diterjemahkan dari bahasa Latin ke bahasa Inggris sebagai "Saya berpikir, maka saya ada." Descartes beralasan bahwa kemampuan berpikir yang diberikan Tuhan memungkinkan manusia untuk menggunakan penalaran deduktif untuk menetapkan fakta-fakta ilmiah.
Ontologi
[sunting | sunting sumber]Descartes menyatakan bahwa segala bentuk keberadaan terdiri dari tiga substansi yang berbeda, yang masing-masing memiliki karakteristik uniknya, yaitu materi (matter) memiliki perluasan dalam tiga dimensi, pikiran (mind) memiliki kemampuan berpikir diri yang sadar, Tuhan (God) memiliki eksistensi yang diperlukan.[1]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b "Cartesianism | Definition, Philosophy, Beliefs, Examples, & Facts | Britannica". www.britannica.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-20.
- ^ Grosholz, Emily (1991). Cartesian method and the problem of reduction. Oxford : New York: Clarendon Press ; Oxford University Press. ISBN 978-0-19-824250-5.
- ^ study.com https://study.com/academy/lesson/cartesianism-overview-principles-methods.html. Diakses tanggal 2024-12-13. Tidak memiliki atau tanpa
|title=
(bantuan)